Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik, Rabu 27 Januari 2021: LAHAN PEWARTAAN SABDA

Cerita perumpamaan Yesus tentang seorang penabur termasuk salah satu yang dihafal. Kisahnya singguh menarik dan tentu bermakna pesannya.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik, Rabu 27 Januari 2021: LAHAN PEWARTAAN SABDA (Markus 4:1-20)

Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD

POS-KUPANG.COM - Cerita perumpamaan Yesus tentang seorang penabur termasuk salah satu yang dihafal. Kisahnya singguh menarik dan tentu bermakna pesannya.

Tapi membaca kembali cerita ini versi Markus, ada hal menarik dalam kalimat pembukanya. Markus memulainya dengan catatan ini, "Pada suatu kali Yesus mulai pula mengajar di tepi danau" (Mrk 4:1).

Spontan timbul pertanyaan, mengapa Yesus mulai mengajar di pesisir danau? Apakah karena Yesus senang dengan alam terbuka, dengan panorama air, bukit, lembah, dan pepohonan hijau?

Apakah karena tidak ada rumah besar, gedung, aula, sopo, balai pertemuan yang bisa menampung orang sekian banyak? Ya ... mungkin saja sih! Sulit dipastikan.

Namun kalau diperhatikan bagaimana reaksi orang Farisi dan ahli Taurat ketika Yesus mengajar di rumah ibadat, maka menjadi jelas bahwa Yesus rupanya terpaksa mengajar di alam terbuka karena para pemuka agama itu menjatuhkan vonis kepada-Nya, "Ia kerasukan Beelzebul" (bdk. Mrk 3:22). Vonis semacam ini searti dengan mulai berlakunya larangan bagi Yesus untuk mengajar di dalam rumah-rumah ibadat.

Dari catatan singkat ini, terungkap satu pesan yang sungguh menarik. Bahwa kita mesti "terbuka" menerima Yesus. Kita mesti usahakan agar forum-forum resmi, rumah tangga, kantor, perusahaan, asrama, lingkungan, gereja, perkumpulan, yayasan, sungguh menjadi wahana, tempat di mana Tuhan bisa berbicara dan mengajar.

Kita mesti berusaha agar tempat tinggal kita, tempat kita bekerja atau berkarya, menjadi tempat di mana terjadi "pewartaan, pengajaran, pendidikan" tentang ajaran iman dan cinta, tentang nilai-nilai kebaikan, kebenaran dan kejujuran.

Teman saya yang bertugas di paroki menyediakan satu ruangan untuk anak-anak muda. Dia izinkan mereka untuk menghiasi tembok-tembok ruangan itu dengan grafiti khas anak muda. Dia tak melarang mereka bermalam di situ, bisa nyanyi-nyanyi, bermain musik.

Saat saya tanya, "Koq kamu nggak merasa terganggu ?" "Ah ... dari pada mereka berkeluyuran di luar sana, nongkrong di kedai tuak atau di trotoar, mendingan di sini. Justru saya akan lebih terganggu bila mereka kongkow di luar; meneguk minuman keras, terjerat narkoba tanpa ada yang mengawasi", begitu alasannya.

Teman saya yang lain, pimpinan sebuah lembaga berbagi pengalaman. Dia bilang bahwa terkadang ia dibuat kaget kemudian muncul rasa kagum pada karyawannya. Di kantor mereka terkesan tak kreatif, pasif dan tak pandai bicara.

Namun saat tampil di forum lain, di lain tempat, keluar kreativitas. Mereka bisa tampil begitu pede, fasih ngoceh sebagai MC alias master of ceremony pula. Beragam acara hiburan menarik bisa digelar dengan sangat apik dan mengagumkan.

Kisah-kisah seperti di atas banyak menghiasi hidup kita. Tak perlu tunggu ajang kompetisi idol atau sejenisnya. Sesekali buka youtube. Bertebaran video klip tiktok, film pendek menarik, penuh kreativitas.

Menjadi jelas untuk kita, bahwa kita memang perlu membuka diri, membiarkan Tuhan "berbicara, mengajar, berkarya" di tempat dan di lingkungan kita.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved