Opini
Kerukunan Kunci Keutuhan NKRI
Bicara tentang kerukunan tidak pernah berakhir. Kerukunan adalah dasar persatuan. Modal penting yang harus dimiliki Bangsa Indonesia.
Opini: Kerukunan Kunci Keutuhan NKRI
Oleh Ervanus Ridwan Tou
Sekjen Vox Point Indonesia
POS-KUPANG.COM - Bicara tentang kerukunan tidak pernah berakhir. Kerukunan adalah dasar persatuan. Modal penting yang harus dimiliki Bangsa Indonesia. Karena itu, seluruh rakyat Bangsa Indonesia wajib menjaga kerukunan untuk mempertahankan keutuhan NKRI.
Dalam berbagai kesempatan, banyak sekali orang membicarakan tentang kerukunan. Karena hal tersebut berkaitan dengan persoalan menahun yakni toleransi beragama. Mengenai kebhinekaan di negara yang berdasarkan Pancasila dan bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika ini.
Pada dasarnya hidup rukun membawa sukacita dan kedamaian. Membawa kesejukan dan ketenangan. Hidup lebih harmonis yang berujung pada menguatnya toleransi umat beragama. Hidup rukun juga dapat meningkatkan rasa nasionalisme dan cinta Tanah Air.
Kerukunan muncul dari rasa saling menghargai dan menghormati. Bersimpati dan empati terhadap sesama. Saling berbagi dan berbelarasa. Menerima perbedaan sebagai suatu keniscayaan. Merasa setara sebagai sesama anak bangsa. Sama, sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Presiden Jokowi menyebut kerukunan antarumat beragama tidak muncul secara tiba-tiba. “Kerukunan itu merupakan hasil kesadaran bersama bahwa perpecahan dan egoisme golongan akan membawa kehancuran,” kata Presiden Jokowi dalam Pembukaan Rakornas Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Tahun 2020 (Republika.co.id, 3 November 2020).
Mantan Ketua FKUB DKI Jakarta Ahmad Syafi’i Mufid meyakini, yang diinginkan manusia ialah hidup rukun. Karena pada dasarnya kehadiran manusia buah dari cinta kasih dan kasih sayang. Ia menyebut, ketidakrukunan adalah penyimpangan (Media Indonesia, 26 Maret 2017).
Kerukunan beragama adalah keadaan hubungan antarumat beragama yang dilandasi toleransi. Saling pengertian dan saling menghormati dalam pengamalan ajaran agama. Serta kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat.
Eksistensi kerukunan ini sangat penting, di samping karena merupakan keniscayaan dalam konteks perlindungan hak asasi manusia (HAM). Juga karena kerukunan ini menjadi prasyarat bagi terwujudnya integrasi nasional. Integrasi ini menjadi prasyarat bagi keberhasilan pembangunan nasional.
Perbuatan yang tidak mencerminkan kerukunan dapat mengganggu kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketidakrukunan adalah ancaman paling nyata terhadap persatuan dan kesatuan bangsa. Seperti tidak menghormati antarumat beragama. Membeda-bedakan dan saling curiga.
Ketidakrukunan disebabkan tidak bisa menerima perbedaan. Hal tersebut muncul karena berbagai faktor. Seperti kurangnya informasi dan ilmu pengetahuan. Atau karena adanya doktrinasi yang dilakukan secara paksa oleh pihak-pihak tertentu.
Fenomena doktrinasi kepada warga bukan hal baru di Indonesia. Korbannya didoktrin dengan label kepentingan agama. Kelompok seperti ini muncul dengan berbagai cara. Pola perekrutan yang terstruktur. Semua untuk menyokong kelompok-kelompok yang tidak nyaman dengan Pancasila. Seperti orang-orang yang bersikap intoleran. Kemudian munculnya kelompok-kelompok radikalisme, eketrimisme dan terorisme.
Setara Institute mencatat berbagai insiden pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KKB). Yang mana intoleransi menunjukkan peningkatan intensitas selama satu tahun periode Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Peristiwa tersebut antara lain pelarangan pembangunan fasilitas rumah dinas pendeta di Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD) Kecamatan Napagaluh, Kabupaten Aceh Singkil, yang terjadi pada 1 September 2020.
Penolakan ibadah dilakukan sekelompok warga Graha Prima, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor terhadap jemaat dari Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI). Kemudian pelarangan ibadah bagi umat Kristen di Desa Ngastemi, Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto.
Sementara Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat 48 peristiwa sepanjang 2020. Peristiwa tersebut berkaitan dengan pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan beribadah. Terjadi di 17 provinsi di Indonesia.
Tiga provinsi dengan angka tertinggi adalah Jawa Barat dengan 10 peristiwa. Jawa Timur 6 peristiwa, dan Jawa Tengah 5 peristiwa. Peristiwa pelanggaran itu didominasi serangan, pembatasan dan diskriminasi. Dilakukan oleh satu kelompok masyarakat terhadap suatu aktivitas agama dan ibadah yang dilakukan kelompok lainnya (CNNIndonesia, 20 Desember 2020).
Peristiwa seperti ini adalah contoh, bahwa kita belum bisa hidup rukun karena perbedaan. Ini yang mengancam generasi bangsa Indonesia. Jika tidak disikapi, maka akan menjadi racun yang membahayakan. Padahal, DNA hidup rukun dan berdampingan sudah ada dari para pendahulu bangsa.
Fenomena kerukunan sebenarnya banyak terjadi di tengah masyarakat. Di Flores, NTT, misalnya. Bagaimana orang hidup berdampingan. Walaupun beda suku dan agama. Di berbagai tempat juga kita bisa temukan contoh kerukunan antarumat beragama.
Pembicaraan tentang kerukunan umat beragama masih sebatas lip service. Hanya dibicarakan. Namun, belum menyentuh ke persoalan yang sesungguhnya. Belum ada kesepakatan kolektif. Bahwa, kita harus berhenti dengan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Pemerintah daerah yang lebih banyak berhadapan langsung dengan persoalan seperti ini belum mampu memberi solusi. Belum ada ramuan yang efektif. Persoalannya, ada pula kepala daerah yang ikut terlibat dalam kelompok intoleran.
Padahal, kerukunan umat beragama bermaksud menjaga stabilitas nasional. Untuk menyukseskan pembangunan-pembangunan yang telah direncanakan Pemerintah.
Untuk mengatasi permasalahan terkait kerukunan antarumat beragama, diperlukan peran serta seluruh komponen masyarakat. Kemudian tokoh agama. Dan, yang terutama adalah peran serta pemerintah.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah. Antara lain Kementerian Agama RI sedang menyiapkan peraturan soal moderasi beragama. Menag Yaqut Choilil Coumas mengatakan, penguatan moderasi beragama dan kerukunan umat beragama menjadi salah satu program Kemenag. Hal itu bermaksud mewujudkan kemasalahatan kehidupan beragama dan berbangsa di Indonesia.
Untuk itu, beberapa hal yang perlu dilakukan dalam rangka menjaga keharmonisan dan kerukunan antarumat beragama. Di antaranya membangun dan mengefektifkan dialog antarumat beragama. Tujuannya untuk mencari keutamaan moral dan kesadaran sosial. Bahwa, kebebasan adalah hak setiap orang. Karena itu, pluralisme dan keberagaman agama adalah kehendak dan karunia Tuhan.
Dialog dapat mendorong semua pihak untuk hidup bersama sacara damai. Dengan menghidupkan kembali Kebijaksanaan, Keadilan dan Cinta Kasih. Karena itu adalah sumber utama atau dasar dari kerukunan hidup antarumat beragama.
Untuk itu, tugas kita adalah menjadi pelaku untuk menghidupi kerukunan. Mengedukasi, dan menjadi pewarta untuk kehidupan yang rukun dan damai. Kita menghindari perdebatan yang tidak produktif. Mengedukasi masyarakat luas bahwa, perbuatan ketidakrukunan adalah tindakan tercela dan mengancam kemanusiaan. Kita mempertahankan budaya rukun dan toleransi. Karena menerima kelompok lain merupakan keniscayaan dalam kehidupan bersama di tengah masyarakat.
• Nilai-nilai Pancasila dan Trilogi Kerukunan (Bagian 1)