Idul Adha
Idul Adha 20 Juli 2021, Contoh Khutbah Singkat Idul Adha Saat Pandemi Moralitas Seorang Pemimpin
penyampaian khutbah Idul Adha dilakukaan secara singkat, paling lama 15 menit, Khutbah Dengan judul moralitas seorang pemimpin,Refleksi Keteladanan
Momen peringatan Idul Adha tidak dapat kita pisahkan dari ritual dan pengorbanan yang dijalankan oleh Nabi Ibrahim as beserta keluarganya.
Oleh karena itu mari kita gunakan kesempatan baik ini untuk menadaburinya, melakukan refleksi atasnya, dan meneladaninya, sebagaimana disebutkan dalam Surat an-Nahl ayat 120:
Baca juga: Hukum Berkurban adalah Sunnah Muakad, Tata Cara dan Doa Saat Akan Menyembelih, Idul Adha 2021
اِنَّ اِبْرٰهِيْمَ كَانَ اُمَّةً قَانِتًا لِّلّٰهِ حَنِيْفًاۗ وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَۙ
inna ibrāhīma kāna ummatang qānital lillāhi ḥanīfā, wa lam yaku minal-musyrikīn
Sungguh, Ibrahim adalah seorang imam (yang dapat dijadikan teladan), patuh kepada Allah dan hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (yang mempersekutukan Allah)
Allah menegaskan bahwa dalam diri Nabi Ibrahim terdapat teladan, sebab hanya Nabi Ibrahim yang selalu kita sebut dalam shalat, selain Nabi Muhammad saw.
Doa yang kita baca untuk Nabi Muhammad ketika tasyahúd selalu disetarakan dengan doa ke Nabi Ibrahim.
Dalam Islam keteladanan, dikenalkan dengan istilah uswátun hasánah, yaitu sebuah konsep moralitas seorang pemimpin dalam pola interaksi dengan rakyatnya.
Sebelum Nabi Ibrahim as hadir saat itu pola interaksi pemimpin dan masyarakat adalah militeristik dan otoriteristik.
Baca juga: Tata Cara Shalat Idul Adha 20 Juli 2021, Perbedaan Sunnah-sunnah Sholat Id Idul Adha dan Idul Fitri
Kemudian Nabi Ibrahim hadir membawa pola interaksi dengan paradigma baru yaitu mengedepankan moralitas dan contoh teladan yang baik.
Sebuah gerakan moral yang bersifat soft-power, dengan menjunjung tinggi keteladanan, penegakan hak asasi manusia dan akhlak mulia.
Dalam posisinya sebagai pemimpin umat yang menjunjung tinggi moralitas, Al Quran menjelaskannya dalam Surat Al Baqarah ayat 124 :
وَاِذِ ابْتَلٰٓى اِبْرٰهٖمَ رَبُّهٗ بِكَلِمٰتٍ فَاَتَمَّهُنَّ ۗ قَالَ اِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ اِمَامًا ۗ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ ۗ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى الظّٰلِمِيْنَ
wa iżibtalā ibrāhīma rabbuhụ bikalimātin fa atammahunn, qāla innī jā'iluka lin-nāsi imāmā, qāla wa min żurriyyatī, qāla lā yanālu 'ahdiẓ-ẓālimīn
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.” Dia (Ibrahim) berkata, “Dan (juga) dari anak cucuku?” Allah berfirman, “(Benar, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.”
Pangkat pemimpin (imam) yang dianugerahkan Allah kepada Nabi Ibrahim itu ditetapkan atas kehendak-Nya.
Baca juga: Panduan Tata Cara Shalat Idul Adha di Rumah Cukup Sholat Dua Rakaat Disertai Takbir, Niat Sholat
Bukan ditetapkan karena Nabi Ibrahim telah menyelesaikan dan menyempurnakan tugas yang diberikan kepadanya.
Agar dia menyadari bahwa pangkat yang diberikan Allah itu sesuai baginya dan agar dia merasa dirinya mampu melaksanakan tugas dan memikul beban yang telah diberikan.
Tugas pemimpin merupakan tugas yang suci dan mulia karena pemberian tugas itu bertujuan hendak mencapai cita-cita yang suci dan mulia.