Tak Ada Gagal Bayar Klaim RS, BPJS Kesehatan Surplus Rp18,74 Triliun

Di akhir tahun 2020, BPJS Kesehatan mencatat tidak adanya gagal bayar klaim pelayanan kesehatan sejak bulan Juli 2020

Penulis: F Mariana Nuka | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/Intan Nuka
Konferensi Pers Public Expose Tahunan Direksi BPJS Kesehatan dan Izin Mohon Diri tentang Kinerja dan Kondisi Keuangan DJS di Akhir Masa Jabatan Direksi 2016-2020 melalui zoom, Senin (8/2/2021) sore. 

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Di akhir tahun 2020, BPJS Kesehatan mencatat tidak adanya gagal bayar klaim pelayanan kesehatan sejak bulan Juli 2020. 

BPJS Kesehatan juga mengalami surplus arus kas Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan sebesar Rp18,74 triliun.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris menyebut, surplus terjadi karena pemerintah selalu berupaya memastikan kecukupan pembiayaan program JKN KIS. Pemerintah tidak ingin masyarakat terhambat mengakses pelayanan kesehatan apabila rumah sakit terganggu cashflow-nya.

Simak Info, Inilah 15 Nama Pejabat Kanwil Kemenkumham NTT yang Dilantik

Dampak lain dari membaiknya kondisi keuangan DJS Kesehatan selain tak ada klaim gagal bayar dan surplus arus kas, adanya aset bersih mendekati tingkat kesehatan keuangan sesuai amanat PP yaitu minimal mencukupi 1,5 bulan estimasi pembayaran klaim. 

"Selain dengan tata kelola yang andal, diharapkan program JKN KIS di tahun 2021 mulai dapat membentuk dana cadangan teknis untuk memenuhi persyaratan tingkat kesehatan keuangan DJS Kesehatan sesuai regulasi," jelas Fachmi dalam Konferensi Pers Public Expose Tahunan Direksi BPJS Kesehatan dan Izin Mohon Diri tentang Kinerja dan Kondisi Keuangan DJS di Akhir Masa Jabatan Direksi 2016-2020 melalui zoom, Senin (8/2/2021) sore.

PPKM di Kota Kupang Dinilai Belum Maksimal, Ini Saran Pakar Epidemilog

Fachmi menjelaskan, bersumber pada hasil penelitian LPEM FEB UI berdasarkan kepesertaan tahun 2016 dan 2019, JKN-KIS memberikan kontribusi antara lain mencegah kemiskinan, meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, meningkatkan angka harapan hidup, menurunkan porsi out of pocket  dalam total belanja kesehatan, menggerakkan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan output penciptaan lapangan kerja.

Kondisi keuangan DJS Kesehatan ini juga memberi imbas pada peningkatan kualitas layanan. Angka kepuasan peserta tahun 2019 sebesar 80,1 persen pun naik menjadi 81,5 persen di tahun 2020, dan kepuasan fasilitas kesehatan menjadi 81,3 persen dari tahun sebelumnya hanya 79,1 persen. Penerimaan iuran juga meningkat menjadi Rp133,94 triliun pada tahun 2020 dari sebelumnya di tahun 2016 hanya sebesar Rp67,26 triliun. "Penerimaan meningkat dua kali lipat lebih. Tentu upaya yang dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya memperbanyak kanal pembayaran iuran, yang mana pada tahun 2016 ada 422.700 kanal, kini 2020 menjadi 694.731 kanal," urainya.

Tak hanya itu, ada pula pertumbuhan fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Puskesmas, Dokter Praktek, dan Klinik Pertama tumbuh 11,27 persen atau naik dari total 20.708 pada 2016 menjadi 23.043 pada 2020. Sementara pertumbuhan Rumah Sakit sebesar 21,23 persen dari 2.068 rumah sakit pada 2016 menjadi 2.507 rumah sakit pada 2020. Jumlah pemanfaatan pun jadinya meningkat menjadi 215,82 juta pemanfaatan program JKN-KIS di tahun 2020 dari sebelumnya sebanyak 170,20 juta pemanfaatan di tahun 2016. Artinya hampir 600-700 ribu pemanfaatan per hari. Ini membuka akses besar pada masyarakat dalam penyembuhan penyakit, sehingga masyarakat sehat, bisa hidup produktif sosial dan ekonomi," sambungnya.

"Kami sangat berterima kasih dan mengapresiasi masyarakat khususnya peserta JKN-KIS yang rutin membayar iuran. Terima kasih kepada fasilitas kesehatan, kementerian dan lembaga terkait, pemerintah daerah serta DPR RI yang turut mengawal dan berkontribusi dalam upaya keberlangsungan program JKN-KIS," tambah Fachmi.

Paparan kinerja Fachmi dan direksi diberi apresiasi oleh Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar dan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi. Timboel berujar, banyak hal yang harus dilakukan agar program JKN-KIS bisa dilanjutkan. Kehadiran PP 64 juga menjadi tantangan ke depan karena ada pasal yang berpotensi menurunkan kepesertaan dan penerimaan. Ia juga melihat harus ada pengendalian biaya yang dilakukan secara sistemik dan ekosistem JKN-KIS terkait pemerintah daerah.

"JKN ini adalah persoalan ekosistem yang harus bisa diselesaikan oleh semua pihak. Kita berharap ke depan bisa lebih bersinergi agar prestasi yang diperoleh ini berupa surplus bisa dipertahankan sehingga ke depan kesehatan keuangan DJS bisa lebih sehat," tandasnya.

Tulus menambahkan, BPJS harus bisa menakar apakah surplus tersebut permanen atau masih bersifat sementara. BPJS Kesehatan juga harus mampu memastikan pelayanan yang andal dan akuntabel sehingga para konsumen tidak lagi mendapatkan pemberitaan semacam rumah sakit penuh atau pasien ditolak. Apalagi, berdasarkan pengaduan yang masuk, adanya pasien yang disuruh untuk bayar sendiri obatnya dengan alasan obat tidak termasuk dalam daftar. Ia juga berharap, tidak ada lagi antrean panjang dengan alasan dokter spesialis tidak ada atau hal lainnya.

"Kita mendorong agar BPJS Kesehatan lebih proaktif untuk terjun dalam aspek preventif-promotif," pintanya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Intan Nuka)

Sumber: Pos Kupang
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved