Opini Pos Kupang
Fatamorgana dan Etika Dalam Ber-Media Sosial (Merayakan Hari Komunikasi Sedunia 2021)
Fatamorgana dan etika dalam ber-media sosial (merayakan Hari Komunikasi Sedunia 2021)
Fatamorgana dan etika dalam ber-media sosial (merayakan Hari Komunikasi Sedunia 2021)
Oleh : Dr. Jonas KGD Gobang, S.Fil, MA, Dosen pada Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Nusa Nipa -Indonesia
POS-KUPANG.COM - Dunia sedang menghadapi gelombang kedua tsunami Covid-19. Berbarengan dengan itu pada Hari Komunikasi Sedunia, Paus Fransiskus menyeruhkan agar setiap orang dapat "bertemu dan berkomunikasi" dengan orang-orang lain di mana saja mereka berada. Tema Hari Komunikasi Sedunia adalah
"Datang dan Lihatlah" (Yoh 1, 46). Tema ini mau mengajak segenap warga dunia untuk memberikan kesaksian hidup, pandangan dan pengalaman dalam pertemuan dan kedekatan satu dengan yang lain.
Namun ketika dunia sedang dilanda gelombang kedua tsunami Covid-19, pertemuan dan kedekatan satu dengan yang lain harus dibatasi bahkan dicegah. Dunia membutuhkan cara lain untuk mewujudkan pertemuan dan kedekatan itu agar orang lain dapat bertemu dan berkomunikasi kendati secara virtual. Media sosial adalah pilihan yang rasional dalam situasi tersebut.
Baca juga: Penerbangan Dibuka Prokes Diperketat
Baca juga: Hasil & Klasemen Liga Spanyol, Barcelona Kalah, Madrid Nyaris Kudeta Atletico Madrid, Siapa Juara?
Tulisan ini mencoba memberikan pertimbangan etis dalam menggunakan media sosial ketika orang dibatasi untuk bertemu dan berdekatan satu dengan yang lain terutama di ruang-ruang publik.
Hal ini didorong oleh pengalaman di India di mana tsunami Covid-19 memuncak hingga berjatuhan ribuan korban jiwa dalam hitungan hari. Menggunakan media sosial dalam menjalin komunikasi dengan pihak lain merupakan pilihan yang praktis. Namun kendati pun praktis media sosial memiliki sejumlah implikasinya.
Implikasi Bermedia Sosial
Kehadiran media sosial ini memberikan implikasi secara sosial, politik, ekonomi, hukum dan budaya. Sederet peristiwa dalam ber-media sosial yang terjadi di berbagai tempat termasuk di negara kita sebagai dampak kehadiran media sosial ini.
Peristiwa-peristiwa itu dialami baik secara positif maupun negatif oleh para pengguna atau pemilik akun jejaring sosial. Bahkan batas antara perbuatan ma'ruf (perbuatan baik) dan perbuatan yang mungkar (perbuatan jahat) dalam ber-media sosial begitu tipis.
Baca juga: Promo KFC Senin 17 Mei 2021, Promo KFC Crazy Deal 5 Potong Ayam Mulai Rp 59ribuan
Baca juga: Diperintah Bupati Mabar Edi Endi, Direktur Perumda Wae Mbeliling Akan Survei Kampung Lobohusu
Thomas L. Friedman mengatakan bahwa dunia ini menjadi begitu flat, rata, tipis karena telah dihubungkan oleh jaringan internet dan berhasil mendekatkan semua orang dan semua bangsa di berbagai belahan dunia (the world is flat).
Setiap detik orang dapat berinteraksi dengan siapa saja, mengunggah atau meng-update status atau foto, secara bebas mengekspresikan kegalauannya pada akun jejaring sosial miliknya.
Prosesnya begitu cepat hingga terkadang bisa lepas kontrol baik oleh akal budi maupun oleh sikap bijak sang pengguna akun. Media sosial sesungguhnya telah menyingkap batas-batas individu atau kelompok dan dunia menjadi seolah tanpa sekat.
Karena itu kontrol akal budi dan sikap bijak dari para pengguna media sosial adalah senjata pemungkas dari semua permasalahan dalam ber-media sosial.
UU ITE (Informatika dan Transaksi Elektronik) rasanya tidak memberikan jawaban tuntas atas persoalan etis dalam ber-media sosial. Undang-undang ini mengatur bagaimana kita berinteraksi dan bertransaksi di dunia maya tanpa melepaskan diri dari kenyataan sosial kita.