Sita Anggunan Sepihak, BPR Larantuka Diadukan Nasabah ke OJK dan Ombudsman
konfirmasi terkait adanya pengajuan permohonan pelelangan barang agunan miliknya yang dilakukan sepihak oleh BPR.
Bahkan menurut Lilis, pihak Bank menurunkan tim appraisal untuk menghitung nilai agunan itu, kemudian secara diam-diam pihak Bank mencari pembeli untuk menjual rumahnya.
"Kami mencari keadilan di PN Larantuka, namun mirisnya kami dinyatakan bersalah dan diwajibkan melunasi semua dana Kredit yang tersisa, dalam kurun waktu 8 hari," katanya.
Pihak Bank, lanjut Lilis, meminta mereka menjual rumah (agunan) di bawah tangan, bahkan menurutnya pihak Bank sendiri mencari pembeli, namun pembeli tidak jadi membeli rumah itu karena di rumah tersebut terdapat kuburan keluarga.
"Bank kemudian meminta kami untuk membongkar kuburan tersebut, agar rumah kami bisa dijual," katanya sambil menitikan air mata.
Minta Reschedule
Sementara itu, kuasa hukum, Bernadus Platin, mengatakan, pihak kreditur seharusnya lebih bijak menyikapi persoalan ini.
"Klien kami bukan tidak mau bayar angsuran. Ini masuk kategori force majeure. Pertama, keterlambatan pembayaran angsuran karena musibah, klien kami kecelakaan sehingga tidak bisa menjalankan usahanya. Yang kedua, setelah usaha klien kami kembali berjalan, namun kembali lesu akibat pandemi COVID-19 mulai menghantam dunia dan ekonomi benar-benar terpuruk," jelasnya
Dia menyayangkan sikap BPR yang terkesan seperti rentenir yang mengutamakan keuntungan semata ketimbang membangun ekonomi masyarakat dan pelaku UMKM.
"Sah-sah saja dilakukan sita agunan kalau sudah jatuh tempo. Perlu diketahui bahwa, perjanjian kredit yang dilakukan klien saya sebagai debitur dan BPR Larantuka sebagai kreditur, menyepakati kredit tersebut diangsur selama 3 tahun, dan jatuh temponya pada 28 September 2021. Sebelum jatuh tempo BPR malah meminta pengadilan untuk menetapkan sita agunan terhadap klien kami, dengan dalih keterlambatan yang dianggap wanprestasi," ungkap Bernadus.
Menurutnya, pihak BPR Larantuka sebagai bank milik masyarakat Flores Timur seharusnya melakukan reschedule, agar debitur yang masih memiliki niat untuk membayar angsuran namun karena tidak mampu membayar sebesar kesepakatan awal akibat terdampak COVID-19, bisa kembali membayar angsuran.
"Masalah ini juga sudah kami daftarkan di PN Larantuka, tuntutan kami hanya satu, lakukan reschedule," tegasnya.
Dia berharap, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai penyelenggara sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, bisa melihat persoalan ini dengan hati nurani dan menindak tegas BPR yang bersikap layaknya rentenir.
"Sebagai penopang perekonomian nasional, para pengusaha kecil ini seharusnya dibantu bukan sebaliknya. Klien saya ini hanya minta kelonggaran waktu karena usahanya baru mulai bangkit," tukasnya.
• BBKSDA NTT Gagalkan Pengiriman 65 Ekor Jalak Tunggir Merah ke NTB
• Pemprov NTT Targetkan Vaksinasi Tahap Pertama Bagi Nakes Selesai Akhir Februari
Menurut Bernadus, persoalan ini murni masalah perdata, namun jika pihak BPR memaksa untuk melakukan sita agunan tanpa persetujuan ebitur maka pihaknya bisa menepuh jalur pidana. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Amar Ola Keda)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/lilis-keraf-saat-memberi-keterangan-pers.jpg)