Opini Pos Kupang

Menjaring Ancaman Genting Stunting

BKKBN merespon tuntutan Presiden Jokowi untuk memimpin pelaksanaan percepatan penurunan stunting di Indonesia

Editor: Kanis Jehola
Dok Pos-Kupang.Com
Logo Pos Kupang 

Problematika stunting merupakan gambaran status gizi kurang yang berkepanjangan selama periode paling genting dari pertumbuhan dan perkembangan diawal kehidupan.

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun balita.

Salah satu faktor adalah jumlah balita (anak) yang banyak dalam satu keluarga, sehingga berpengaruh pada pola pertumbuhan balita. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan keluarga akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan menjadi tidak merata.

Namun begitu, balita yang memiliki jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit belum tentu terbebas dari stunting. Karena bisa jadi, faktor pembagian makanan yang kurang adil dapat juga mengakibatkan balita tersebut mendapatkan jumlah makanan yang kurang, sehingga asupan gizinya pun kurang.

Selain itu, pola asuh yang salah seperti membiasakan anak yang lebih tua mendapatkan jumlah makanan yang lebih banyak di bandingkan dengan anak yang lebih muda (balita) dapat juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya jumlah kejadian stunting pada balita.

Inilah yang kemudian menjadi salah satu prioritas utama BKKBN dalam program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana), di mana jumlah anak dan jarak kelahiran haruslah diatur secara bijak oleh setiap keluarga.

Kalau melihat fakta di Provinsi kita NTT, saat ini isu stunting dan gizi buruk kronis menjadi perhatian serius, sehingga menjadi salah satu Program Prioritas Nasional.

Sejak tahun 2017, BKKBN menjadi salah satu dari 23 Kementerian/Lembaga yang masuk dalam tim intervensi penanganan stunting. Perwakilan BKKBN Provinsi NTT di tahun 2019 memberi lokus stunting di 160 kabupaten/kota.

Selanjutnya, di tahun 2020, lokus pencegahan stunting bertambah menjadi 260 kabupaten/kota. Lokus pencegahan stunting tersebut tersebar di 21 kabupaten se-Provinsi NTT dengan total sasaran adalah 117.606 keluarga.

Target ini diarahkan pada 140 desa yang memiliki angka stunting cukup tinggi, (Artikel berita Perwakilan BKKBN Provinsi NTT, 24/2/2020).

Intervensi yang dilakukan oleh BKKBN pada dasarnya diarahkan pada upaya preventif melalui promosi dan KIE pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), sejak kehamilan sampai anak berusia 2 tahun.

Harapan terbesar dari upaya preventif ini adalah keberhasilan proses pertumbuhan dan perkembangan anak pada periode emas. Ketercukupan nutrisi pada1000 HPK merupakan hal yang sangat penting karena bisa mencegah stunting atau gagal tumbuh pada anak. Pasalnya, stunting dapat terjadi sejak awal kehamilan jika terjadi hambatan pertumbuhan pada janin dalam kandungan.

Maka dari itu, baik ibu maupun keluarga harus memastikan agar nutrisi yang diperoleh untuk janin tercukupi dengan baik. Misalnya mengonsumsi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral secara seimbang.

Di samping itu, para ibu harus memberikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif pada anak sampai umur 6 bulan, dan setelah umur 6 bulan diberi Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya.

Lebaih lanjut, para ibu harus rutin memantau pertumbuhan balita di posyandu. Selain itu, pencegahan stunting juga dilakukan oleh Perwakilan BKKBN Provinsi NTT secara langsung kepada remaja putri sebagai calon ibu, melalui pendekatan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) dan Bina Keluarga Remaja (BKR) dengan total kelompokdi NTT yang menjadi sasaran sebanyak 786 kelompok.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved