Tak Hanya Bekukan Rekening FPI Pemerintah Juga Usut Aliran Dana Dari & ke Rekening FPI? Cek Di Sini!
Dihubungi terpisah, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian memastikan pemblokiran bukan dari ranah penyidik.
Tak Hanya Bekukan Rekening FPI Pemerintah Juga Usut Aliran Dana Dari & ke Rekening FPI? Cek Di Sini!
POS-KUPANG.COM - Terhitung Senin 4 Januari 2021, pemerintah secara resmi membekukan rekening bank atas nama Front Pembela Islam (FPI).
Setelah pembekuan tersebut, akhirnya terbongkar, ternyata FPI memiliki rekening gendut.
Saldo yang ada di bank tersebut mencapai sekitar Rp 1 miliar.
Pasca terungkapnya saldo rekening tersebut, terbetik kabar kalau pemerintah juga berkemungkinan mengusut aliran dana dari dan ke rekening tersebut. Benarkah?
Pemblokiran rekening bank itu dilakukan pemerintah setelah FPI telah dibubarkan dan dinyatakan sebagai ormas terlarang di wilayah hukum negara Indonesia.
Tim kuasa hukum FPI, Ichwanudin Tuankotta, membenarkan rekening FPI diblokir.
Apalagi hal itu terjadi dalam waktu tak lama setelah pemerintah melarang organisasi itu beraktivitas.
Saat rekening bank FPI diblokir pemerintah, diketahui nominal terkini saldo FPI Rp 1 miliar.
"Benar diblokir, jumlahnya satu rekening," ujar Ichwanudin kepada Tribunnews, Senin (4/1/2021).
Ia tidak menjelaskan rekening tersebut dibuka di bank mana.
Di dalam rekening tersebut, kata Ichwanudin, ada nominal uang sekitar Rp 1 miliar.
"Sekitar Rp 1 miliaran," tutur Ichwanudin.
Ia menyebut kemungkinan FPI akan melakukan upaya-upaya agar uang tersebut bisa ditarik.
"Insha Allah," sambungnya.
Sekretaris Bantuan Hukum FPI Aziz Yanuar menengarai rekening bank milik FPI dibekukan usai ormas itu dicap sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah.
"Dzalim. Sudah dibubarkan, uang umat juga diduga digarong," kata Aziz.
Bantahan Polisi
Kepolisian RI membantah telah membekukan atau memblokir rekening milik Front Pembela Islam (FPI).
Korps Bhayangkara memastikan pemblokiran rekening bukanlah wewenang dari Polri.
Namun demikian, Kabag Penum Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengaku tidak mengetahui perihal institusi yang berwenang melakukan pemblokiran terhadap rekening milik FPI.
"Jadi begini kalau terkait dengan hal tersebut itu bukan kewenangan Polri untuk mengungkapkan itu. Jadi itu belum ada informasi terkait hal tersebut," kata Ahmad di Mabes Polri, Jakarta, Senin (4/1/2021).
Dihubungi terpisah, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian memastikan pemblokiran bukan dari ranah penyidik.
Sebaliknya, penyidik hanya berwenang untuk melakukan penyidikan yang berkaitan dengan bentrokan FPI-Polri dan kasus kerumunan yang melibatkan Habib Rizieq Shihab.
"Bukan ranah penyidik (pemblokiran rekening, Red) yang menangani kasus penyerangan petugas" pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud MD mengumumkan FPI sebagai organisasi terlarang. Menurut Mahfud, sejak 20 Juni 2019, FPI secara de jure sudah tak terdaftar sebagai ormas.
Mahfud beralasan, FPI kerap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan; melakukan tindak kekerasan, penyisiran, provokasi, dan sebagainya.
Pernyataan Mahfud diperkuat melalui peraturan perundang-undangan dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 82/PUU XI/2013 tertanggal 23 Desember 2014.
“Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI, karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing sebagai ormas maupun organisasi biasa," ucap Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Rabu (30/12/2020).
Hamdan Zoelva Sebut FPI Bukan Ormas Terlarang
Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia periode 2013-2015 dan ahli hukum, Hamdan Zoelva turut berkomentar tentang pelarangan aktivitas dan penggunaan atribut FPI dalam akun Twitternya.
"Membaca dengan seksama keputusan pemerintah mengenai FPI, pada intinya menyatakan Ormas FPI secara de jure bubar karena sudah tidak terdaftar"
"Melarang untuk melakukan kegiatan dengan mengganakan simbol atau atribut FPI, dan Pemerintah akan menghentikan jika FPI melakukan kegiatan," tulis Hamdan Zoelva.
Menurut Hamdan Zoelva, FPI bukanlah organisasi terlarang seperti PKI, tetapi organisasi yang dinyatakan bubar secara hukum dan dilarang melakukan kegiatan yang menggunakan lambang atau simbol FPI.
"Beda dengan Partai Komunis Indonesia yang merupakan partai terlarang dan menurut UU 27/1999 (Pasal 107a KUHPidana) menyebarluaskan dan mengembangkan ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme, adalah merupakan tindak pidana yang dapat dipadana," jelasnya.
Hamdan Zoelva juga menyoroti terkait adanya Maklumat Kapolri yang melarang penyebaran konten yang berhubungan dengan FPI.
Menurut Hamdan Zoelva, mengacu pada penjelasan sebelumnya, tidak ada ketentuan pidana yang melarang penyebaran konten FPI.
"Tidak ada ketentuan pidana yang melarang menyebarkan konten FPI karenanya siapa pun yang mengedarkan konten FPI tidak dapat dipidana"
"Sekali lagi objek larangan adalah kegiatan yg menggunakan simbol atau atribut FPI oleh FPI," terangnya.
Hamdan menjelaskan tentang putusan Putusan MK No. 82/PUU-XI/2013 tentang ormas.
Dimana, di sana disebutkan bagaimana perlakuan pemerintah terhadap beberapa kriteria ormas.
"Menurut Putusan MK No. 82/PUU-XI/2013, Ada tiga jenis Ormas yaitu Ormas berbadan Hukum, Ormas Terdaftar dan Ormas Tidak terdaftar"
"Ormas tidak terdaftar tidak mendapat pelayanan pemerintah dalam segala kegiatannya, sedangkan Ormas terdaftar mendapat pelayanan negara," jelasnya.
Selain itu, ia menjelaskan, Undang-undang tidak mewajibkan sebuah ormas harus terdaftar atau berbadan hukum.
"UU tidak mewajibkan suatu Ormas harus terdaftar atau harus berbadan hukum. Karena hak berkumpul dan bersyarikat dilindungi konstitusi"
"Negara hanya dapat melarang kegiatan Ormas jika kegiatannya menggangu keamanan dan ketertiban umum atau melanggar nilai-nilai agama dan moral."
"Negara juga dapat membatalkan badan hukum suatu Ormas atau mencabut pendaftaran suatu Ormas"
"sehingga tidak berhak mendapat pelayanan dari negara jika melanggar larangan-larangan yang ditentukan UU."
Terakhir, Hamdan Zoelva menerangkan, negara dapat melarang suatu organisasi apabila organisasi itu terbukti sebagai kelompok terorisme.
"Negara dapat melarang suatu organisasi jika organisasi itu terbukti merupakan organisasi teroris atau berafiliasi dengan organisasi teroris"
"Atau ternyata organisasi itu adalah organisasi komunis atau organisasi kejahatan," tandasnya.
(*)