Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik, Rabu 9 Desember 2020: Lembut dan Rendah Hati

Zaman ini agaknya orang cenderung memandang sebelah mata yang namanya kelemah-lembutan dan kerendah-hatian.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik, Rabu 9 Desember 2020: Lembut dan Rendah Hati ( Matius 11:28-30)

Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD

POS-KUPANG.COM - Zaman ini agaknya orang cenderung memandang sebelah mata yang namanya kelemah-lembutan dan kerendah-hatian. Hal ini mungkin saja terjadi, karena kerendah-hatian diidentikkan dengan kerendahan diri, kehinaan; dan kelembutan dipersepsikan sebagai kelemahan.

Padahal orang bijak sering memberi advis agar berusaha jadi orang yang lemah lembut dan rendah hati. Lagian bukankah terkadang orang dipuji karena bersikap lemah lembut dan rendah hati?

Bagaimana kita memahami arti kelemahlembutan dan kerendah-hatian ini dengan tepat? Soalnya penginjil Matius mencatat kata-kata Yesus ini, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu ...  karena Aku lemah lembut dan rendah hati" (11:28-29).

Dalam praksis sehari-hari, orang yang gaya bicaranya lembut dan tidak terburu-buru; orang yang tak gampang marah dianggap pasti memiliki kelemahlembutan. Orang yang menyangkali semua kelebihannya disamakan dengan orang yang rendah hati.

Dalam filsafat Yunani kuno, kelemahlembutan tidak dipisahkan dari otoritas, kekuatan, maupun kemarahan.

Aristoteles, salah seorang filsuf Yunani terkenal, memahami kelemahlembutan sebagai keseimbangan antara kemarahan dan ketidakmarahan, antara kemarahan yang berlebihan dan ketidakadaan kemarahan yang seharusnya.

Dalam konteks Kitab Suci, kelemahlembutan dan kerendahhatian merupakan sikap dari dalam, punya kaitan erat dengan batin, mengalir keluar dari hati.

Kata "lemah lembut" (Yunani : praus) dan "rendah hati" (tapeinos) diberi keterangan “dalam hati” (tē kardia). Jadi, kata “hati” memayungi lemah lembut dan rendah hati.

St. Yakobus menulis dalam suratnya, "Siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi? Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemahlembutan" (3:13).

Hal yang senada, St. Petrus berkata, "Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepangkan rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah ... yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tentram, yang sangat berharga di mata Allah" (3:3-4).

Orang yang lemah lembut memiliki hati yang rela melepaskan kekuatannya dan menyerahkan orang lain untuk ditrasformasi oleh Allah melalui kelembutan dirinya. Orang yang rendah hati memiliki hati yang sadar bahwa di balik semua kelebihan yang ia miliki, ia tetaplah orang yang miskin dan hina di hadapan Allah.

Lemah lembut berarti bersedia menerima keterbatasan dan kesulitan yang ada tanpa melampiaskan kejengkelan terhadap orang lain. Itu berarti menunjukkan rasa syukur atas perlakuan sesederhana apa pun yang diterima dan menoleransi mereka yang tidak memperlakukan dirinya dengan baik.

Lemah lembut berarti sabar terhadap orang yang menyusahkan. Lemah lembut berarti tetap berbicara dengan tenang dan lembut saat dihasut;  mengambil sikap diam-tenang, karena ketenangan sering menjadi respons yang tepat terhadap kata-kata kasar.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved