Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik, Jumat 19 Februari 2021: MAKNA PUASA

"Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?," demikian tanya murid-murid Yohanes Pembaptis kepada Yesus

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik, Jumat 19 Februari 2021: MAKNA PUASA (Matius 9:14-17)

Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD

POS-KUPANG.COM - "Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?," demikian tanya murid-murid Yohanes Pembaptis kepada Yesus (Mat 9:14). Aneh! Kenapa mereka bertanya begitu kepada Yesus?

Dalam konteks agama Yahudi, selain tanda berkabung, entah karena kematian, entah karena malapetaka (bdk. 2 Sam 1:12), puasa pun dilakukan dalam rangka persiapan atas perjumpaan dengan Tuhan. Musa berpuasa di gunung Sinai. Demikian pula Elia. Sebab mereka mau menghadap Tuhan.

Yohanes Pembaptis juga berpuasa. Soalnya ia menyiapkan bangsanya untuk perjumpaan dengan Mesias. Ia bertindak sebagai pembuka jalan  menuju kuasa Allah itu. Maka wajar bahkan seharusnya ia berpuasa (bdk. Mat 3:4) dan tentu saja murid-muridnya pun mesti berpuasa.

Tidaklah demikian dengan para murid Yesus. Mereka sedang ada bersama Yesus, Sang Mesias. Simak jawaban Yesus, "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka?"

Nyatalah dari jawaban-Nya, Yesus berbicara tentang diri-Nya sebagai mempelai laki-laki. Dan Ia sedang ada bersama murid-murid-Nya, maka mereka berpesta, bersukacita, sehingga tak perlu berpuasa lagi. Lho wong ... mereka lagi bersama Tuhan, ngapain harus berpuasa untuk menyongsong perjumpaan dengan-Nya?

Kalau begitu para murid Yohanes tak perlu bertanya kenapa murid-murid Yesus tak berpuasa seperti mereka. Paling penting mereka mengenal siapakah Yesus itu dan mengikuti Dia.

Kalau begitu kita bisa tergelitik bertanya, "Mengapa kita harus berpuasa dan berpantang?" Soalnya kita pun sudah berjumpa dengan Tuhan. Sejak bayi sebagian besar dari kita sudah dibaptis dan menjadi pengikut Yesus. Ada lagi yang mantap percaya kepada Yesus dan dibaptis saat dewasa.

Selama ini pun kita tetap murid Yesus. Kita aktif di Gereja, ambil bagian dalam perayaan Sakramen. Kita tergolong dekat dengan Tuhan, karena sering retret, rekoleksi, meditasi. Kita mengikuti ajaran Tuhan dan menghadirkan Tuhan lewat karya-karya sosial yang kita jalankan.

Rupanya jawaban Yesus pasti tetap yang sama, "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka?" Jawaban ini seharusnya membuat kita bertanya diri. Benarkah kita selalu ada bersama Yesus, Sang Mempelai dalam pesta-Nya?

Bukankah terkadang kita tak ikut berpesta dengan Yesus dan justru lebih suka larut dan lupa diri dalam gemerlap pesta dunia di kafe, night club, kedai kopi, lapo tuak, tempat wisata, atau habiskan waktu kita di tempat kerja dan bekerja melulu sehingga tak lagi sempat bertemu Yesus?

Ada hal lain yang juga mesti kita renungkan. Ternyata saat menjawab pertanyaan kita, Yesus juga menambahkan, "Tetapi waktunya akan datang, mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa" (Mat 9:15). Yesus menyinggung tentang "diambilnya mempelai" yang lagi berpesta dan bersukacita bersama murid-murid-Nya.

Ungkapan "diambil" ini khas Kitab Suci dan selalu menunjukkan kematian yang tragis. Kata "ambillah dia" diteriakkan oleh bangsa Yahudi di hadapan Pilatus terhadap Yesus (bdk. Luk 23:18). Dengan itu, Yesus menunjukkan tentang kematian-Nya yang tragis yang (akan) dialami-Nya. Saat itulah para murid pasti berkabung, berpuasa.

Saat ini kita mulai berlangkah dalam masa Prapaskah dan nanti akan memasuki minggu sengsara yang berpuncak pada Jumat Agung, di mana diperingati peristiwa penyaliban Yesus. Kita sebaiknya bermenung, ternyata Yesus disalibkan secara keji juga karena kita dan untuk kita.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved