Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik, Sabtu 9 Januari 2021: Menjadi Yang Kedua

Dalam dunia ini umumnya manusia tak ingin menjadi nomor dua, apalagi diduakan. Nyaris semua ingin menjadi nomor satu

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik, Sabtu 9 Januari 2021: Menjadi Yang Kedua (Yohanes 3:22-30)

Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD

POS-KUPANG.COM - Dalam dunia ini umumnya manusia tak ingin menjadi nomor dua, apalagi diduakan. Nyaris semua ingin menjadi nomor satu, yang terbaik, terdepan, dan terbesar. Mulai dari bangku sekolah, kuliah sampai kerja, orang berlomba menjadi nomor satu.

Di dunia sepak bola, tiap tim berlomba mengalahkan lawannya sejak babak penyisihan, karena ingin bersorak riang "We are the Champion". Saat partai final, tim yang kalah tertunduk dan terisak, berderai air mata. Tak mudah menerima kenyataan sebagai runner up.

Pergelaran Indonesia Idol pun persis sama. Semua ingin menjadi "idol". Memangnya ada yang tidak kecewa dan menangis saat tereliminasi?

Tak ketinggalan pertarungan di dunia bisnis, politik, bahkan di gereja. Orang berpacu menjadi yang terdepan, ingin selalu di depan. Dalam kontestasi demokrasi (Pilpres, Pilkada), memang tercetus jargon, "Siap Menang, Siap Kalah", nyatanya tetap saja yang kalah, tak rela kalah. Protes di sana sini, hingga mengajukan gugatan di Mahkamah Konstitusi.

Namun ada satu kisah menarik yang mungkin aneh dan mustahil di zaman now. Ini kisah bukan fiksi atau rekaan; melainkan sungguh terjadi. Penginjil Yohanes menceritakannya untuk kita.

Suatu hari murid-murid Yohanes Pembaptis datang mengadu kepadanya bahwa Yesus juga membaptis dan semua orang datang kepada Yesus. Tentu kehadiran Yesus menjadi saingan berat bagi Yohanes, guru mereka. Popularitas akan jeblok dan ia tak lagi bisa dianggap sebagai Rabi "nomor satu" yang dikagumi dan dihargai.

"Rabi, orang yang bersama dengan engkau di seberang sungai Yordan dan yang tentang Dia engkau telah memberi kesaksian, Dia membaptis juga dan semua orang pergi kepada-Nya" (Yoh 3:26).

Tetapi tanggapan Yohanes Pembaptis sungguh luar biasa. Kepada para muridnya, ia berkata, “Tidak ada seorang pun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga. Aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya. Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh 3:27-28.30). Ini pernyataan yang sangat sulit diucapkan, kalau tidak dengan kerendahan hati. Ini bukan ungkapan rendah diri, merasa kalah atau dikalahkan.

"Kerendahan hati" ialah suatu sikap menyadari keterbatasan kemampuan diri, dan ketidakmampuan diri sendiri, sehingga dengannya seseorang tidaklah mengangkuh, dan tidak pula menyombong. Istilah Inggrisnya, "humility", berasal dari kata Latin "humilitas", kata benda yang bertalian dengan kata sifat "humilis", yang kelihatannya bisa diterjemahkan sebagai "santun", bisa pula "membumi", atau "dari Bumi", mengingat ia adalah bentukan dari kata "humus" (bumi).

Sifat rendah hati itu memiliki istilah lain, yakni "tahu diri". Berarti orang yang rendah hati adalah orang membumi, tidak meninggikan diri, tidak sombong, karena ia kenal betul siapakah dirinya.

Apa yang membuat Yohanes Pembaptis sampai bisa bersikap rendah hati seperti itu? Yohanes sangat tahu diri bahwa ia bukanlah Mesias. Ia pun tahu tujuan yang sangat jelas dalam hidup dan tugasnya, yaitu bahwa ia diutus untuk mendahului Yesus; untuk mempersiapkan jalan bagi Yesus. Kesadaran diri dan tujuan hidupnya inilah yang membuat dia tak takut menjadi nomor dua, runner up dan Yesus tetap nomor satu.

Kalau kita bermenung sejenak, ternyata menjadi nomor satu di dunia ini ada batas waktu dan ruang. Seorang ratu sejagat, miss universe, memang unggul dari segi brain, beauty, behavior; tapi tentu terbatas untuk kalangan perempuan. Zozibini Tunzi sebagai Miss Universe tahun 2019 hanya mengenakan mahkota selama setahun. Tahun berikutnya ia mesti menyerahkannya kepada pemenang berikutnya.

Hal yang sama berlaku di dunia sepak bola. Lewandowski terpilih sebagai The Best FIFA Football Award 2020. Tapi gelar itu hanya berlaku setahun. Begitu pun di bidang-bidang lain. Ada masa jabatannya, ada masa tugas, tapi tiba saatnya pensiun, purna tugas, lengser keprabon. Olehnya, kita mempersiapkan diri bahwa akan tiba saatnya kita akan mundur ke belakang, turun ke bawah.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved