Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Senin 14 Juni 2021: Kekuatan Mengampuni
Paus Fransiskus menekankan hal yang sama pada tahun kerahiman: “Pengampunan adalah tindakan tertinggi kasih Allah dalam menjumpai umat-Nya.”
Renungan Harian Katolik, Senin 14 Juni 2021: Kekuatan Mengampuni (Mat 5:38-42)
Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD
POS-KUPANG.COM - Lembaran sejarah kemanusiaan dunia telah mencatat teladan indah ketika Paus Yohanes Paulus II mengampuni Mehmet Ali Agca yang menembaknya. Pengampunan itu berbuah konkret ketika Ali Agca mengatakan bahwa penembakan itu merupakan takdir dan takdir itu pulalah yang membuat Paus Yohanes Paulus II selamat meski peluru bersarang di tubuhnya yang suci. “Saya senang bahwa dia tidak mati,” katanya.
Ketika Paus Yohanes Paulus II menerima gelar menjadi orang kudus, Ali Agca dengan nada terharu mengatakan, “Dia seperti kakak bagi saya. Ketika dia wafat, saya merasa salah satu kakak atau kawan karib saya telah pergi”.
Kisah nyata ini menginspirasi kita: pengampunan berbuah kasih menjadi energi spiritual yang meruntuhkan amarah dan dendam kesumat. Kasih ibarat air dingin yang memadamkan nyala api kekerasan dalam hati manusia. Ia menghentikan desakan magma emosi dalam diri untuk membalas rasa marah dan dendam. Sebuah proses penyaliban egoisme yang mensyaratkan kedalaman iman kepada Kristus.
Paus Fransiskus menekankan hal yang sama pada tahun kerahiman: “Pengampunan adalah tindakan tertinggi kasih Allah dalam menjumpai umat-Nya.” Kekuatan mengampuni orang lain itu merupakan ajakan bagi kita agar setia mengenang kembali doa Yesus yang sangat mengharukan ketika tangan-Nya terentang di salib: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk. 23:34).
Kebijaksanaan profetis mengampuni ini mendapatkan penekanan dalam ajaran Yesus sebagai koreksi atas asas mata ganti mata atau (lex talionis) bahwa orang yang telah melukai orang lain harus diganjar dengan luka yang sama, atau menurut interpretasi lain bahwa korban harus menerima ganti rugi yang setimpal.
“Kalian pernah mendengar kata-kata, ’Mata ganti mata, dan gigi ganti gigi.’ Tapi aku berkata kepada kalian: Jangan melawan orang jahat. Sebaliknya, kalau ada yang menampar pipi kananmu, berikan juga pipi kirimu.” (Mat 5:38,39).
Kata-kata Yesus ”Kalian pernah mendengar kata-kata” ini ditujukan kepada para pemimpin agama Yahudi yang mengajarkan umat untuk membalas dendam. Seorang pakar Alkitab bernama Adam Clarke mengatakan bahwa ”Tampaknya, orang Yahudi telah memanfaatkan hukum ini (mata ganti mata) sebagai dalih untuk membalas dendam, dan semua tindakan yang didorong oleh rasa dendam.” Akibatnya, tujuan awal dari hukum ini tidak tercapai (Mrk 7:13).
Di kalangan bangsa Yahudi terjadi kesalahpahaman tentang keberadaan hukum “mata ganti mata” ini. Sebenarnya, aturan ini tidak memperbolehkan tindakan main hakim sendiri. Jika dijalankan dengan benar, aturan ini menjadi dasar bagi para hakim untuk mewajibkan pelaku kesalahan agar memberikan ganti rugi.
Namun, aturan itu hanya berlaku setelah hakim memeriksa seperti apa latar belakang situasinya serta apakah si tertuduh memang sengaja melakukannya (Kel 21: 28-30; Bil 35: 22-25). Maka, hukum ”mata ganti mata” justru mencegah hukuman yang terlalu kejam.
Hukum Musa sendiri menyatakan, jangan membalas atau mendendam kepada sesama (Im 19: 18). Jadi Hukum Musa tidak mengajarkan orang untuk membalas dendam. Hukum ini justru mendorong orang untuk percaya kepada Allah dan kepada sistem hukum yang Dia amanatkan sejak semula untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.
Yesus hadir untuk mengoreksi secara total segala kekeliruan dan kesalahan penafsiran hukum itu. Kiblat akhir segenap makhluk adalah keselamatan kekal dalam Allah. Yesus menekankan bahwa kasih adalah dasar Hukum Allah.
Dia berkata, “Kasihilah Tuhan Allahmu . . . Itulah yang paling utama dan paling penting. Yang kedua, yang mirip dengan itu, Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.” Kedua perintah ini adalah dasar dari seluruh Taurat” (Mat 22:37-40).
Dia mengajarkan bahwa pengikutnya akan dikenal karena saling mengasihi, bukan karena suka membalas dendam (Yoh 13: 34,35).