Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik, Jumat 8 Januari 2021: Pentingnya Menjaga Kebugaran di Masa Pandemi Covid-19

Buddha Gautama ( +623-543 SM) berpendapat bahwa “ Kesehatan adalah pemberian yang termahal, kepuasan adalah kekayaan yang terbesar

Editor: Agustinus Sape
Facebook/Florens Maxi Un Bria
Maxi Un Bria 

Renungan Harian Katolik, Jumat 8 Januari 2021: Pentingnya Menjaga Kebugaran di Masa Pandemi Covid-19 (Lukas 5: 12-16)

Oleh: RD. Maxi Un Bria

POS-KUPANG.COM - Buddha Gautama ( +623-543 SM) berpendapat bahwa “ Kesehatan adalah pemberian yang termahal, kepuasan adalah kekayaan yang terbesar dan kesetiaan adalah hubungan yang terbaik” ( Budi Santoso, 2020;5 ).

Setiap manusia yang sehat, mengalami kebugaran jiwa - raga , dan merasakan kepuasan tertentu serta kebahagiaan. Aura positif pun terpancar dari wajah orang-orang sehat. Mereka beraktivitas dengan sukacita dan merawat kebugaran jiwa-raga dengan telaten dan setia. Karena insaf bahwa kesehatan tidak datang dengan sendirinya, dibutuhkan tindakan tertentu secara rasional, konsisten dan berlanjut.

Setiap orang yang jatuh sakit tentu mengalami gangguan fisik dan mental. Karena itu sejumlah tindakan diambil untuk membebaskan diri dari belenggu yang menyakitkan itu.

Kisah orang kusta yang disembuhkan Yesus dalam Lukas 5 :12-16 kembali menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang bercita-cita tetap berada dalam suasana sakit. Yang jelas semua manusia yang sakit berharap segera sembuh dan mengalami kesehatan jiwa-raga.

Orang kusta berharap akan mengalami kesembuhan. Harapan yang kuat disertai dengan iman pada akhirnya mendapatkan jawaban saat berjumpa dengan Yesus.

Hal menarik yang dapat dicontohi dari penderita kusta adalah Ia tersungkur dan memohon demikian “ Tuan jika tuan mau. Tuhan dapat mentahirkan aku. “ Melihat sikap orang kusta yang demikian Yesus menaggapi dengan cepat “ Aku mau jadilah engkau tahir” ( Lukas 5:12-13 )

Orang kusta , the realtime mengalami kesembuhan seketika. Yesus tidak menunda untuk memberi pertolongan. Yang menarik juga adalah bagaimana setelah Yesus meneyembuhkan orang kusta, ia melarang orang itu untuk memberitahukan kepada siapa pun.

Jelas di sini bahwa Yesus tidak membutuhkan popularitas karena yang terpenting bagi Yesus adalah kesembuhan orang kusta dan keselamatan manusia.

Dan lihatlah Yesus konsisten dengan pilihan sikap-Nya. Ketika kabar tentang diri-Nya mulai tersiar di kalangan banyak orang karena perbuatan-perbuatan baik dan mukjizat yang dilakukan-Nya, Ia memilih “ menyingkirkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa.” ( Lukas 5:16 ).

Menyepi dan menarik diri sejenak di tempat yang sunyi selain berguna untuk merefleksikan dan mengevaluasi segala tindakan yang dilakukan dalam hidup, juga berguna untuk berdialog secara mendalam dengan Allah sebagai sumber kekuatan dan rahmat dalam hidup.

Sementara ritus memperlihatkan diri kepada para imam di Bait Allah dan menyatakan rasa syukur dengan mempersembahkan sesuatu untuk pentahiran yang dilakukan orang kusta yang sudah mengalami kesembuhan, menegaskan eksistensinya sebagai makhluk sosial, yang beriman dan berbudaya.

Ia telah sembuh dan mengalami kesehatan jiwa dan raga karena itu tindakan memenuhi ritus sesuai norma iman dan budaya yang berlaku, menjadi pintu masuk baginya untuk diterima di tengah masyarakat dan kembali berbaur serta berinteraksi dengan khalayak.

Dari Yesus kita belajar untuk mengembangkan sikap berbelaskasih, peka dan kecekatan bertindak untuk menolong yang sakit. Belajar bersikap rendah hati dan melakukan kebajikan dalam senyap.

Lebih dari itu belajar mengembangkan spiritualitas hidup dengan menarik diri sejenak untuk berdoa. Selalu mengambil waktu untuk menyatukan diri dengan Bapa dan kehendak-Nya. Sementara dari orang kusta kita pun dapat belajar bersikap rendah hati, beriman dan berbudaya .

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved