Sambut Pilpres 2024 Azyumardi Azra Cemaskan Poros Islam Indonesia, Begini Kata Anis Matta: Itu Sulit

Meski momentum pemilihan presiden masih jauh, namun saat ini wacana tentang figur dan peluang pembentukan poros politik telah diwacanakan. 

Editor: Frans Krowin

POS-KUPANG.COM, JAKARTA -- Meski momentum pemilihan presiden masih jauh, namun saat ini wacana tentang figur dan peluang pembentukan poros politik telah diwacanakan. 

Terhadap fakta tersebut, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra mengatakan, poros seperti itu akan sulit terwujud.

Pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) itu juga menilai, poros Islam dalam kontestasi Pemilu 2024, rasanya mustahil. Sebab sejauh ini antar partai politik bernafaskan islam saja susah bersatupaham.

Selama ini, kata Azyumardi Azra, Indonesia memiliki dua partai politik berbasis agama Islam.

Dua partai politik tersebut, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Walau pun sama-sama bernafaskan islam, lanjut Azyumardi Azra, namun kedua partai politik tersebut sulit untuk bersama-sama.

“Susah walaupun sama-sama berbasis islam antara PKS dengan PPP,” ujar Pemerhati Politik Islam ini dalam Diskusi  Virtual Moya Institute ‘Prospek Poros Islam dalam Konstestasi 2021, Jumat 7 Mei 2021.

Pertama, lanjut dia, adanya konstestasi di partai-partai Islam itu sendiri, sehingga koalisi poros Islam itu hanya akan sebatas wacana.

“Kontestasi di antara partai-partai Islam itu sendiri. Walaupun sama-sama berbasis Islam antara PKS dengan PPP itu susah, nggak mudah. Mungkin PPP itu lebih senang bekerjasama dengan PDIP atau partai lainnya daripada PKS,” ujarnya memberi contoh.

Kedua, kata Azyumardi Azra, budaya politik (political culture) masyarakat Islam di Indonesia yang tidak kondusif untuk partai Islam.

Oleh karena itu, katanya, meskipun penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam, namun hal tersebut tidak menjadi jaminan akan besarnya dukungan kepada partai Islam.

“Ini mungkin terkait dengan distingsi Islam Indonesia itu yang prinsipnya itu fleksibel dan pokoknya bagaimana nanti saja. Walaupun berbagai penelitian menunjukkan keislaman meningkat, kesalahen individualnya itu meningkat.”

“Saya sering mengkritik kesalehan itu meningkat tapi itu tidak diterjemahkan kepada keadaban publik. Sangat disayangkan kesalehan itu tidak diterjemahkan, tidak diaktualisasikan ke dalam sikap politik, walaupun kemudian pengamat asing melihat ‘Wah ini kalau semakin banyak yang pakai jilbab, maka kemudian ini partai islam akan menang.’ Tetapi seperti begitu kenyataannya,” ucapnya.

Prof Dr Azyumardi Azra (Pemerhati Politik Islam/Mantan Rektor UIN Jakarta)
Prof Dr Azyumardi Azra (Pemerhati Politik Islam/Mantan Rektor UIN Jakarta) (Tribunnews.com)

Ketiga adalah tidak adanya sosok pemimpin Islam yang kuat dari kalangan santri dan bisa diterima dan diusung oleh partai-partai Islam di Indonesia. “Jadi ini harus ditemukan,” tegasnya.

Keempat, kata dia, hegemoni partai-partai berbasis Pancasila.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved