Opini Pos Kupang
Digugu dan Ditiru
Semboyan Ki Hajar Dewantara menyadarkan peran guru untuk berintrospeksi dalam merealisasikan pembelajaran daring di masa pandemi Covid-19
Oleh: Bernardus Badj (Penulis Belajar di Kongregasi Scalabrinian Ruteng-Manggarai-Flores)
POS-KUPANG.COM - Semboyan Ki Hajar Dewantara menyadarkan peran guru untuk berintrospeksi dalam merealisasikan pembelajaran daring di masa pandemi Covid-19.
Karya pendidikan yang diselenggarakan oleh Lembaga Pendidikan Indonesia (LPI) merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia berdasarkan Undang-Undang 1945 (art.45).
Hal tersebut merupakan tujuan dari pendidikan demi masa depan bangsa yang sejahtera. Masa depan bangsa berada di tangan generasi sekarang. Mereka adalah fondasi utama untuk mempersiapkan masa depan bangsa yang baik.
Segala usaha dan tindakan mereka dalam dunia pendidikan adalah cerminan yang akan memperlihatkan implikasinya terhadap kemajuan bangsa. Kriteria umum pencapaian tujuan dari pendidikan ialah memadukan seluruh aspek kehidupan dalam dunia pendidikan (art.100), dan puncak realisasi tujuan pendidikan adalah kematangan intelektual dan spiritual para siswa (art.112).
Baca juga: Mosi Tidak Percaya Jangan Rugikan Warga
Baca juga: Promo KFC Selasa 4 Mei 2021, Promo KFC Crazy Deal 5 Potong Ayam Cuma Rp 59 ribuan
Generasi sekarang membutuhkan kehadiran guru yang handal dalam dunia pendidikan. Guru adalah kunci sukses pendidikan dan penentu keberhasilan tercapainya tujuan pendidikan (art.96).
Hubungan pribadi antara siswa dan guru sangat menentukan keberhasilan untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan dan para `formator' merupakan kebutuhan yang vital dan harapan yang sah bagi sekolah.
Guru
Diksi `Guru' adalah akronim dari bahasa Jawa, digugu dan ditiru. Seorang guru sejatinya mampu menjadi suri teladan. Kehadirannya memberikan jalan yang terbaik bagi siswanya. Siswa dapat mengaktualisasikan teladan guru dengan cara melihat dan menirunya.
Menjadi teladan dalam hal ini, guru mampu bertindak sebagai panuntan dalam menjunjung tinggi sikap yang baik, semangat yang kokoh dan juga budi pekerti yang luhur. Di samping itu, kehadirannya bertindak sebagai kompas penunjuk arah bagi siswanya.
Baca juga: Alquran Sebagai Fondasi Utama Menuju Keimanan dan Ketakwaa Kepada Allah SWT
Baca juga: Promo Alfamart Selasa 4 Mei 2021, Marjan Squash 450ml Rp 8.900, Beli Samyang Gratis Sosro Teh Botol
Seorang guru juga harus menganggap bahwa profesinnya adalah momentum berdedikasi total kepada bangsa dan negara. Jika seorang guru sudah berpikir seperti itu, maka guru akan menjalankan tugas dan kewajibannya secara iklas, tanggung jawab, dan tekun.
Hal tersebut dapat membangun etos kerja yang baik. Selain memiliki etos kerja yang baik, seorang guru juga harus memiliki disiplin profesi yang tinggi agar bertindak profesional
Lembaga pendidikan merupakan rumah kedua bagi siswa. Hal ini berarti bahwa guru juga menjadi orang tua kedua bagi para siswanya. Sebagai guru, tugasnya bukan hanya mengajar melainkan juga mendidik.
