Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Senin 8 Maret 2021: Hujan Emas di Negeri Orang Hujan Batu di Negeri Sendiri
Sepanjang minggu yang lalu, jagad media cetak maupun online di tanah air bahkan manca negara sangat heboh dengan seruan Bapak Presiden Jokowi
Renungan Harian Katolik, Senin 8 Maret 2021: "Hujan Emas di Negeri Orang, Hujan Batu di Negeri Sendiri" ((Lukas, 4:24-30)
Oleh: RD. Frid Tnopo
POS-KUPANG.COM - Sepanjang minggu yang lalu, jagad media cetak maupun online di tanah air bahkan manca negara sangat heboh dengan seruan Bapak Presiden Jokowi yakni benci produk asing.
Maksud Jokowi adalah bukan membenci produk dari luar, melainkan cara berdagangnya yang harus dibenci. Di mana produk buatan lokal diadopsi oleh e-commerce dan dijual kembali ke tanah air dengan harga yang lebih murah. Inilah yang dinamakan predatory pricing yang dilarang oleh dunia perdagangan internasional. Tentunya yang sangat dirugikan adalah pelaku UMKM di tanah air.
Terlepas dari harganya murah atau mahal, bermerek ataupun tidak, namun kenyataan bahwa manusia Indonesia lebih suka produk asing ketimbang produk dalam negeri. Produk asing sering dipajang untuk menaikkan prestise, sedangkan produk lokal sering disembunyikan karena malu dinilai sebagai orang yang tak mampu.
Betapa susahnya menghargai yang menjadi milik kita. Demikian sebaliknya sangat gampang kita membanggakan yang menjadi milik orang lain. Perlakuan seperti itu ternyata bukan hanya kepada barang-barang fana, melainkan juga kepada manusia bahkan Tuhan.
Yesus sendiri menjadi korban dari perilaku manusia seperti itu. Dan karena itu Yesus bersabda,"Aku berkata kepadamu, sesunggunya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya...." (bdk Mat 13:57 dan Mrk 6:4 "Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya").
Barang milik orang lain selalu terlihat lebih manarik dari barang miliknya sendiri. Orang tua dari teman selalu dianggap lebih baik daripada orang tuanya sendiri yang melahirkan dan membesarkannya dengan keringat dan darah.
Pribadi orang lain dianggap lebih sempurna dari dirinya sendiri. Bahkan Tuhannya agama lain dianggap lebih kharismatis dari Tuhannya sendiri.
Ungkapan yang cocok mewakili perilaku ini adalah hujan emas di negeri orang dan hujan batu di negeri sendiri.
Sadar atau pun tidak, ini adalah penyakit kemanusiaan. Penyebabnya bisa beraneka ragam, tetapi mari kita merefleksikan tiga hal berikut:
1. Terlalu banyak berespektasi
Ketidakpuasan adalah menu tetap bagi santapan rasa manusia selagi masih ada di dunia. Jawabannya adalah dunia ini fana. Dunia dalam segala kemegahannya tidak akan dapat memuaskan dahaga manusia seutuhanya. Dunia ini fana, dan kefanaan itu hekekatnya sementara. Oleh karena itu kepuasan yang disediakan dunia sifatnya sementara pula. Maka espektasi manusia tak akan terjawab seutuhnya oleh dunia.
2. Terlalu sering melihat ‘ke luar’ hingga lupa bahwa yang ada di dalam jauh lebih baik dan indah
Manusia memang memiliki sepasang bola mata indah yang selalu melihat ke luar, namun sadarlah bahwa Tuhan menempatkan pula satu bola mata hati yang jauh lebih indah untuk selalu melihat ke dalam. Terlalu sering melihat ke luar akan membuat kita kenyang dengan suguhan yang datang dari depan hingga kita ketiadaan moment refleksi, lupa waktu dan posisi di mana kita berada. Ada mata hati yang selalu menuntun kita kembali ke dalam. Yang di dalam itu ada hati. Tempat terjadi seleksi. Dari semua yang dikumpulkan oleh mata fisik diseleksi oleh mata hati, mana yang baik dan mana yang tidak baik untuk diri sendiri.