Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik, Kamis 14 Januari 2021: INTENSI SYUKUR

Cukup sering saat mau misa, imam disodori daftar intensi untuk didoakan. Ada beragam intensinya, di antaranya intensi syukur.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik, Kamis 14 Januari 2021: INTENSI SYUKUR (Markus 1:40-45)

Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD

POS-KUPANG.COM - Cukup sering saat mau misa, imam disodori daftar intensi untuk didoakan. Ada beragam intensinya, di antaranya intensi syukur.

Sebagai contoh: syukur atas kesehatan, lulus test, lancarnya upacara perkawinan, dan sebagainya.

Rupanya praktek bersyukur yang dituangkan dalam intensi untuk didoakan dalam misa sudah menjadi hal yang biasa. Ini ungkapan iman kepada Tuhan Sang Pemberi berkat.

Kita memang harus tahu bersyukur. Tuhan tidak menuntut dan memberi perintah. Tapi sikap dan tindakan itu harus muncul dari kesadaran diri.

Kita ingat cerita tentang penyembuhan kesepuluh orang kusta dalam injil Lukas. Yesus hanya beri perintah, "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam".

Namun ketika mendapati hanya seorang yang kembali kepada-Nya dan memuliakan Allah, Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?" (Lihat Luk 17:11-19).

Berarti Yesus menyoroti kesadaran untuk bersyukur yang semestinya ada dalam diri orang yang telah mendapat berkat.

Hal yang sama diperlihatkan Yesus sebagaimana diceritakan penginjil Markus dalam kisah penyembuhan seorang yang sakit kusta. Setelah Yesus mengulurkan tangan-Nya dan melenyapkan penyakit kusta orang itu, Ia hanya beri peringatan ini: "Ingatlah, janganlah engkau memberitahukan apa-apa tentang hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan, yang diperintahkan oleh Musa, sebagai bukti bagi mereka" (Mrk 1:44).

Penegasan-Nya untuk memperlihatkan diri dan membawa persembahan dimaksudkan sebagai bukti kepada para imam agar bisa diterima kembali ke dalam komunitas. Hanya di dalamnya justru terkandung pesan tentang kesadaran diri untuk bersyukur, karena ada kewajiban membawa persembahan.

Namun sayangnya si orang kusta itu ternyata tidak melakukan apa yang diperintahkan oleh Yesus. Dia justru pergi bercerita ke mana-mana bahwa dia telah sembuh. Motivasinya untuk memperlihatkan dirinya bahwa ia telah baik dan bisa diakui keberadaannya.

Hal itu menunjukkan bahwa ia tak punya kesadaran diri untuk bersyukur atas berkat kesembuhan yang barusan dialaminya. Dengan tidak menyadari diri atas kebaikan yang dia terima, dia berlagak tidak taat pada Yesus.

Kita garis bawahi kata-kata Tuhan: "Ingatlah, janganlah engkau memberitahukan apa-apa tentang hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan, yang diperintahkan oleh Musa, sebagai bukti bagi mereka".

Praktek intensi dalam Gereja kita memang mempunyai kandungan makna berkaitan dengan kata-kata Tuhan. Tak ada faedahnya bercerita dan memberi kesaksian tentang "berkat kesembuhan" yang kita alami dalam persekutuan doa, pertemuan, atau dalam kesempatan apa pun.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved