Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Jumat 12 Maret 2021: MENGASIHI DENGAN KESADARAN PENUH
Seorang ahli Taurat bermaksud menjajaki pengetahuan keagamaan Yesus. Ia bertanya, "Hukum manakah yang paling utama?" (Mrk 12:28).
Renungan Harian Katolik, Jumat 12 Maret 2021: MENGASIHI DENGAN KESADARAN PENUH (Markus 12:28b-34)
Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD
POS-KUPANG.COM - Seorang ahli Taurat bermaksud menjajaki pengetahuan keagamaan Yesus. Ia bertanya, "Hukum manakah yang paling utama?" (Mrk 12:28).
Pertanyaan ini tentu membuat orang ikut berpikir, dari sekian banyak hukum dalam Taurat, manakah yang paling pokok. Tapi dalam rumusan aslinya, pertanyaan tadi sebenarnya berbunyi: “Hukum macam apa bisa disebut utama di dalam Taurat?” Jadi yang dipertanyakan bukanlah yang mana, melainkan macamnya, jenisnya, kategorinya.
Pertanyaan ini mengarah pada ciri-ciri yang membuat hukum tertentu dapat dikatakan hukum utama. Memang diandaikan hukum-hukum dalam Taurat tidak sama bobotnya. Ahli Taurat itu mau tahu apakah Yesus memiliki kemampuan menimbang bobot hukum-hukum itu.
Yesus menjawabnya dengan mengutip yang terdapat dalam kitab Ulangan bahwa "Hukum yang terutama ialah: ... Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu!” (Ul 6:4-5).
Kemudian, dengan merujuk pada kitab Imamat, ditegaskan bahwa "hukum yang kedua ialah: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” (Im 19:18). Lantas ditandaskannya pula, "tak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini" (Mrk 12:31).
Dalam hal hukum yang pertama, dikatakan dengan didahului penegasan ini: "Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa" (Ul 6:4, Mrk 12:29). Penegasan yang meminta perhatian untuk dihayati, yakni mengasihi Allah dengan komitmen penuh. Itulah yang dimaksud dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan (Mrk 12:30).
Persoalannya, Bisakah diberi contoh bagaimana mengasihi Tuhan sepenuh-penuhnya dan mengasihi sesama seperti diri sendiri? Umumnya orang lebih mudah menangkap bila diberi cerita. Pendekatan naratif.
Dalam injil Lukas, seluruh kisah Yesus menuju tujuan perjalanan-Nya di Yerusalem (lih. Luk 9:51-19:28) merupakan penjelasan naratif tentang mengasihi Tuhan dengan sepenuh-penuhnya. Karena nanti di kayu salib Yesus menyerahkan nyawa-Nya kepada Bapa-Nya yang dikasihi-Nya sepenuh-penuhnya.
Lalu, tentang mengasihi sesama seperti diri sendiri, ditampilkan dalam injil Lukas juga, cerita perumpamaan Orang Samaria yang murah hati (lih. Luk 10:25-37). Narasi itu bermaksud mengatakan, kasihilah sesama yang punya pengalaman sama seperti diri sendiri?
Semua orang pada dasarnya mengalami pahit getirnya kehidupan seperti orang lain. Maka nanti kalau sudah merasa lebih beruntung, jangan lupa orang yang sedang berada dalam kesusahan. Jadi tafsirannya: bukan mengasihi sesama seperti halnya mengasihi diri sendiri, melainkan mengasihi sesama yang sedang mengalami pengalaman pahit seperti dulu pernah dialami sendiri.
Kalau mau bilang mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri, mestinya kata “mengasihi” diulang, seperti bisa dilihat dalam injil Yohanes, “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi seperti aku (=Yesus) telah mengasihi kamu" (Yoh 15:12).
Kita bisa merumuskan kembali untuk penerapan konkret dalam hidup kita pribadi. Bahwa mengasihi Tuhan hendaknya dijalankan dengan kesadaran penuh (= segenap “hati", ”akalbudi”) yang keluar dari keyakinan (= segenap “jiwa”) dan tekad utuh (= segenap “kekuatan”).
Jadi bukan hanya setengah-setengah, mendua, suam-suam kuku, atau ikut-ikutan, tapi dengan pengertian. Sedangkan kita hendaknya mengasihi sesama, karena sesama itu seperti kita-kita ini juga dalam suka duka kehidupan ini.