Sebaliknya para siwsa tidak hanya mengejar nilai akademis saja tetapi berhak mendapatkan pendidikan yang berkaitan dengan olah hati, olah pikir, olah rasa dan olah raga, dan juga sekolah sebagai mitra keluarga, bukan hanya mengenai masalah-masalah akademis melainkan juga masalah-masalah sensistif seperti pendidikan agama, moral atau moral atau seks, orientasi ke profesi pemilihan panggilan hidup (art.42). oleh karena itu, sekolah harus melibatkan orang tua sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya (art.43)
Penerapan pembelajaran bertatap muka antara guru dan siswa sangat bermanfaat dalam lembaga pendidikan. Apalagi didukung oleh program K-13. Program tersebut memprioritaskan internalisasi nilai-nilai karakter kapada siswa.
Nilai-nilai karakter seperti kejujuran, ketekunan, ketaatan, kedisiplinan, dan tanggung jawab. Nilai-nilai ini dapat tercipta apabila adanya kerja sama antara guru dan siswa. Guru dapat menginternalisasi nilai-nilai karakter kepada siswanya apabila mereka mengikuti regulasi yang telah ditentukan oleh lembaga dengan baik.
Pendidikan Daring di Masa Pandemi
Saat ini, semua Negara di dunia sedang menghadapi pandemi Covid-19. Covid-19 membatasi ruang gerak setiap orang, termasuk dalam dunia pendidikan. Di indonesia kurang lebih satu tahun semua aktifitas pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah sampai perguruan tinggi dilakukan secara daring.
Di satu sisi, pembelajaran daring dipilih sebagai salah satu alternatif guna memutuskan mata rantai penularan Covid-19, akan tetapi di sisi lain alternatif tersebut mempunyai implikasi destruktif terhadap realisasi pembangunan karakter (Character building).
Pembelajaran daring serentak mengabaikan sekaligus menguras internalisasi nilai-nilai karkter yang perlu ditanamkan ke dalam diri siswa. Guru dan siswa membatasi jarak dalam menjalankan proses pembelajaran.
Metode pembelajaran semacam itu menciptakan kesenjangan eksistensi guru dan siswa. Keterlibatan guru dalam mendidik siswa hanya memfokuskan pada gadget. Dalam hal ini, guru berperan hanya sebatas pengajar bukan pendidik.
Penerapan pembelajaran daring akan berpengaruh terhadap prilaku guru dan siswa. Pembelajaran semacam itu hanya memanfaatkan gadget. Mereka seakan diperhamba oleh gadget. Gadget tampil sebagai tuan dari segala aktifitas untuk menunjang proses pendidikan.
Kehadirannya sebagai sentral dari semua kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan. Entah sadar atau tidak, gadget memang dapat mendorong tercapainya pembelajaran daring tetapi mengabaikan internalisasi nilai-nilai karakter kepada siswa.
Pembelajaran daring hanya berpusat pada transfer pengetahuan. Partisipasi guru melalui gadget hanya formalitas belaka. Guru kesulitan memastikan keseriusan siswanya dalam mengikuti pembelajaran. Efisiensi dan efektivitas pembelajaran tersebut hanya memenuhi sebagian aspek penilaian saja. Tentunya, dilihat dari segi penilaian IQ (Intelectual Quantity).
Permasalahan lain dari penerapan pendidikan daring adalah kurangnya kontrol guru. Kehadiran mereka tidak secara langsung dalam mengontrol siswanya. Mereka tidak mengetahui sejauh mana perkembangan kepribadian siswanya secara emosional, spiritual, dan kualitas hidup.
Guru ada ketika pembelajaran daring berlangsung tanpa `memanage' dan hadir di tengah siswa. Partisipasi guru seakan menghindar dari tanggung jawab sebagai pendidik.
Pembelajaran daring menumbuhkembangkan mental instan di dalam diri siswa. Mereka memanfaatkan gadget untuk menyelesaikan tugas yang diembankan oleh guru melalui cara yang instan.
Men-download tugas menggunakan internet. Cara tersebut akan membentuk mental malas dan membangun kebiasaan ingin cepat menyelesaikan tugas tanpa melalui proses yang panjang. Dalam hal ini, niali-nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran akan memudar.
Pendidikan merupakan proses yang panjang. Proses tersebut mempunyai alur yang jelas demi mencapai tujuan bersama (Bonum Commune). Eksistensi guru dan para siswa berperan penting dalam menciptakan tujuan tersebut. Hal ini dapat dilakukan melalui kesadaran dalam bertindak.
Dalam artian bahwa, tujuan bersama dapat tercapai apabila kesadaran dan kerjasama dalam proses pendidikan tercipta secara baik
Digugu dan Ditiru
Setiap tangal 2 Mei tak lupa pula mengenang kembali jasa bapak pendidik kita Radenmas Suardi Suryaningrat itulah nama aslinya, Ki Hajar Dewantara penegak hari pendidikan Nasional. Ki Hajar Dewantara adalah salah satu tokoh nasional yang berperan penting dalam dunia pendidikan.
Kehadirannya telah menginspirasi setiap orang. Semboyan yang sangat populer dan telah menginspirasi para pendidik adalah Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Magnum Karsa dan Tut Wuri Handyani. Semboyan tersebut merupakan rujukan inrtospeksi terhadap kesadaran multi-peran guru.
Pertama, Ing Ngarsa Sung Tulada. Ungkapan tersebut berarti, guru berada di depan sebagai kompas penunjuk arah untuk siswanya. Di satu sisi kehadirannya sebagai terang untuk menerangi langkah siswanya dan di sisi lain, menjadi suri teladan.
Teladan dan cara hidup tersebut merupakan langkah konkret untuk membuka jalan yang baik bagi siswanya. Siswa dapat membangkitkan spirit untuk mengikuti teladannya demi masa depan yang cemerlang.
Kedua, Ing Madya Magnum Karsa. Kalimat tersebut bermakna di tengah atau di antara murid, seorang guru harus berperan sebagai sahabat untuk menciptakan praaksara dan ide. Guru turut berpartisipasi secara langsung dalam kehidupan siswanya.
Segala persoalan yang dirasakan oleh para siswa mesti dirasakan juga oleh guru. Dalam hal ini, guru dan para siswa saling bahu membahu. Saling menggandeng tangan agar selalu berjalan bersama dalam meraih masa depan demi bangsa dan negara.
Ketiga, Tut Wuri Handyani. Kalimat tersebut berarti dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan untuk mendukung. Dorongan seorang guru merupakan kekuatan atau spirit yang sangat berarti bagi para siswanya.
Mendorong para siswa untuk selalu bertindak jujur, disiplin, taat aturan, tekun dan tanggung jawab. Nilai-nilai seperti inilah yang harus ditanamkan dalam diri setiap siswa. Itulah kehadiran guru dalam mendukung langkah menuju masa depas siswanya yang baik.
Semboyan di atas adalah suatu kalimat introspeksi untuk membangkitkan kesadaran guru dalam menjalankan proses pembelajaran daring di masa pandemi covid-19.
Semboyan tersebut juga mengajak mereka untuk menyadarkan diri akan peran dan tanggung jawab sebagai pengajar sekaligus pendidik. Keberadan mereka dalam dunia pendidikan memegang peranan yang sangat penting. Peran tersebut adalah tanggung jawab yang luhur dalam membentuk langkah generasi sekarang.
Oleh karena itu, guru mesti mempunyai kesadaran dan tanggung jawab dalam menjalankan perannya. Eksistensinya dalam dunia pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting. Pandemi bukanlah halangan bagi para guru untuk menjalankan tugasnya.
Guru seharusnya berinisiatif dan bersikap kritis dalam memahami situasi agar dapat berperan selayaknya sebagai pengajar tanpa mengabaikan peran sebagai pendidik. Mendekatkan diri terhadap siswa satu persatu melalui pendekatan internal tanpa hanya memfokuskan diri pada `share' pengetahuan. *