Nasib Imigran Asal Afganistan di Kupang: Kami Seperti Burung Dalam Sangkar
RABU (28/4/2021) pagi di depan Kantor IOM Kupang. Puluhan imigran asal Afganistan berkumpul
POS-KUPANG.COM - RABU (28/4/2021) pagi di depan Kantor IOM Kupang. Puluhan imigran asal Afganistan berkumpul. Selain laki-laki dan perempuan dewasa, ada remaja dan anak-anak. Ada juga wanita yang sedang hamil.
Mereka bukan memenuhi undangan pihak IOM Kupang. Melainkan menggelar aksi protes. Sebagian mereka membawa kertas kartun dengan berbagai tulisan, di antaranya: Help Me, Perhatian Pengungsi yang Terlupa di Kupang; We Are Being Killed Physically in Afghanistan and Mentally in Indonesia; Save Our Childhood; This Is My Dream Home; This Is Our Life Please; Do Not Play With Refugees Lives; Please Pay Attention To The Forgotten Refugees in Indonesia; We Want Resettlemen.
Berikutnya, We Are Waiting For 7 Years, It Is Too Long Our Children Become Elder Their Future Is Uncertainty Please Save Our Childrens Future; UNHCR, IOM Futur Kita Ada di Tanganmu, Buka Hatimu Kami Meminta proses.
Imigran berstatus pengungsi ini ingin bertemu pimpinan IOM Kupang, namun tidak berhasil. Sementara sejumlah staf IOM berdiri melihat.
Baca juga: Sherina Munaf: Tuai Pujian
Baca juga: Mutiara Ramadan: Sholat Idul Fitri, Hukumnya Menurut 4 Madzhab dan Keutamaannya
Kubra Hasani kecewa dengan sikap IOM Kupang yang tak mau bertemu dan berdialog dengan mereka.
"Tolong buka hatimu, kami minta diproses. Sudah lama kami di sini, cukup sudah, semua kita capek. Ada ibu hamil, anak-anak sekarang datang ke sini. Kenapa? Karena kami capek," kata Kubra dengan mata berkaca-kaca.
Ia mengungkapkan, di antara mereka ada yang datang sejak tahun 2013 tapi hingga kini belum diproses IOM dan UNHCR untuk pindah ke negara ketiga.
"Kita lari dari Afghanistan karena perang tapi di sini kita mendapatkan masalah mental. Satu tahun ini sudah ada 13 orang pengungsi yang bunuh diri di Indonesia," sebutnya.
Baca juga: Kode Redeem FF Besok 1 Mei 2021, Segera Klaim Kode Redeem Free Fire Terbaru
Baca juga: Tambah ATM BRI di Kota Labuan Bajo
Selama di Kupang, imigran asal Afganistan merasa terisolasi. Mereka dilarang tidak boleh berpergian atau bekerja, tak mendapatkan hak sebagaimana manusia lain karena status pengungsi.
"Coba rasakan apa yang kami rasakan. Kami hanya ingin hidup normal di negara lain tapi kami tidak diproses, hanya bilang tunggu, tunggu, sampai kapan?" ujar Kubra kesal.
Ia mengatakan, setiap bulan pihak IOM memberikan uang tapi tak berkomunikasi tentang proses kepindahan mereka.
"Beberapa kali kita omong dengan mereka (IOM), tapi tidak ada solusi, tidak ada respon. Itu yang buat kami berkumpul di sini. Proses ini terlalu lambat, kami capek," keluhnya.
Imigran lainnya, Mohaddese (20) mengaku ingin bekerja dan mengenyam pendidikan yang layak tapi tidak diperbolehkan.
"Kami seperti hidup di penjara, seperti burung dalam sangkar, punya sayap tapi tak bisa terbang," katanya.
Yegane (14) kuatir pengungsi mengalami masalah mental. "Kondisi depresi sangat mengganggu dan menyakiti saya karena melihat orang disekitar tidak punya kesempatan mengembangkan diri," ujarnya.