Opini Pos Kupang

Konsumsi dan Produksi Pengetahuan Dunia Pendidikan di Era Pandemi

Sejak masa pendemi, pembelajaran dengan metode daring menjadi pilihan yang paling banyak dibuat

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Konsumsi dan Produksi Pengetahuan Dunia Pendidikan di Era Pandemi
DOK POS-KUPANG.COM
Logo Pos Kupang

Oleh : Rully Raki, Pengajar Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat St. Ursula-Ende

POS-KUPANG.COM - Sejak masa pendemi, pembelajaran dengan metode daring menjadi pilihan yang paling banyak dibuat. Dengan alasan untuk memperpanjang nafas dan gerakan pendidikan, berbagai hal disediakan untuk mendukung metode ini. Pemerintah misalnya membagikan Kuota internet untuk mendukung program pembelajaran daring.

Kondisi di atas tentunya membawa dampak pada masifnya akses informasi di internet oleh para pelajar. Mulai dari level paling bawah yakni pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.

Tulisan ini dibuat untuk menyoroti sedikit melihat bagaimana dinamika program daring dan akses informasi dalam kaitannya dengan produksi dan konsumsi pengetahuan.

Pada situasi ini pelaksanaan pendidikan di masa pendemi membuat banyak pengajar dan sekolah memilih untuk melakukan transfer pengetahuan dengan mengandalkan kemandirian peserta didik. Guru atau dosen memberikan tugas.

Baca juga: Kode Redeem ML Hari Ini 7 Mei 2021, Buruan Klaim Kode Redeem Mobile Legends dari Moonton

Baca juga: Vicky Zainal Diduga Diselingkuhi Suami dan Ditolak Bercinta Dianggap Gendut,Ia Lapor Komnas Perepuan

Selanjutnya, siswa atau mahasiswa menyelesaikan tugas dan mengumpulkan tugas untuk mendapat penilaian. Dinamika seperti itu yang umumnya terjadi sekarang di dunia pendidikan.

Di tengah dinamika demikian, hampir tidak ada filter atau indikator yang bisa secara sahih membuktikan dan menjamin adanya kreativitas berpikir, daya nalar dan usaha siswa itu sendiri. Tidak ada juga yang bisa menjamin bahwa semua pekerjaan yang dibuat sendiri atau dengan ilmu copy paste dari dukun Mbah Google.

Kebanyakan mekanisme kerja yang diketahui dan dijalankan oleh para pelajar itu adalah sebagai berikut. Mereka melihat tugas, lalu mencari jawaban di internet, menempel jawaban pada lembaran word di komputer dan mengirimkannya pada pengajarnya.

Pada situasi seperti yang digambarkan tadi, ada beberapa hal yang paling kurang akan terjadi. Pertama, situasi di atas berkemungkinan sangat besar mencetak generasi hanya tahu dan hanya bisa mengkonsumsi informasi ataupun pengetahuan saja.

Baca juga: Cegah Klaster Mudik Lebaran

Baca juga: KOMPAK Indonesia Dukung Polda NTT Ungkap Aktor Intelektual Proyek Awololong Lembata

Hal demikian terjadi karena pada masa pandemi ini, ketika semua bentuk pendidikan dibuat secara daring, terjadi akses yang besar terhadap berbagai informasi dan pengetahuan di internet.

Dalam pikiran anak-anak didik ini imaginasi tentang kewajiban mereka yang terbentuk adalah mencari atau mengkonsumsi segala macam bentuk informasi dari internet untuk sekadar membuat tugas atau makalah. Setelah itu mereka langsung mengumpulkannya.

Kedua, jika hal di atas terjadi maka akan terjadi penebalan mental pasif untuk berpikir dan matinya kreatifitas serta filter kritis anak-anak didik. dalam artian ini, peserta didik hanya akan mengikuti atau meng copy paste informasi yang sudah disajikan di dunia maya. Jika hal ini diteruskan dan diulang-ulang maka mental pasif itu akan jadi kebiasaan.

Jika tindakan ini dibuat secara terus-menerus dan dibuat banyak orang, ia bisa tumbuh menjadi kebiasaan dan tradisi. Sebagaimana yang diungkapkan Max Weber, kebiasaan atau tradisi bisa tumbuh menjadi pilihan rasional individu (Royce, 2016).

Pada situasi tertentu individu bisa memilih bertindak demikan karena sudah jadi kebiasaan dan dibuat banyak orang.

Apabila mental pasif itu sudah menjadi kebiasaan, akan besar kemungkinan kebiasan ini menjadi pilihan rasional bagi generasi ini ketika berhadapan dengan tugas. Apa yang akan terjadi dengan dunia pendidikan jika dihuni dan dipenuhi generasi dengan karakter demikian?.

Situasi ini kemudian akan memunculkan hal ketiga yakni yang disebut penulis sebagai pemumpukan mental konsumerisme pengetahuan atau terhadap informasi. Di sini tujuan tindakan mereka hanya satu yakni memuaskan keinginan dengan memenuhi halaman dengan tulisan dan segera mengumpulkan untuk mendapat nilai.

Naluri mengkonsumsi yang ada hadir berdasarkan keinginan tanpa pertimbangan logis. Tidak akan ada pertimbangan, apakah ini atau itu saya butuhkan atau tidak.Yang terjadi hanyalah pengumpulan informasi oleh peserta didik tanpa diikuti pengetahuan yang cukup atau sikap kritis.

Tidak ada kepedulian entakah informasi ini sudah sesuai kebutuhan mereka atau tidak.

Produksi Pengetahuan

Mengutip tulisan Alfred N. Whitehead pada kuliahnya di Universitas Harvard tahun 1920, beliau mengatakan bahwa proses pembentukan sikap dan mental ilmiah jauh lebih urgen dari pada mendorong kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi (Kleden, 2015).

Terkait dengan itu, hal urgen yang mesti diperhatikan adalah hadirnya mental dan sikap dasar atau etika dalam dunia pendidikan. Itu mesti dibentuk pada peserta didik sebelum mereka diberikan keleluasaan dalam mengakses berbagai informasi pengetahuan dan teknologi.

Masih mengutip Whitehead yang menyatakan tentang eksistensi teknologi di sebuah negara yang tidak dengan serta menjadi indikator majunya sebuah negara karena teknologi bisa dibeli karena sebuah negara maju ialah negara yang bisa memproduksi teknologi bahkan mengetahui cara untuk memproduksi teknologi itu (Kleden, 2015).

Maka sepaham dengan beliau, pendidikan yang baik ialah pendidikan yang bukan hanya terjadi transfer ilmu pengetahuan dari guru atau dosen pada peserta didik.

Pendidikan mestinya bisa mencapai kondisi ideal peserta didik mesti bisa memproduksi pengetahuan dengan jalan yang mereka temukan sendiri.

Jika fakta seperti mental pasif, kebiasaan copy-paste dan konsumerisme pengetahuan dibiarkan terus terjadi, maka hal yang akan sangat memrihatinkan adalah terjadinya salah kaprah dalam memanfaatkan situasi dan mekanisme pendidikan daring. Para pelajar akan dimanjakan oleh kemudahan akses informasi karena teknologi yang akan mematikan etos dan gairah memproduksi pengetahuan.

Apa yang akan terjadi dengan dunia pendidikan apabila kebanyakan peserta didik hanya mencari gampang untuk mengerjakan tugas?

Apa yang akan terjadi jika media online atau kouta internet yang diberikan baik itu oleh orangtua atau pemerintah hanya digunakan membuat tugas atau belajar seadanya dan lebih banyak dihabiskan untuk bermain game atau mengupload foto atau bergoyang dengan ragam pada aplikasi tertentu? Masih mungkinkah terjadi produksi pengetahuan di tengah situasi ini?

Memproduksi Pengetahuan

Tidak ada yang mempersalahkan jika siswa memanfaatkan bantuan Google untuk mencari informasi terkait tugas yang diberikan. Namun hal yang mesti diperhatikan adalah tindakan mencari atau mengkonsumsi informasi mesti dibarengi sikap selektif atau sikap kritis. Hal ini dibutuhkan karena ada berbagai konten yang disajikan di dunia maya.

Ketajaman berpikir dan sikap selektif sangat dibutuhkan ketika berhadapan dengan situasi tadi. Ini penting agar informasi atau pengetahuan yang diambil bisa berguna, bukan saja untuk menyelesaikan tugas tetapi sanggup memberikan hal atau informasi yang baru bagi peserta didik, teman-teman yang mungkin melihat tugas bahkan pada pengajar mereka sendiri.

Kebaruan informasi ini bisa memberikan bobot tersendiri bagi kualitas pendidikan daring yang baik. Bahwa informasi atau pengetahuan yang diperoleh bisa dielaborasikan dengan pengetahuan lain untuk menghasilkan hal yang baru.

Tindakan ini bisa menjadi inovasi sekaligus mengembangkan kreativitas siswa dalam proses belajar secara daring di masa pendemi ini. Di sinilah produksi pengetahuan sebagaimana yang dikatakan Whitehead, dapat terjadi.

Untuk mencapai itu, paling kurang ada hal-hal yang bisa dibuat. Pertama, pengajar memberikan bahan atau merokemendasikan sumber internet entah itu berita atau tulisan, jurnal yang kredibel atau terjamin bisa dipercaya.

Namun hal ini hanya bisa terjadi apabila stok referensi dari pengajar itu sendiri banyak dan bagus. Ini jadi pekerjaan rumah yang mesti dibuat dan dimiliki seorang pengajar.

Kedua pengajar memberikan tugas atau soal yang merangsang daya nalar logis dan kritis peserta didik. Hal ini dibutukan sebab meskipun itu didasarkan pada informasi di internet, daya nalar kritis logis dan kreatifitas siswa atau mahasiswa tetap terjaga dan tidak tenggelam oleh banyaknya informasi yang mereka peroleh.

Di sini, pengetahuan atau informasi internet hanya menjadi media yang diolah memperoleh pengetahuan. Ia tidak menjadi hal utama yang ditonjolkan karena mungkin saja informasi itu tidak valid atau hoax.

Dengan melakukan hal-hal tadi, maka menjalankan pendidikan yang baik dan berkualitas bukanlah utopia pada dunia pendidikan masa pandemi ini. (*)

Kumpulan Opini Pos Kupang

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved