Berita Rocky Gerung
Rocky Gerung Soroti Korupsi Juliari Batubara, Singgung Jabatan di PDIP Kumpulkan Uang Partai
Rocky Gerung menyebut apa yag dilakukan Juliari Barubara lantaran saat ini partai membutuhkan uang yang banyak karena uang partai sudah habis
Rocky Gerung Soroti Korupsi Juliari Batubara, Singgung Jabatan di PDIP Kumpulkan Uang Partai
POS-KUPANG.COM - Pengamat politik Rocky Gerung menyayangkan masih banyaknya para pejabat yang korupsi.
Padahal sebentar lagi tanggal 9 Desember akan diperingati sebagai hari anti korupsi internasional.
Hal itu dikatakan Rocky Gerung di akun Youtube-nya pada Senin (7/12/2020)
Rocky Gerung mengaku tidak kaget ketika Juliari Batubara ditangkap KPK karena korupsi.
Menurut Rocky Gerung orang-orang Partai PDIP sudah banyak melakukan korupsi.
"Karena kalau soal PDIP korupsi itu bukan berita karena ada aja berita di daerah mengenai itu," ujarnya.
Rocky Gerung menyoroti jabatan Juliari Batubara sebagai bendara PDIP yang bertugas mengumpulkan uang partai.
"Tetapi kita tahu kalau Juliari ini bendahara PDIP, jadi memang tugas dia itu mengumpulkan uang. Jadi apa yang aneh di situ?," ujarnya.
Rocky Gerung menyebut apa yag dilakukan Juliari Barubara lantaran saat ini partai membutuhkan uang yang banyak karena uang partai sudah habis untuk pemilu.
"Mengenai kasus semacam ini menjadi pengetahuan umum kalau kantong partai habis akibat pemilu kemarin, Pilkada juga. Karena itu, harus ada yang ditabung ulang dengan cara mencuri," beber Rocky Gerung.
Menurut Rocky, tindakan Juliari tersebut termasuk perbuatan tak pantas karena sudah merampas hak orang miskin.
"Konyolnya Mensos itu khusus di konstitusi kita punya tugas mengurus rakyat miskin, nah sekarang hak rakyat miskin dia rampok. Itu namanya dungu, kalau dia rampok korporasi boleh. Partai wong cilik merampok hak wong cilik," imbuh Rocky.
Kemudian Rocky menilai, Juliari P Batubara diduga melakukan korupsi ini untuk menambah uang di partai PDIP.
"Secara pribadi dia gak butuh itu Rp10 ribu tetapi dia tahu harus masukin uang pada partai," ujarnya
Rocky Gerung lantas menyebut jika di Indonesia ini sudah terbukti sarang koruptor.
'Jadi itu sudah pengetahuan umum kalau Indonesia sarang korupsi. Jadi bayangkan bagaimana investor masuk kalau dua partai besar gerindra da PDIP tidak bersih, semua pemilik modal dari luar negeri menghitung," ujarnya.
Rocky Gerung lalu mempertanyakan impian Indonesia bersih dari korupsi lantaran saat ini Presiden Jokowi juga merupakan kader PDIP.
"Sekarang kita melihat isu pemerintahan yang bersih. Sekarang apa lagi yang akan diucapkan Pak Jokowi? di dalam dirinya aja korupsi, itu kan partainya Jokowi," ucap Rocky Gerung.
Rocky menyatakan, penegakan hukuman mati terhadap korupsi dana bencana Covid-19 merupakan hal yang ditunggu publik.
Terlebih tanggal 9 Desember merupakan hari anti korupsi internasional.
"Jadi percuma kita mengkampanyekan anti hukuman mati, kalau tokoh-tokoh yang seharusnya paham isu tersebut melakukan pekerjaan dan kelakuan menuju hukuman tersebut. 2 hari lagi kita akan merayakan hari anti korupsi internasional, 10 desember hak asasi manusia. Jadi nanti mereka akan menonton festival korupsi," tegas Rocky.
Rocky menduga rapat partai politik itu bukan untuk mengaktifkan akal sehat anti korupsi, melainkan rencana untuk melakukan korupsi.
"Ini betul-betul pendangkalan publik ethics, hal yang belum pernah terjadi di sejarah kita. Di orde baru ada korupsi, tetapi itu melekat dalam sistemnya, kalau ini terjadi ketika Indonesia darurat ekonomi, kesehatan," ujarnya.
"Riwayat apa yang ada di kepalanya? ini satu paket dengan kepentingan politik, tak mungkin menteri dengan nekat melakukan korupsi secara kasat mata. Itu sama saja dengan menghina moral publik, hak rakyat," papar Rocky Gerung.
Diketahui, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menegaskan sikapnya bahwa koruptor dana bantuan sosial kebencanaan bisa dituntut dengan hukuman mati.
Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (6/12/2020) kemarin, Firli menyatakan pihaknya akan mendalami soal kemungkinan penggunaan pasal 2 ayat 2 UU 31 tahun 1999 yang menjerat Menteri Sosial nonaktif Juliari Batubara.
"Terkait dengan pasal-pasal khususnya pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor tentu kita akan dalami terkait dengan apakah pasal 2 itu bisa kita buktikan terkait dengan pengadaan barang dan jasa," kata Firli Bahuri.
Pasal 2 Ayat 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan, korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu, terutama di saat bencana, bisa dijatuhi hukuman mati.
Meskipun demikian, penyidikan lebih lanjut dibutuhkan soal penggunaan pasal tersebut dalam kasus Juliari Batubara.
Firli Bahuri menyatakan, hal terpenting saat ini adalah KPK sudah menetapkan tersangka dari kasus dugaan suap dalam pengadaan Bansos Covid-19 dan akan menyidik perkara lebih dalam.
"Perlu diingat bahwa yang kita sampaikan hari ini adalah salah satu klaster dari tindak pidana korupsi, yaitu penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara, atau untuk menggerakkan seseorang agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu. itu yang kita gelar hari ini," ujarnya.
KPK menetapkan lima orang dalam dugaan kasus korupsi dana bansos Covid-19 di Kementerian Sosial.
Menteri Sosial Juliari P. Batubara; Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Sementara dua unsur swasta yang juga menjadi tersangka adalah Ardian I. M. dan Harry Sidabuke. Keduanya dijerat sebagai tersangka pemberi suap.
Menteri Sosial Juliari P Batubara (JPB) diduga meraup pendapatan dari dua periode atau paket sembako program bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19.
Juliari yang juga Wakil Bendahara Umum PDIP periode 2019-2024 itu diduga menerima uang suap dengan total Rp17 miliar dari pihak swasta yang mendapatkan tender sembako di Kementerian Sosial RI.
"Khusus untuk JPB pemberian uangnya melalui MJS (Matheus Joko Santoso selaku PPK di Kemensos) dan SN (Shelvy N, Sekretaris di Kemensos) selaku orang kepercayaan JPB)," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) dini hari.
Diduga uang suap itu berasal dari pihak swasta, Ardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke (HS).
Dugaan suap itu diawali adanya pengadaan Bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan 2 periode.
"JPB selaku Menteri Sosial menunjuk MJS dan AW (Adi Wahyono) sebagai PPK dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan," ungkap Firli.
Diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus Joko Santoso. Untuk fee tiap paket Bansos di sepakati oleh Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu perpaket Bansos.
"Selanjutnya oleh MJS dan AW pada bulan Mei sampai dengan November 2020 dibuatlah kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang diantaranya AIM, HS dan juga PT RPI (Rajawali Parama Indonesia) yang diduga milik MJS. Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui JPB dan disetujui oleh AW selaku PPK," terang Firli.
Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama, kata Firli, diduga diterima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus Joko Santoso kepada Mensos Juliari P Batubara melalui Adi Wahyono dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
Pemberian uang tersebut, selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N selaku orang kepercayaan Juliari P Batubara.
"Untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi JPB," kata Firli.
Sementara pada periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar. "Yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB," ucap Firli.
Praktik suap ini dibongkar KPK melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) berdasarkan informasi dari masyarakat akan adanya dugaan terjadinya penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara negara yang diberikan oleh Ardian I M dan Harry Sidabuke kepada Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono selaku PPK di Kemensos, serta Mensos Juliari P Batubara.
Dalam OTT itu Tim Satgas KPK mengamankan enam orang yakni, Matheus Joko Santoso (MJS) selaku PPK di Kemensos; Wan Guntar (WG) selaku swasta asal Tiga Pilar Agro Utama; Ardian I M (AIM) selaku swasta; Harry Sidabuke (HS) selaku swasta; Shelvy N (SN) selaku Sekretaris di Kemensos; dan Sanjaya (SJY) selaku swasta di Jakarta dan Bandung pada Sabtu (5/12/2020).
Tim Satgas juga mengamankan uang dengan total Rp14,5 miliar. Uang itu terdiri dari Rp11, 9 miliar, 171,085 dolar AS (setara Rp2,420 miliar) dan 23.000 dolar Singapura (setara Rp243 juta).
Penyerahan uang akan dilakukan pada hari Sabtu tanggal 5 Desember 2020, sekitar jam 02.00 WIB di salah satu tempat di Jakarta.
Sebelumnya, uang telah disiapkan Ardian I M dan Harry Sidabuke didalam tujuh koper, tiga tas ransel dan amplop kecil, disalah satu apartemen di Jakarta dan di Bandung.
Pihak-pihak yang ditangkap beserta uang dugaan suap itu dibawa ke kantor KPK untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Berdasarkan hasil gelar perkara pasca OTT itu, KPK menetapkan lima orang tersangka kasus dugaan suap program bansos penanganan Covid-19. Yakni, Mensos Juliari P Batubara;
Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos; serta dua pihak swasta Ardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke (HS).
Atas dugaan tersebut, Juliari P Batubara disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Adapun Ardian I M dan Harry Sidabuke yang diduga pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Jelang Hari Anti Korupsi Internasional, Rocky Gerung: Di Indonesia Malah Ada Festival Korupsi, https://jateng.tribunnews.com/2020/12/08/jelang-hari-anti-korupsi-internasional-rocky-gerung-di-indonesia-malah-ada-festival-korupsi?page=all