Opini Pos Kupang
(Re)desain Bansos
Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan Operasi Tangkap Tangan terhadap pejabat di Kementerian Sosial RI terkait Bansos
Ketiga, pengadaan sembako yang terpusat membutuhkan ongkos tambahan seperti untuk transportasi, pengemasan, petugas yang terlibat, serta beragam biaya administrasi dan pelaporan. Akibatnya penerima tidak memperoleh penuh haknya, tidak sebanyak dana yang dialokasikan.
Keempat, seandainya penyaluran BST tidak tepat sasaran tetapi tetap menguntungkan rakyat kecil sebagai penerima. Secara teoritis, kegiatan mencari keuntungan harus dimaknai secara netral, karena individu atau kelompok (masyarakat) bisa memperoleh manfaat dari aktivitas sosial yang legal (sah).
Memang klausul itu tak lebih dari sebuah metafora. Meski begitu, dia bisa memandu kita pada refleksi atas realitas. Karena itu, penulis berkeyakinan untuk merekomendasikan mengganti kebijakan pengadaan paket sembako menjadi kebijakan BST, karena lebih mudah diwujudkan dan dan lebih efektif serta meminimalisasi munculnya perilaku pemburu rente dalam bansos, yang hanya di nikmati oleh individu yang memiliki akses dari kebijakan tersebut.
Dengan kata lain, dekonstruksi bansos paket sembako bukanlah antithesis dari tesis yang ada , tetapi suatu sintesis dari keunggulan-keunggulan BST dan bersifat dinamis melalui proses dialektik yang akan terus-menerus memperbaiki bansos.Tentu ini juga untuk menghindari kerancuan berpikir (intellectual cul-de-sac-"karena itu maka ini"). Melalui cara berpikir tersebut, Rawls, percaya bahwa suatu kebaikan datang dari sesuatu yang benar, dan bukan sebaliknya. (*)