Opini Pos Kupang
PDI Perjuangan Berulang Tahun Ke 48
Kok PDI Perjuangan baru berdiri tahun 1999 sudah ulang tahun ke 48 ? Matematika darimana ?
Namun, prinsip kewarganegaraan dalam ciri PDI Perjuangan mengandung pengertian mengakui persamaan hak dan kewajiban warga negara tanpa kecuali sebagai dasar satu-satunya dalam pengelolaan partai. PDI Perjuangan bersifat terbuka yang menempatkan kemajemukan sebagai kekayaan dan rahmat Tuhan (PDI Perjuangan tidak eksklusif).
Kebangsaan artinya PDI Perjuangan menjalankan suatu faham nasionalisme, yakni cinta kepada sesama manusia, kepada tanah air, dan cinta kepada sesama bangsa yang lain. Dengan itu, nasionalisme yang dikembangkan adalah nasionalisme yang tidak chauvinistik, bahwa kitalah satu-satunya dan terbaik, seperti saat Jerman dengan slogan Deutsch Uber Alles. Juga bukan suatu ultranasionalisme yang menjadi fasis, seperti pernah dikembangkan Benito Amilcare Andrea Musollini di Italia (Partai Fasis Nasional), tetapi suatu nasionalisme yang berada dalam taman sarinya internasionalisme; ini lebih sepadan dengan apa yang dikembangkan Mahatma Gandhi, my nasionalism is my humanity (nasionalisme saya adalah humanisme).
Tentang hal ini, dalam pemikiran Bung Karno mengenai Marhaenisme disebut dengan sosio-nasionalis. Dalam posisi ini, PDI Perjuangan menempatkan diri dan berjuang sebagai perekat bangsa (NKRI harga mati), menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, menghentikan KKN dan segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
PDI Perjuangan memandang sesama manusia itu sebagai sama-sama makhluk ciptaan Tuhan bukan dia umat dari suatu agama, suku dari suatu daerah, atau ras dari suatu etnis, tetapi dia adalah sama dengan aku yang sama-sama diciptakan Tuhan.
Ciri kerakyatan ingin menjadikan PDI Perjuangan sebagai partai yang tetap memiliki roh kerakyatan meskipun diselenggarakan dengan manajemen moderen. Ciri kerakyatan ini menjadi salah satu merek dagang PDI Perjuangan. Dulu, PDI Perjuangan begitu kental dengan branding sebagai partai "wong cilik".
Artinya partai yang dekat dan berjuang bersama rakyat terutama rakyat wong cilik atau rakyat Marhaen. Siapa itu rakyat Marhaen ? Mereka adalah buruh, tani, nelayan, dan siapa saja yang masih lemah, tertinggal dan diperlakukan tidak adil oleh suatu sistem yang menindas dan menjajah.
Ciri kerakyatan ini menjadikan PDI Perjuangan sebagai partai yang progresif dan revolusioner. Bahkan ada yang salah menduga bahwa PDI Perjuangan itu sebagai partai kiri dan sosialis, bahkan kesalahan besar, orang menilai PDI Perjuangan menganut paham komunisme. PDI Perjuangan itu nasionalis kerakyatan !
Ciri keadilan sosial menunjukkan bahwa puncak dari segala perjuangan politik partai adalah mewujudkan keadilan sosial (bagi seluruh rakyat Indonesia), sebagaimana ajaran Bung Karno, bahwa demokrasi yang ingin kita bangun adalah demokrasi politik dus demokrasi ekonomi.
Cita-cita keadilan sosial ini secara gampang kita sebut dengan cita-cita mewujudkan masyarakat Pancasilais. Kalau kita mau sedikit berlelah maka cita-cita keadilan sosial adalah merupakan suatu cita-cita mewujudkan sosialisme Indonesia, suatu masyarakat yang sudah setara, semuanya sejahtera, semua bahagia, semuanya adil, saling menghormati, hidup toleran, tanpa perbedaan kelas dan tanpa penindasan satu atas yang lain. Cita-cita keadilan sosial atau sosialisme Indonesia itu semacam suatu idealisme atau analogi kehidupan "surgawi".
Membangun Mental
Dalam terus menjejak semangat perjuangan mencapai keadilan sosial, organisasi inheren, PDI Perjuangan merupakan alat efektif untuk itu. PDI Perjuangan akan terus hidup dan berkembang terutama sekali adalah nafasnya, rohnya yang akan terus mengalir dalam darah. Secara organisatoris (atau alat), diperlukan kesadaran kolektif untuk mempertahankan aspek solidaritas dan subsidiaritas.
Solidaritas mensyaratkan perlunya kesanggupan berbagi hidup kepada sesama terutama yang lemah, membangun kebaikan bersama (common good), dan selalu menjadikan mereka yang lemah dan tersisih sebagai bagian utama dari pertimbangan organisasi.
Prinsip subsidiaritas mensyaratkan adanya partisipasi dari bawah (bottom up), pembagian kerja sekaligus pemberian kepercayaan dan kepemimpinan efektif dengan suatu otoritas yang berwibawa. Mental organisasi yang mesti dibangun meliputi sadar dan sanggup mengejar visi misi organisasi (bukan visi misi pribadi).
Terhadap upaya besar pemberantasan korupsi, seorang Tokoh Indonesia, IJ Kasimo (mantan Ketua Partai Katolik), menelurkan ajaran bernas (dalam bahasa Jawa) : sepi ing pamrih, rame ing gawe, yang mengandung pengertian pengabdian tulus ikhlas tanpa pamrih.
Seperti tradisi hidup : kaya tanpa harta, sakti tanpa azimat, menyerbu tanpa pasukan, menang tanpa merendahkan yang dikalahkan (sugih tanpa bandha, digdaya tanpa aji, nglurung tanpa bala, menang tanpa ngasorake).