Opini Pos Kupang
Fear of Missing Out Pengguna Medsos
Internet merupakan salah satu bentuk evolusi perkembangan komunikasi dan teknologi yang sangat berpengaruh pada kehidupan manusia
Fear of missing out (FoMO) merupakan ketakutan akan kehilangan momen berharga individu atau kelompok lain, di mana individu tersebut tidak dapat hadir didalamnya, dan ditandai dengan keinginan untuk tetap terus terhubung dengan apa yang orang lain lakukan melalui media sosial. Secara sederhana fear of missing out (FoMO) dapat didefinisikan sebagai ketakutan akan ketertinggalan informasi yang sedang terjadi.
Fenomena fear of missing out ditandai dengan adanya keinginan untuk terus berhubungan dengan apa yang individu lain lakukan melalui dunia maya. FoMO pada dasarnya merupakan kecemasan sosial yang dianggap biasa. Akan tetapi dengan perkembangan media sosial saat ini, menyebabkan fenomena FoMO menjadi lebih meningkat.
FoMO menimbulkan perasaan kehilangan, stres dan merasa jauh jika tidak mengetahui peristiwa penting orang lain. Dengan demikian, seseorang akan sangat fokus pada dirinya sendiri dan bisa menjadi sangat terserap aktivitasnya dalam menggunakan media sosial serta merasakan sensasi-sensasi kesenangan yang memunculkan ketertarikan yang kuat untuk tetap menggunakan media sosial tersebut secara berlebihan.
Hal ini didasarkan pada pandangan determinasi bahwa media sosial memberikan efek pembanding antar para pengguna mengenai tingkat kesejahteraan serta persepsi kebahagiaan menurut orang lain.
Media sosial memberikan jalan kepada seseorang untuk membiarkan orang lain mengetahui perilaku-perilaku yang terjadi dalam hidupnya sebagai bentuk penghargaan dirinya dan ketika orang lain melihat persepsi yang dimunculkan. Hal tersebut diterjemahkan sebagai bentuk kebahagiaan yang sebenarnya.
Bertolak dari implikasi `negatif' tersebut, maka sudah sepatutnya kita menjaga diri agar tidak sampai mengalami gejala FoMO. Bagi orang yang sudah memiliki kadar FoMO tinggi, hal ini bisa menimbulkan masalah karena orang tersebut cenderung untuk selalu mengecek akun media sosialnya dan melihat apa saja yang dilakukan teman-teman hingga dia rela mengabaikan aktivitasnya sendiri.
Memang media sosial memiliki manfaat positif yang cukup besar terhadap pola relasi pertemanan saat ini. Tapi persepsi tentang bagaimana orang menggunakan media sosial itu sendiri mulai berubah. Orang tidak lagi menghabiskan waktu berjam-jam di depan komputer hanya untuk sekadar membuka atau mengakses akun media sosial, namun cenderung menggunakannya untuk mengikuti kehidupan orang lain.
Akibatnya, orang tersebut mengalami ketakutan ketika ia tertinggal dari teman-temannya yang lebih up to date.
Oleh karena itu, kita perlu belajar untuk mengendalikan penggunaan media sosial, terutama mengurangi frekuensinya menjadi sedang atau biasa-biasa saja. Sebab, jika tidak, fenomena fear of missing out ini akan menciptakan pedang bermata dua bagi para penggunaan media sosial sendiri.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mengatasinya? Karena FoMO dilatari oleh ketidak-bahagiaan dan rasa kurang puas, maka kunci untuk mengatasinya adalah dengan cara bersyukur dan berbahagia. Paul Dolan, penulis Happiness by Design, menyebutkan bahwa kebahagiaan ditentukan oleh bagaimana kita mengalokasikan perhatian.
Berhenti memperhatikan media sosial bisa menjadi solusi awal. Kemudian bersyukurlah. Syukuri setiap hal, apa pun itu. Temukan sisi terang di setiap sudut yang kekurangan cahaya. Lalu nikmati kehidupan yang seimbang: belajar, bekerja, makan, tidur, tertawa, berbincang, memberi, mencintai secara nyata dan bukan maya.
Ciptakanlah dunia yang nyata supaya rasa tertinggal di jagad maya bisa teratasi. Berusahalah agar jangan sampai merasa tertinggal di jagat maya, karena dunia yang sesungguhnya adalah dunia yang nyata. Selamat menjalani Hari Media Sosial Nasional 10 Juni 2020. Ber-Medsoslah secara arif agar kekeluargaan menjadi erat. (*)