Tanggapan Bupati Djafar Soal Jumlah Penduduk Miskin di Ende Naik

jumlah penduduk miskin di kabupaten ini pada 2019 sebanyak 63,45 ribu jiwa dan 2020 mengalami kenaikan menjadi 65,22 ribu jiwa.

Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/LAUS MARKUS GOTI
Bupati Ende Djafar Achmad saat Lauching Kampung Tangguh Covid-19 di Pulau Ende, Kamis (18/2/2021). 

Tanggapan Bupati Djafar Soal Jumlah Penduduk Miskin di Ende Naik

POS-KUPANG.COM | ENDE -- Bupati Kabupaten Ende Djafar Achmad, mengatakan naiknya jumlah penduduk miskin di Ende di tahun 2020, perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas.

Menurutnya, tahun 2020, jumlah penduduk miskin hampir di seluruh kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) naik. NTT sendiri secara nasional menempati urutan ketiga provinsi termiskin. 

"Jadi angka kemiskinan di Provinsi NTT naik. Itu yang perlu kita bicarakan dan diskusikan dengan Badan Pusat Statistik (BPS)," kata Bupati Djafar saat diwawancarai POS-KUPANG.COM, Sabtu (27/2/2021).

"Apa mungkin standarnya terlalu tinggi. Pungutan pajak oleh kantor Pajak pratama saja Ende nomor 2 tingkat nasional," ujarnya, melanjutkan.

Menurut Bupati Djafar, arus barang keluar - masuk Ende lancar, harga hasil bumi stabil. "Ya mungkin faktor - faktor lain atau kriteria-kriteria lainnya yang kurang menujang," ungkapnya.

Bupati mengaku ingin ada survei khusus untuk Ende tentang ekonomi dan  kemiskinan, oleh lembaga lainnya, apakah Universitas Flores (Uniflor) atau BPS sendiri. "Kita minta secara khusus," kata Bupati Djafar.

Sebelumnya diberitakan POS-KUPANG.COM, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Ende, mencatat jumlah penduduk miskin di wilayah ini pada 2020 naik 0,58 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Pada 2019, tercatat persentase jumlah penduduk miskin di Kabupaten Ende sebesar 23,18 persen. Pada 2020 naik menjadi 23,76 persen.

Pada 2020 naik menjadi 23,76 persen," ungkap Kepala BPS Ende, Paulus Puru Bere, saat diwawancarai POS-KUPANG.COM di ruang kerjanya, Kamis (25/2/2021).

Secara absolut, jumlah penduduk miskin di kabupaten ini pada 2019 sebanyak 63,45 ribu jiwa dan 2020 mengalami kenaikan menjadi 65,22 ribu jiwa.

Apakah kenaikan signifikan? Paulus mengatakan, dalam konteks pandemi Covid-19 yang mana sangat menganggu ekonomi, masih bisa dibilang wajar. "Pada 2018, angka kemiskinan malah lebih tinggi dibandingkan 2020," ungkapnya.

Pada periode 2019 sampai dengan 2020, garis kemiskinan Kabupaten Ende naik Rp 25.610 per kapita per bulan atau meningkat sebesar 7,54 persen, yaitu dari Rp 363.508 per kapita per bulan pada 2019 menjadi Rp 392.591 per kapita per bulan pada 2020.

Sementara Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) pada 2020 mengalami kenaikan sebesar 0,22 poin menjadi 4,54 dibanding 2019 yang sebesar 4,32. 

Indeks kedalaman kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, sehingga semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.

Selanjutnya, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga mengalami kenaikan yakni sebesar 0,08 poin menjadi 1,19  dibanding 2019 yang sebesar 1,11.

Selain Pandemi Covid-19, Faktor Apa Saja yang Memengaruhi Angka Kemiskinan?

Paulus menjelaskan, untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).

Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Susenas di Kabupaten Ende dilaksanakan dengan sampel 53 Blok, setiap blok jumlah 10 rumah tangga.

"Dalam pencacahan kita menanyakan hampir semua pengeluaran, pola konsumsi, kondisi rumah, listrik, air, jamban," ungkapnya.

Paulus mengatakan, rokok dan tembakau menjadi salah satu faktor kenapa jumlah penduduk miskin di Ende naik. 

Paulus menyebut, kendati bukan merupakan kebutuhan dasar, namun rokok banyak dikonsumsi penduduk miskin. Pengeluaran untuk rokok dan tembako di Ende, tergolong tinggi. 

"Misalnya satu KK ada empat orang, bapanya merokok. Satu hari isap satu bungkus. satu bungkus rokok, Rp. 20.000, kan bisa beli beras sudah dua kilo. Sementara beras dua kilo bisa makan tiga hari. Belum lagi soal, rokok ada efeknya," kata Paulus.

Promo J.CO Hari ini Sabtu 27 Februari 2020, Ngopi Hemat Berdua Rp 19.000, Buruan Yuk

Nasdem Salurkan Bansos di Lembata dan Sampaikan Masalah Virus Babi Kepada Bunda Julie Laiskodat

175 Anggota Polda NTT Sudah Divaksin Covid-19 

Faktor lain, yang sebabkan jumlah penduduk miskin naik, yakni, dari satu sisi lapangan kerja kurang di sisi lain, angkatan kerja banyak. "Sementara sektor non formal belum berkembang, gaji ada yang bawah UMR," ungkapnya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Oris Goti)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved