Tim Advokasi FPI Meradang, Minta Komnas HAM Istiqomah Bila Tewasnya 6 Laskar FPI Disebut Kasus Biasa

Menurut tim advokasi, Ketua Komnas HAM sudah berubah jadi juru bicara para pelaku pelanggaran HAM yang masih berkeliaran bebas.

Editor: Frans Krowin
Kompas.com
Dua komisioner Komnas HAM Choirul Anam (tengah) dan Beka Ulung Hapsara (kiri) memeriksa satu dari tiga mobil yang dikendarai polisi dan enam laskar FPI dalam kasus penembakan anggota FPI di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (21/12/2020). Setelah pemeriksaan terhadap tiga mobil yang digunakan saat kasus penembakan anggota FPI di Tol Jakarta-Cikampek KM 50 tersebut, Komnas HAM akan menindaklanjuti hasil balistik, siapa saja yang menembak, dan cek darah dari anggota FPI. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww. (ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA) 

Tim Advokasi FPI Meradang, Minta Komnas HAM Istiqomah Bila Tewasnya 6 Laskar FPI Disebut Kasus Biasa

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Pasca Komnas HAM mengumumkan kasus tewasnya 6 laskar FPI bukan pelanggaran HAM berat, langsung direspon oleh tim advokasi keluarga korban.

Tim advokasi keluarga korban Laskar FPI pun meradang ketika menyoroti hasil investigasi Komnas HAM yang telah diserahkan ke Presiden Joko Widodo.

Menurut tim advokasi, Ketua Komnas HAM sudah berubah jadi juru bicara para pelaku pelanggaran HAM yang masih berkeliaran bebas.

Hariadi mengatakan mandat Komnas HAM baik secara kelembagaan seharusnya adalah menghentikan berbagai bentuk Impunitas Circle dan lingkaran kekerasan yang terus menerus terjadi terhadap penduduk sipil.

"Berbagai peristiwa kekerasan fisik, kekerasan verbal dan kekerasan struktural yang terus-menerus dilakukan oleh rezim penguasa sudah menjadi pola dalam penyelenggaraan negara dengan cover menegakkan sosial order," tambahnya.

"Sungguh menjadi sebuah tragedi sejarah dan merupakan signal kehancuran peradaban, dikatakan Hariadi, bila mandat Komnas HAM tersebut dijalankan oleh komisioner yang tidak berkompeten dan mengkhianati mandat yang diamanahkan ke pundaknya," pungkas Hariadi.

Sebelumnya, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan bahwa pihaknya tidak menemukan adanya indikasi pelanggaran HAM berat atas tewasnya enam orang laskar FPI dalam insiden adu tembak dengan polisi di Tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada 7 Desember 2020 lalu. Hal itu dikatakan Taufan dalam konferensi pers virtual di kantor Kemenkopolhukam usai menyerahkan hasil investigasi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kamis, (14/1/2021).

"Lebih lanjut kami juga menyampaikan bahwa sebagaimana sinyalemen di luar banyak beredar bahwa ini dikatakan atau diasumsikan sebagai pelanggaran HAM yang berat, kami tidak menemukan indikasi ke arah itu," kata Taufan.

 Taufan mengatakan terdapat sejumlah indikator agar sebuah peristiwa atau insiden dapat dikategorikan pelanggaran HAM berat. Misalnya terdapat desain operasi dan perintah yang terstruktur. 

"Termasuk juga indikator repetisi, perulangan kejadian, dan lain-lain itu tidak kita temukan," katanya.

Meskipun demikian menurut Taufan, insiden tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM lantaran adanya nyawa yang hilang. Oleh karena itu, ia merekomendasikan agar insiden tewasnya 6 orang laskar FPI tersebut dibawa ke peradilan.

"Untuk selanjutnya kami rekomendasikan agar dibawa ke peradilan pidana untuk membuktikan apa yang kita indikasikan sebagai unlawful killing. Komnas HAM tentu berharap nanti ada suatu proses hukum yang akuntabel, transparan, seluruh publik bisa menyaksikannya," pungkasnya.

Tak Ditemukan Indikasi Pelanggaran HAM Berat

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan pihaknya tidak menemukan adanya indikasi pelanggaran HAM berat atas tewasnya enam laskar FPI dalam insiden adu tembak dengan polisi di Tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada 7 Desember 2020 lalu.

Hal itu dikatakan Taufan dalam konferensi pers virtual di kantor Kemenkopolhukam usai menyerahkan hasil investigasi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kamis, (14/1/2021).
.
"Lebih lanjut kami juga menyampaikan bahwa sebagaimana sinyalemen di luar banyak beredar bahwa ini dikatakan atau diasumsikan sebagai pelanggaran HAM yang berat, kami tidak menemukan indikasi ke arah itu," kata Taufan.

Taufan mengatakan terdapat sejumlah indikator agar sebuah peristiwa atau insiden dapat dikategorikan pelanggaran HAM berat.

Ketua Komnas Ham, Ahmad Taufan Damanik
Ketua Komnas Ham, Ahmad Taufan Damanik (TribunSumsel.com)

Misalnya terdapat desain operasi dan perintah yang terstruktur.

"Termasuk juga indikator repetisi, perulangan kejadian, dan lain-lain itu tidak kita temukan," katanya.

Meskipun demikian menurut Taufan, insiden tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM lantaran adanya nyawa yang hilang.

Karena itu, ia merekomendasikan agar insiden tewasnya 6 orang laskar FPI tersebut dibawa ke peradilan.

"Untuk selanjutnya kami rekomendasikan agar dibawa ke peradilan pidana untuk membuktikan apa yang kita indikasikan sebagai unlawful killing. Komnas HAM tentu berharap nanti ada suatu proses hukum yang akuntabel, transparan, seluruh publik bisa menyaksikannya," ujarnya.

Unlawfull Killing

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyimpulkan ada pelanggaran HAM dengan kategori unlawfull killing dalam peristiwa tewasnya enam Laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek pada Senin (7/12/2020) lalu.

Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam mengatakan bahwa terjadinya pembuntutan terhadap Rizieq Shihab oleh Polda Metro Jaya merupakan bagian dari penyelidikan kasus pelanggaran terhadap protokol kesehatan yang diduga dilakukan Rizieq.

Anam juga mengatakan terdapat pengintaian dan pembuntutan di luar petugas kepolisian.

Ia menjelaskan terdapat enam orang yang meninggal dunia dalam dua konteks peristiwa berbeda.

Peristiwa pertama, kata Anam, insiden sepanjang Jalan Internasional Karawang Barat sampai diduga mencapai KM 49 Tol Cikampek yang menewaskan dua orang Laskar FPI.

Peristiwa tersebut, kata Anam, subtansi konteksnya merupakan peristiwa saling serempet antar mobil dan saling serang antara petugas dan laskar FPI bahkan dengan menggunakan senjata api.

Sedangkan, kata Anam, terkait peristiwa di KM 50 ke atas terhadap empat orang masih hidup dalam penguasaan petugas resmi negara yang kemudian juga ditemukan tewas, maka peristiwa tersebut merupakan bentuk dari Peristiwa Pelanggaran HAM.

"Penembakan sekaligus terhadap empat orang dalam satu waktu tanpa ada upaya lain yang dilakukan untuk menghindari semakin banyaknya jatuh korban jiwa mengindikasikan adanya unlawfull killing terhadap keempat anggota Laskar FPI," kata Anam saat konfernsi pers di Kantor Komnas HAM RI pada Jumat (8/1/2021).

Sebelumnya, Anam menjelaskan empat orang tersebut dibawa dalam keadaan hidup oleh petugas kepolisian.

Komnas HAM, kata dia, mendapatkan informasi adanya kekerasan, pembersihan darah, pemberitahuan bahwa ini kasus narkoba dan terorisme, pengambilan CCTV di salah satu warung dan perintah penghapusan dan pemeriksaan handphone masyarakat di sana.

Petugas ketika itu, kata Anam, mengaku mengamankan sejumlah barang bukti berupa dua buah senjata rakitan jenis revolver gagang coklat dan putih, sebilah samurai, sebilah pedang, celurit, dan sebuah tongkat kayu runcing.

"Bahwa empat anggota Laskar Khusus tersebut kemudian ditembak mati di dalam mobil petugas saat dalam perjalanan dari KM 50 ke atas menuju Polda Metro Jaya berdasarkan informasi hanya dari petugas kepolisian semata bahwa terlebih dahulu telah terjadi upaya melawan petugas yang mengancam keselamatan diri sehingga diambil tindakan tegas dan terukur," kata Anam.

Menanggapi hal itu, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menyampaikan Polri menghargai investigasi dan rekomendasi yang berasal dari Komnas HAM.

"Tentunya yang pertama Polri menghargai hasil investigasi dan rekomendasi dan komnas HAM," kata Argo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (8/1/2021).

Namun begitu, pihaknya masih menunggu surat resmi dari Komnas HAM mengenai hasil investigasinya tersebut kepada Polri.

Dia bilang, Polri akan mengkaji ulang hasil investigasi yang dilakukan Komnas HAM.

"Kedua, polri masih menunggu surat resmi yang nanti dikirim ke Polri. Tentunya akan kita pelajari rekomendasi maupun surat itu yang masuk ke Polri," jelas Argo.

Selanjutnya, imbuh Argo, Polri melakukan penyidikan terkait kasus bentrokan FPI-Polri selalu berlandaskan hukum.

Nantinya, hal itu akan dibuktikan di persidangan.

"Penyidik maupun Polri dalam melakukan suatu kegiatan penyidikan suatu tindak pidana tentunya berdasarkan keterangan saksi keterangan tersangka barang bukti maupun petunjuk. Tentunya nanti semuanya harus dibuktikan di sidang pengadilan," pungkasnya.

(*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sebut Tidak Ada Pelanggaran HAM Berat, Tim Advokasi Laskar FPI Kritik Komnas HAM, https://www.tribunnews.com/nasional/2021/01/15/sebut-tidak-ada-pelanggaran-ham-berat-tim-advokasi-laskar-fpi-kritik-komnas-ham

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Komnas HAM Tak Temukan Indikasi Pelanggaran HAM Berat dalam Kasus Tewasnya 6 Laskar FPI, https://www.tribunnews.com/nasional/2021/01/14/komnas-ham-tak-temukan-indikasi-pelanggaran-ham-berat-dalam-kasus-tewasnya-6-laskar-fpi?page=all

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved