Sita Anggunan Sepihak, BPR Larantuka Diadukan Nasabah ke OJK dan Ombudsman
konfirmasi terkait adanya pengajuan permohonan pelelangan barang agunan miliknya yang dilakukan sepihak oleh BPR.
Sita Anggunan Sepihak, BPR Larantuka Diadukan Nasabah ke OJK dan Ombudsman
POS-KUPANG.COM|KUPANG-- Polemik antara Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bina Usaha Dana Larantuka, Kabupaten Flores Timur dengan nasabah, Rikardus Riki Leo dan Istrinya Lilis Keraf kini berbuntut panjang.
Pasca rumahnya hendak dilelang melalui putusan pengadilan negeri Larantuka, pasutri ini pun tak putus asa. Merasa ditipu pihak BPR, Lilis berusaha mencari keadilan. Ia pun mendatangi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kupang, Rabu (17/2/2021).
Kedatangan Lilis ke KPKNL untuk melakukan konfirmasi terkait adanya pengajuan permohonan pelelangan barang agunan miliknya yang dilakukan sepihak oleh BPR.
Selain ke KPKNL, Lilis juga mengadukan persoalan itu ke Ombudsman NTT, OJK dan Komisi Yudisial.
"Saya hanya mau mencari keadilan, karena saya nasabah yang punya itikad baik. Tetapi, rumah saya dilelang diam-diam tanpa persetujuan saya sebagai debitur," ujar Lilis kepada wartawan di Kupang (Rabu (17/2/2021).
Konfirmasi Lilis pun mendapat jawaban pihak KPKLN. Astrid, staf bagian pelelangan KPKLN, mengakui Pengadilan Negeri Larantuka pernah memasukan permohonan pengajuan pelelangan ke KPKLN Kupang, namun ditolak karena berkas pengajuannya dianggap belum lengkap.
Hingga saat ini, pihak KPKLN Kupang belum menerima kembali dokumen pengajuan permohonan pelelangan barang agunan basabah BPR Larantuka dari pihak Pengadilan Negeri Larantuka.
KPKLN menegaskan jika ada pihak yang hendak melakukan pengajuan permohonan pelelangan barang agunan, maka harus ada penyampaian dan persetujuan dari pihak debitur/nasabah.
Lilis mengaku kecewa dengan kebijakan BPR Larantuka yang sejatinya ikut membangun ekonomi masyarakat di tengah pandemi COVID-19, namun malah melakukan sita agunan karena kesulitan membayar angsuran akibat terdampak COVID-19.
Lilis mengisahkan, kasus itu berawal pada bulan September 2018, ia bersama suaminya mengajukan kredit ke BPR Larantuka sebesar Rp 500 juta, dengan anggunan sertifikat tanah dan masa kontrak tiga tahun hingga 2021.
Sebagai debitur, setiap bulan ia bersama suaminya membayar angsuran secara lancar. Namun dalam perjalanan, lanjut Lilis, pada bulan April 2019, suaminya mengalami kecelakaan dan toko mereka tidak beroperasi dengan baik. Bahkan usaha mereka tutup total hingga bulan Juni 2019.
"Tiga bulan kami tidak bayar angsuran karena keadaan kami memang sulit. Masuk bulang ke 4 kami cicil tetapi tidak sebesar nominal yang harus kami bayar. Kami dikasi teguran. Pada bulan September saya masih bayar angsuran Rp13,5 juta," jelas Lilis.
Ironisnya, setelah pembayaran tersebut, pihak BPR Larantuka, mendatangi rumah mereka dan memasang plang sita agunan.
"Sebelumnya kami juga sudah minta kelonggaran waktu karena kami bukan sengaja tidak membayar angsuran. Kami ditimpa musibah, tapi pihak BPR tidak gubris. Mereka bawa aparat datang pasang plang di rumah kami. Psikologi anak-anak saya sangat terganggu," ungkap Lilis.
