Opini Pos Kupang
(Re)desain Bansos
Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan Operasi Tangkap Tangan terhadap pejabat di Kementerian Sosial RI terkait Bansos
Proposisi di atas untuk menerangkan siapa yang mendapatkan manfaat dan siapa yang menanggung beban akibat adanya suatu kebijakan sosial. Kita terpukau tindakan karitatif sesaat. Inilah masalah kita.
Urgensi Subsidi Orang
Sebagai realitas sosial yang eksistensial, tujuan bansos sejatinya untuk membantu kelompok masyarakat tak mampu atau lemah. Dengan memperoleh bansos diharapkan penerima bisa hidup atau berusaha lebih layak.
Dengan kata lain tujuannya adalah pemberdayaan. Namun, sebagian besar jenis bansos salah sasaran, karena bentuknya adalah "subsidi komoditas," bukan subsidi orang. Karena yang disubsidi adalah komoditas, seluruh pembeli komoditas menikmatinya.
Contoh pengadaan sembako. Di sinilah bermula kesalahpahaman dari setiap program bansos yang diproduksi oleh pemerintah maupun lembaga nirlaba.
Padahal, setiap keputusan selalu mengandung kemungkinan salah. Kesalahan dalam memahami persoalan menyebabkan respon yang salah, sehingga, kerusakan bergerak menuju titik yang sulit diselamatkan.
Oleh karena itu, identifikasi dan menemukan akar permasalahan bansos menjadi penting. Bukan hanya karena skala persoalan yang besar, tetapi juga karena kasus ini selalu menyediakan waktu yang pendek untuk bersikap.
Dalam konteks sosial-ekonomi, kehidupan sebuah masyarakat barangkali bisa diibaratkan bejana berhubungan. Kebijakan suatu sektor senantiasa mengandaikan berbagai konsekuesi logis (bahkan mungkin seakan-akan tak logis) pada hal-hal maupun sektor-sektor lain.
Karena itu , saat ini merupakan momentum bagi pemerintah menata bansos dari pemberian paket sembako menjadi bantuan sosial tunai (BST).
Dalam konteks BST, setidaknya bisa diajukan empat klausul yang berpotensi menjadikan BST sebagai pilihan kebijakan bansos. Klausul ini merupakan turunan dari analisis ekonomi sosial sehingga di luar aspek ini masih mungkin muncul kemungkinan-kemungkinan lain.
Pertama, kebutuhan setiap keluarga berbeda-beda. Beras dan gula tidak cocok untuk penderita diabetes. Keluarga yang memiliki bayi atau anak balita bisa membeli susu jika diberikan uang tunai.
Penerima lainnya lebih leluasa memilih barang yang hendak dibelinya sesuai kebutuhan. Keleluasaan memilih sirna karena isi paket sembako sama untuk seluruh penerima bantuan.
Hal ini berarti dengan sendirinya melenyapkan rangsangan dan peluang masyarakat untuk menikmati biaya dan manfaat lebih beragam. Menurut teori mikroekonomi, pilihan yang lebih banyak akan memberikan kepuasan lebih tinggi ketimbang bantuan barang.
Kedua, uang tunai bisa dibelanjakan di warung tetangga atau di pasar rakyat/ tradisional, sehingga perputaran uang di kalangan pengusaha mikro, kecil, dan ultra-mikro bertambah secara signifikan, menambah panjang nafas mereka yang sudah tersengal-sengal diterpa wabah pandemi.
Manfaat yang diterima mereka lebih merata ketimbang lewat pengadaan terpusat. Sehingga membentuk apa yang dinamakan kelompok terdistribusi.