Pilkada DKI Jakarta
PDIP Tegaskan Tak Niat Jegal Anies: Jangan 2022 Masih Pandemi Covid, Sebaiknya Pilkada Tetap 2024
Jadwal Pilkada 2022 itu tertuang dalam Pasal 731 Ayat (2) draf RUU Pemilu. Simak penjelasannya
Selain itu, ia mengatakan, saat ini Indonesia masih menghadapi pandemi Covid-19 yang tidak dapat diprediksi kapan bisa diatasi. Oleh karenanya, menurut Djarot, sebaiknya energi pemerintah digunakan memperkuat penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
"Di samping kita juga harus mengevalusi pelaksanaan pilkada serentak 2020 yang dilaksanakan di masa pandemi," ujarnya.
Sebelumnya, Pengajar Komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, gelaran pilkada serentak di 2024 bisa membuat calon presiden potensial dari kepala daerah kehilangan momentum. Sebab, pilkada serentak di tahun tersebut akan berbarengan dengan pemilihan presiden.
Sementara, sejumlah nama yang belakangan masuk bursa calon presiden, seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyelesaikan masa jabatannya pada 2022 dan 2023.
"Anggap Anies 2022 selesai, lalu baru dilaksanakan pilkada serentak 2024, itu momentumnya akan susah lagi didapat. Kalau momentum susah didapat, maka karier politik akan sulit dikejarnya," kata Hendri saat dihubungi, Jumat (29/1/2021).
Ia mengatakan, dalam politik, kekuasaan atau kemenangan merupakan tujuan akhir. Menurut Hendri, pro dan kontra antarpartai soal revisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 bisa juga dilihat sebagai bagian dari upaya meraih atau mempertahankan kekuasaan itu.
Salah satu agenda revisi UU Pemilu adalah mengubah jadwal pilkada serentak 2024 menjadi 2022 dan 2023. Maka, akan ada perubahan pada UU Pilkada.
"Dalam politik, kekuasaan atau kemenangan adalah tujuan akhir. Maka ini adalah salah satu cara untuk mendapatkan kekuasaan dari petahana," ucap Hendri.
Hendri sendiri berpendapat lebih baik jadwal pilkada serentak dikembalikan menjadi 2022 dan 2023. Hal ini bercermin dari gelaran Pemilu Serentak 2019 yang menyebabkan banyak petugas kelelahan hingga meninggal dunia.
Perludem: Penting dan Relevan
Sementara itu anggota Dewan Pembina Perkumpukan Pemilu untuk Demokrasi ( Perludem) Titi Anggraini menilai, pembahasan revisi undang-undang (RUU) Pemilu penting untuk dilakukan. Hal ini bertujuan memperkuat kualitas tata kelola pemilu Indonesia untuk jangka panjang.
"Pembahasan RUU Pemilu relevan dan penting untuk dilakukan dalam rangka memperkuat kualitas tata kelola pemilu Indonesia," ujar Titi dalam diskusi daring bertajuk "Perlukah Ubah UU Pemilu Sekarang?" , Sabtu (30/1/2021).
Dia menjelaskan sejumlah alasan urgensi pembahasan RUU Pemilu. Pertama, dengan UU Pemilu saat ini, yakni UU Nomor 7 Tahun 2017 menyebabkan kondisi kompleksitas pemilu lima kotak.
Kedua, hal itu lantas berpengaruh terhadap tingginya surat suara tidak sah (invalid votes) dan surat suara terbuang (wasted votes).
Ketiga, adanya Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 tentang rekonstruksi keserentakan pemilu. Kempat, adanya desain kelembagaan penyelenggara pemilu yang cenderung belum berimbang dalam membangun posisi dan relasi antara KPU, Bawaslu, dan DKPP.