Opini Pos Kupang

Radikalisme, Krisis Nalar Kritis?

Di tengah krusialnya penyebaran pandemi Covid-19, masyarakat terkejut dan terjerembab dalam dimensi ketakutan dengan aksi brutalis

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Radikalisme, Krisis Nalar Kritis?
DOK POS-KUPANG.COM
Logo Pos Kupang

Menurut hasil kajian yang dilakukan Wahid Institute, tindakan radikalisme yang terjadi di Indonesia ada sekitar 600.000 jiwa warga Negara Indonesia (WNI) yang pernah melakukan tindakan radikalisme. Kesimpulannya ada sekitar 0,4 persen data ini dihitung berdasarkan populasi penduduk dewasa sekitar 150 juta jiwa.

Sejurus dengan itu, pada tahun 2018 juga terjadi peristiwa bom bunuh diri yang terjadi di tiga kawasan Gereja di Surabaya sekaligus. Gereja yang termasuk dalam pembomman ini adalah Gereja Santa Maria Tak Bercela di jalan Ngagel Madya, Gereja Kristen Indonesia di jalan Diponegoro dan Gereja Pentekosta di jalan Arjuno.

Diketahui bahwa eksekusi bom bunuh diri ini terjadi dalam waktu yang bersamaan dengan korban tewas sebanyak 14 orang dan yang mengalami luka-luka sebanyak 43 orang (Tempo.Com. 28/03/2021).

Melihat realitas yang terjadi, bahwa skandal intoleransi yang tercermin dalam tindakan radikalisme (teroris) di Negara Indonesia barangkali sekontur dengan apa yang dikatakan oleh filsuf Hannah Arendt, banalitas kejahatan, yaitu melakukan kejahatan radikalisme sudah menjadi hal yang biasa untuk dilakukan secara terus menerus.

Keberagaman seakan-akan menjadi virus yang mesti ditindaklanjuti dengan suntikan radikalisme. Padahal, dalam historisitas Negara Rrepublik Indonesia menegaskan bahwa pluralitas agama atau kepercayaan sudah dilegitim secara konsensus dengan Pancasila sebagai basis persatuan. Namun menjadi ironis, sebab radikalisme atas nama agama semakin merajalela dan terus bereskalasi dalam tataran yang lebih ekstrim.

Hemat saya, latar belakang yang membuat para kandidat teroris terperangkap dalam agitasi para penyebar doktrin menyesatkan ini adalah krisisnya nalar kritis untuk memilah dan memilih mana yang baik (sesuai moral) dan mana yang kurang baik (amoral).

Sehingga tidak heran apabila banyak orang dengan mudah terbawa arus untuk mengambil bagian dalam ideologi yang menyesatkan itu. Hal ini tentu tidak lain disebabkan oleh kurangnya nalar kritis.

Di samping itu, krisis nalar kritis juga secara gamblang dapat dilihat melalui semakin meningkatnya orang yang melakukan terorisme dengan agama tertentu sebagai bajak identitas.

Sebab, kalau kita berpikir secara kritis bahwa untuk apa melakukan pembomman di depan orang yang dianggap kafir dengan mengorbankan diri sendiri sebagai subjek yang beraksi?

Tentu bagi orang yang mengalami erosi nalar kritis pasti cepat atau lambat akan terjerumus dalam ideologi yang menyesatkan ini. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia harus segera diberikan suntikan vaksin agar segera disembuhkan dari kerangkeng dan penyakit kronis krisisnya nalar kritis.

Pembekalan Pengetahuan Pancasila

Radikalisme yang selalu menghantui dan mengancam kehidupan bangsa Indonesia, sudah sepatutnya dan seharusnya digebrak dan dicegah secara represif dengan membentuk kerja sama antara stakeholders, tokoh agama dan seluruh masyarakat Indonesia.

Salah satu alternatif yang saya tawarkan adalah Pancasila sebagai dasar berdirinya Negara mesti selalu digalakkan bagi pendidikan yang diterapkan, baik itu di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat sosial.

Sebab yang paling rentan masyarakat yang terperangkap dalam hasutan provokasi para penyebar doktrin menyesatkan (radikalisme) adalah para kaum muda. Hal ini dibenarkan dengan dua kejadian teroris yang terjadi beberapa hari yang lalu; Pertama terkait bom bunuh diri yang dilakukan oleh pasangan muda yang keduanya kelahiran 1995 di depan Gereja Makkasar, lalu yang kedua, berafiliasi dengan insiden seorang perempuan yang menjebol markas besar Polri di Jakarta yang baru berumur 26 tahun.

Harus diakui bahwa kesadaran masyarakat terkait pentingnya pengetahuan Pancasila
masih sangat minim. Karena itu kesadaran masyarakat akan bertumbuh manakala nilai-nilai Pancasila tersebut terus digalakkan dalam kehidupan sehari-hari.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved