Beberapa Catatan Persoalan Etik Pimpinan KPK dalam Setahun Kepemimpinan Firli Bahuri

Setahun sudah Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) berada di bawah kepemimpinan Firli Bahuri cs

Editor: Kanis Jehola
KOMPAS.com/YouTube.com/KPK RI
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri saat memberikan sambutan dalam acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2020 yang disiarkan melalui akun Youtube KPK, Rabu (16/12/2020). 

POS-KUPANG.COM | JAKARTA - Setahun sudah Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) berada di bawah kepemimpinan Firli Bahuri cs. Sejak awal, kinerja Firli cs terus mendapatkan sorotan tajam dari berbagai pihak.

Salah satunya, terkait dugaan pelanggaran etik yang mereka lakukan. Kompas.com mencatat, ada sejumlah persoalan pelanggaran etik yang diduga dilakukan oleh para pimpinan Komisi Antirasuah tersebut.

Berikut rangkumannya:

1. Kasus sewa helikopter

Pada pertengahan September lalu, Firli dinyatakan melanggar kode etik lantaran menggunakan helikopter sewaan saat melakukan perjalanan pribadi dari kampung halamannya di Sumatera Selatan menuju Jakarta.

Baca juga: Sering Kebingungan, Pusing dan Merasa Gemetar? Jangan Sampai Gula Darah, Pelajari 11 Gejala Ini

Persoalan ini bermula dari laporan Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman ke Dewan Pengawas KPK hingga akhirnya bergulir ke sidang etik.

Dalam persidangan terungkap bahwa Firli telah melakukan tindakan yang menimbulkan reaksi negatif dari publik.

Peristiwa itu berawal saat dirinya dihubungi Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada 18 Juni, yang menginformasikan bahwa akan diselenggarakan rapat pada 19 Juni.

Baca juga: Respon Permintaan Azyumardi Azra Ini yang akan Dilakukan Menag Yaqut Cholil

Saat itu, Firli menjawab tidak bisa karena telah mengajukan cuti untuk pergi berziarah dan kehadirannya akan diwakili oleh pimpinan KPK lainnya.

Pada siang hari, ia mendapat kabar bahwa rapat tersebut ditunda dan akan dijadwalkan ulang untuk dilaksanakan pada 22 Juni.

Mendapat informasi tersebut, Firli yang pergi bersama istri, anak dan ajudannya, berencana tak akan berlama-lama di kampung halaman.

"Akhirnya, Terperiksa (Firli) mengatakan kepada Saksi 2 (ajudan Firli, Kevin), 'awalnya kita berencana akan menginap di kampung. Namun akan susah karena mobilitas sulit sehingga kita tak bisa ini, biasanya ada penyewaan helikopter'," kata anggota Dewan Pengawas Albertina Ho.

Kevin lalu menjawab, "Baik, Pak. Nanti saya akan mencari tahu".

Menurut Dewan Pengawas KPK, Firli tidak secara eksplisit memerintahkan ajudannya mencari penyewaan helikopter, melainkan secara implisit dengan kalimat 'biasanya ada penyewaan helikopter'.

Kevin kemudian mendapatkan informasi tentang penyewaan helikopter dengan biaya Rp 7 juta per jam.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved