Pemerintah Putuskan Impor Beras, Anggota DPR RI Bilang Begini: Fakta, Bulog Gagal, Tengkulak Menang!
Keputusan pemerintah pusat untuk melakukan impor beras, kini menuai kontroversi. Kalangan DPR RI menyebut, keputusan itu cermin kegagalan Bulog.
Pemerintah Putuskan Impor Beras, Anggota DPR RI Bilang Begini: Fakta Bulog Gagal, Tengkulak Menang!
POS-KUPANG.COM - Keputusan pemerintah pusat untuk melakukan impor beras, kini menuai kontroversi. Kalangan DPR RI menyebut, keputusan itu cermin kegagalan Bulog.
Kritikan tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi. "Ini buntut dari kegagalan Bulog." katanya.
Sebagai perusahaan BUMN, kata Dedi Mulyadi, Bulog tidak memiliki kemampuan menyerap gabah petani sehingga para petani menjual hasil padinya ke tekngkulak.
Padahal tengkulak tidak semuanya memiliki modal yang cukup untuk membeli semua gabah petani.
"Banyak tengkulak yang baru bisa membayar setelah penjualan. Sehingga ada titik waktu banyak para petani kecil yang mengalami kekosongan keuangan karena menunggu hasil gabahnya menjadi beras dan laku di pasar," kata Dedi, Kamis, 25 Maret 2021.
Menurut Dedi Mulyadi, daya serap Bulog selama ini sangat rendah. Bahkan sering pula Bulog membeli beras di bawah tengkulak.
Misalnya, tengkulak membeli gabah dari petani Rp 4.200 per kilogram, sedangkan Bulog hanya Rp 3.800 per kilogram.
Hal itu karena memang Bulog memiliki kehati-hatian dalam membeli gabah.
Selain itu, ujar Dedi, Bulog juga ternyata tidak mampu menjual beras.
Hal itu bisa dilihat dari masih banyaknya stok lama yang tak bisa keluar.
"Banyak beras lama tak terpakai berarti tak bisa keluar kan, sehingga mengalami kerusakan," kata politisi Golkar ini.
Kemudian, lanjut Dedi, Bulog tak memiliki gudang dengan tekonologi memadai dalam penyimpanan beras. Akibatnya, beras yang disimpan di gudang tidak bisa bertahan lama sehingga mudah busuk.
Selama ini, Bulog menyimpan beras hanya dengan mengganjalkan memakai valet sehingga beras tidak bisa bertahan lama.
"Jadi Bulog itu seperti terperangkap. Beli (gabah) nggak bisa, jual (beras) juga nggak bisa. Bahkan beras sisa impor yang tahun 2018 dan 2019 pun belum terjual. Ini yang menjadi problematika dari sisi pengelolaan," kata Dedi.