Berita NTT Terkini
Co-Firing Biomasa Undana dan PLN, Begini Kata Rektor Undana Prof. Ir. Fredrik Lukas Benu, Ph.D
Co-Firing biomasa Undana dan PLN, begini kata Rektor Undana Prof. Ir. Fredrik Lukas Benu, Ph.D
Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Kanis Jehola
Co-Firing biomasa Undana dan PLN, begini kata Rektor Undana Prof. Ir. Fredrik Lukas Benu, Ph.D
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Universitas Nusa Cendana Kupang ( Undana Kupang) saat ini tengah membangun kerjasama dengan PT. Pembangkit Listrik Negara Unit Induk Wilayah Nusa Tenggara Timur ( PLN UIW NTT) untuk co-firing biomasa.

Terkait hal tersebut, Rektor Undana, Prof. Ir. Fredrik Lukas Benu, Ph.D mengatakan, program pengembangan co-firing biomasa antara PLN dengan Undana ini hanya mungkin dapat berhasil kalau mendapat dukungan kuat dari seluruh pemangku kepentingan khususnya pemerintah daerah dan masyarakat.
Baca juga: Kerjasama Dengan PLN, Undana Kupang Akan Buat Dua Jenis Mesin
"Jika tidak ada dukungan kuat dan kerjasama yang baik maka program ini hanya tinggal cerita saja," katanya dalam acara Ngobrol Asyik Bersama Pos Kupang pada Rabu (10/03/2021) dengan tema Biomasa Undana untuk Co-Firing PLN.
Dalam kesempatan tersebut, hadir juga General Manager (GM) PLN UIW NTT, Agustinus Jatmiko sebagai narasumber.
Baca juga: Guru Jadi Penjabat Kades Karena Dipandang Mampu dan Layak
Fred melanjutka, upaya membangun program co-firing PLN ini sudah dimulai sejak Agustinus Jatmiko menjabat sebagai GM PLN Wilayah NTT.
"Beliau berinisiatif bertemu dengan kita untuk menjajaki bagaimana kemungkinan kerjasama antara PLN dengan universitas sehingga universitas bisa juga terlibat, berpartisipasi aktif dan mendorong upaya peningkatan penggunaan energi baru terbarukan, salah yang digunakan PLTU Bolok adalah biomasa," jelas Fred.
Sejak saat itu, lanjutnya, mereka mencoba soundingkan ke Gubernur dan pada akhir tahun kemarin Gubernur sendiri hadir dan mencanangkan program ini.
"Beliau (Gubernur) sendiri hadir pada ulang tahun PLN saat itu, terlibat dan ikut aktif dan melihat sendiri bagaimana kemungkinan program ini dikembangkan," ujarnya.
Fred mengatakan, Undana sudah siap dan sudah mendirikan instalasi khusus untuk co - firing, kerjasama dengan PLN.
"Tapi ada tiga jenis tanaman yang kami akan kembangkan dan gunakan untuk program co-firing biomasa ini. Yang pertama adalah lamtoro, kedua, kaliandra dan ketiga gamal," ungkapnya.
Pada saat yang sama, lanjut guru besar Fakultas Peternakan ini, pihaknya juga harus bertanggungjawab terhadap program penyelamatan lingkungan karena pohon yang ditebang.
"Kami tidak mau juga program ini berhasil tapi dampaknya itu adalah hutan rusak. Lingkungan rusak. Sehingga paling baik itu kami harus tanam dulu," ujarnya.
Untuk tahap awal, Undana dan PLN sudah menanam satu hektar lamtoro dan satu hektar kaliandra.
Lanjut Fred, dari data yang dilihat memang total penggunaan biomasa untuk seluruh Indonesia mencapai sekitar 9 juta pon sampai 12 juta pon kebutuhannya.
"Kita di NTT ini tahap awalnya ini mungkin targetnya hanya 2 persen.Kebutuhannya cukup besar. Kira - kira kalau kita hitung itu kita butuh biomasa satu hari sekitar 20 ton. Nah kalau kita tidak hati - hati merancang desain program ini termasuk rantai pasoknya dari masyarakat misalnya, ini kan bisa rusak. Jadi kami siap untuk bekerjasama dengan PLN membuat wood chips bahkan mungkin pelet untuk pengganti batubara disaat yang sama kami harus tanggungjawab di masyay, kita tanam," paparnya.
Undana sendiri, dengan luas sekitar 100 hektar, dipenuhi oleh pohon gamal yang sekian lama tidak dipakai untuk kebutuhan apapun.
" Kalau lamtoro sama kaliandra kita masih bisa untuk pakan ternak tapi gamal ini tidak bisa, sehingga tahap awal kami mencoba untuk menggunakan ranting - ranting gamal yang ada di kampus ini," ujarnya.
Pada saat yang sama, lanjut Fred, pihaknya juga harus bekerjasama dengan masyarakat untuk membangun hutan industri.
"Kita harus membangun hutan industri ditengah masyarakat. Masyarakat tanam. Karena untuk pasok sekitar 20 ton per hari ini tidak bisa di lingkungan Undana. Kita harus bersama dengan masyarakat," kata Fred.
"Jadi ada semacam income bagi masyarakat juga entah melalui Badan usaha bumdes atau apapun juga sehingga bisa create income meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat," tambahnya.
Fred mengakui sudah menyiapkan seluruh fasilitas dan akan menandatangani kontrak dalam waktu dekat.
"Dalam waktu dekat kami akan kontrak kerja, mungkin minggu depan atau dua minggu depan kita lihat. Kami akan langsung laksanakanz tahap awal ini kita menggunakan gamal yang ada di dalam Undana," jelas Fred.
Lanjut dia, Undana juga punya hutan cadangan di Ikan Foti sekitar 100 hektar. Hutan tersebut awalnya didominasi pohon lamtoro namun saat ini sudah didominasi oleh pohon gamal.
"Kita akan kembangkan hutan industri ditengah masyarakat, kami akan mencoba mengontak para Bupati sehingga Bupati bersama masyarakat siap lahan, kami membantu, dari program studi kehutanan akan membantu masyarakat untuk menghutankan hutan industri ditengah masyarakat untuk dipakai sebagai bahan baku," bebernya.
Hutan industri, kata Fred, jika ditanami kedua jenis tanaman tersebut, maka dipastikan sudah bisa berprodiksi dalam satu tahun.
"Yang kami tanam kemarin, target kita pertengahan tahun ini, Juli kita sudah bisa pangkas untuk menjadi bahan baku co-firing. Kita siapkan anakan kaliandra dan lamtoro dan masyarakat kita sama - sama membuat hutan industri maka dalam waktu singkat kita bisa pangkas," jelasnya.
Pemangkasan pohon juga kata Fred, tidak dilakukan langsung dari pangkal karena ukuran yang dipakai diameternya sekitar 3 sampai 5 cm sehingga tidak memotong ranting yang besar.
"Kami khawatir kalau yang besar ini masyarakat langsung tebang pohonnya dan itu merusak hutan kalau ranting - ranting ya antara 3 sampai 5 cm saya pikir itu bisa tumbuh kembali," ujarnya.
Dia berharap pemerintah daerah bisa mensuport program ini dan pihaknya akan menjajaki seluruh Kabupaten untuk pengembangan co-firing.
Fred juga mengatakan, Undana siap menerima bahan baku dari masyarakat.
"Masyarakat boleh langsung membawa bahan bakunya ke Undana," tukasnya.
Bahan Baku yang diambil dari masyarakat per kilonya dihargai sekitar Rp. 350 sampai Rp. 400 dengan kebutuhan 20 ton setiap hari.
Mesin pencacah sendiri, lanjut Fred, akan dibuat oleh Undana. "Wood chips itu mesinnya nanti Undana sendiri yang buat, sama peletnya, cuma kita membutuhkan waktu untuk mendesain dan memproduksi mesin itu. Mungkin pada waktunya kita akan mendorong pengembangannya di masyarakat juga tapi karena ini mendesak mesinnya kami juga akan mendapat bantuan dari PLN dan kami juga sudah pesan dan akan datang untuk bisa digunakan tapi kedepannya kita akan bikin sendiri," pungkasnya.(Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi)