Pencatatan Akta Kelahiran, Hak Anak Atas Identitas
kondisi riil yang terjadi adalah masih banyaknya anak yang belum memiliki identitas lahir berupa akta kelahiran.
Penulis: F Mariana Nuka | Editor: Rosalina Woso
Pencatatan Akta Kelahiran, Hak Anak Atas Identitas
POS-KUPANG.COM ǀ KUPANG -- Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Negara menjamin setiap anak untuk memperoleh hak atas identitas.
Namun, kondisi riil yang terjadi adalah masih banyaknya anak yang belum memiliki identitas lahir berupa akta kelahiran.
Child Fund Indonesia, organisasi yang berfokus pada anak dan remaja ini memiliki sebuah proyek bernama Every Child’s Birth Right.
Program bersama Pemerintah Kabupaten Belu itu bertujuan untuk mendorong pemenuhan hak anak atas identitas. Proyek telah dimulai sejak 2018 hingga 2019, kemudian diperpanjang hingga Juli 2020.
Renny Rebeka Haning dari ChildFund Internasional Indonesia menjelaskan, Kabupaten Belu dipilih sebagai daerah yang menjadi mitra kerja ChildFund karena ada beberapa permasalahan dalam pencatatan kelahiran, selain lokasi Belu yang terletak di wilayah perbatasan Timor Leste serta memiliki angka stunting yang tinggi.
“Faktor risiko ini juga kami dapatkan berdasarkan konsultasi anak melalui perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat (PATBM) bahwa ada tingginya angka trafficking di wilayah perbatasan, angka pekerja anak, lalu anak-anak tidak bisa sekolah karena tidak memiliki akta lahir. Anak-anak juga dibully, dianggap anak-anak warga pendatang karena tidak punya identitas kewarganegaraan,” ungkap Renny dalam konferensi Pers Lokakarya Hak Anak Atas Identitas: Praktik Baik Pencatatan Kelahiran di NTT, Swiss-Belinn Kristal Hotel, Rabu (2/12/2020) malam.
Beberapa permasalahan dalam pencatatan kelahiran yang dijumpai di Kabupaten Belu antara lain belum banyak masyarakat yang menyadari pentingnya akta lahir sebagai identitas legal dan manfaatnya dalam mengakses layanan publik dan bantuan sosial lainnya ; jarak dari desa ke kota yang jauh sehingga transportasi menjadi mahal; waktu pengurusan lama, harus beberapa kali ke kota; ketiadaan dokumen pendukung lain untuk mengurus akta lahir seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK); orangtua belum menikah sah secara hukum karena berbagai faktor misalnya masalah adat yang belum selesai
Selain itu, aksesibilitas dari penyadang disabilitas: Mengalami hambatan baik dari aspek norma sosial yang masih menstigma penyandang disabilitas sebagai aib serta masalah aksesibilitas terhadap layanan publikpencatatan kelahiran; anak-anak yang lahir dari orangtua yang menikah dibawah tangan (kawin siri) mengalami hambatan untuk mendapatkan akte kelahiran karena status perkawinan orangtuanya
Ada juga anggapan bahwa surat baptis saja sudah cukup sebagai identitas lahir; adanya anggapan masyarakat umum bahwa akte lahir hanya untuk orang tua yang bersatus ASN; dan orangtua anak yang mempunyai dwi kewarganegaaraan karena belum mengurus dokumen resmi perpindahan kewarganegaan.
Kata Renny, saat itu baru 50 persen anak di Kabupaten Belu yang belum tercatat. Situasi itu pun mendorong ChildFund Internasional Indonesia berkolaborasi dengan pemerintah, masyarakat, lembaga agama, PKK, posyandu dan kelembagaan masyarakat lainnya untuk mempercapat pencatatan kelahiran. Mereka berupaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingya akta lahir sebagai identitas hukum dan manfaat untuk pelayanan publik dan perlindungan sosial.
Hal lain yang dilakukan adalah pembentukan dan perluasan peran kelembagaan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang bekerja secara sukarela melakukan pendataan anak- anak yang belum memiliki akta lahir dari rumah ke rumah.
Menariknya, Renny menjelaskan sebuah aplikasi yang dioperasikan oleh PATBM bernama e Mapper untuk pencatatan kelahiran. Aplikasi itu dapat dipergunakan secara offline maupun online dan menyimpan dokumen sehingga lebih aman.
“Dengan aplikasi ini, masyarakat cukup datang ke aktivis PATBM lalu aktivis melakukan pendaftaran. Semua kelengkapan dokumen akan difoto, kemudian tersimpan,” jelas Renny.
Ternyata, aplikasi tersebut sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Kabupaten Belu. Kepala Bidang Pelayanan Pencatatan Sipil Disdukcapil Kabupaten Belu, Maksimus Mau Meta menjelaskan bahwa Pemkab Belu bekerja sama dengan ChildFund melakukan kegiatan door to door oleh aktivis PATBM dan aktivis enumerator untuk memperkenalkan aplikasi e Mapper.
“Emapper sangat membantu kami. Letak geografis kami membuat sulit karena jarak jauh. Aplikasi membuat kami bisa mengunggah syarat dan dokumen dari formulir yang diajukan pemohon untuk mendapatkan akta,” jelas Maksimus. Hal senada juga disampaikan oleh Jhoni Ataupah dari Bappelitbangda NTT yang mengaku bahwa aplikasi e Mapper menjembatani persoalan jarak.
Selain menggunakan aplikasi e Mapper, ChildFund Internasional Indonesia bersama Pemkab Belu juga membuka loket pencatatan kelahiran di desa dan melakukan pengurusan pencatatan kelahiran secara kolektif, dimana PATBM akan mengumpulkan beberapa orang sekaligus untuk mengurus pencatatan kelahiran di Dukacapil sehingga menjadi lebih mudah dan murah.
Dana desa juga dialokasikan untuk mendukung PATMB dan pencatatan kelahiran yang inklusi disabilitas, membiayai fotocopi, pengurusan dokumen, dan transport PATBM untuk pengurusan akta lahir di desa. Strategi lain yang dilakukan yakni kerjasama antara lembaga agama dan Dukcapil dalam pelaksanasaan pernihakan masal, untuk hambatan pengususan akta lahir karena orangtua belum datang.
Inovasi menarik lain dari Pemkab Belu yakni Program Inovasi Sistim Jemput Bola (Si Jempol) di Kabupaten Belu, Blas (Bayi Lahir Akta Siap), Cetus (Cepat Tuntas Sehari), Jumat Keramat (Jumat berkantor di Desa Taktis), dan tertib adminstrasi tingkat sekolah.
Sementara itu, menyikapi berbagai kendala yang terjadi di masyarakat semisal tidak lengkapnya persyaratan, pemerintah memberikan salah satu solusi berupa surat pernyataan tanggung jawab mutlak.
“Ini salah satu pikiran pemerintah untuk memaksimalkan cakupan akta ini, ujar Kepala Bidang Pendudukan Pencatatan Sipil Dinas Kesehatan Provinsi NTT Hendrik Manesi sebagaimana tertuang dalam Permendagri 19/2018.
Dalam rilis yang dikeluarkan oleh Mendagri RI, NTT masuk dalam satu dari sembilan daerah yang belum mencapai target untuk penyelesaian data identitas anak. Inche Sayuna mewakili DPRD Provinsi NTT menjelaskan hal tersebut dan berharap diskusi ini memberi masukan bagi DPRD untuk mencari jalan keluar agar target RPJMD yang telah disepakati bisa tercapai.
“Sebagai lembaga DPRD, tugas kami yang pertama adalah meminta gubernur (pemerintah) memastikan kabupaten/kota agar bisa segera melakukan inovasi baru yang sudah dilakukan oleh kabupaten yang berhasil. Kedua, dalam kapasitas sebagai lembaga DPRD, tugas kami adalah regulasinya. DPRD sedang merancang regulasi perlindungan anak di NTT, dan kami tekankan untuk memastikan seluruh anak NTT mempunyai data identitas diri yang lengkap,” kata Inche.
Dalam Lokakarya Hak Anak Atas Identitas: Praktik Baik Pencatatan Kelahiran di NTT tersebut, dipaparkan capaian proyek Every Child’s Birth Right dari ChildFund Internasional Indonesia dan Pemkab Belu.
Beberapa diantaranya yakni meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengurus akta lahir; meningkat partisipasi masyarakat melalui kelembaan sosial dan agama untuk mendorong upaya-upaya pencatatan kelahiran melalui sistim internal di kelembagaan masing- masing; peningkatan jumlah kepemilikan lahir pada desa- desa yang diintervensi oleh ChildFund Internasional di Indonesia, Lembaga Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (LPPA) Kabupaten Belu, Dukcapil Kabupaten Belu, Kelembagaan PATBM, yang mana telah meningkatkan kemilikan akta lahir menjadi 80 persen dari 50 persen
Selain itu, meningkatnya kinerja pemerintah desa dalam memberikan pelayanan publik sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa; meningkatnya kepemilikan akta lahir pada tingkat kabupaten; mempermudah pihak sekolah dalam pengisian data Pokok Kependidikan (DAPODIK) serta meningkatnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah desa; serta meningkatkan rasa percaya diri anak, karena mereka tidak dibully lagi sebagai anak yang tidak jelas kewarganegaraannya.
Tantangan yang masih dihadapi di masyarakat selama program ini berlangsung antara lain masih adanya anak- anak yang mempunyai orangtua yang berbeda kewarganegraan belum terlindungi karena secara hukum mereka tidak dapat mengurus akta lahir. Mereka pun tidak dapat mengaakses layanan publik dan bantuan sosial.
Selain itu, pelayanan terpusat pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil abupaten memiliki keterbatasan petugas dan belum jangkau pada tingkat desa. Belum semua pemerintah desa memiliki pemahaman yang sama tentang pentingnya pencatatan kelahiran anak. Bahkan kelompok disabilitas masih kesulitan mengakses informasi dan layanan untuk pengurusan administrasi kependudukan yang sesuai dengan kebutuhan khusus mereka yang multi ragam.
Baca juga: KUNCI JAWABAN Soal Ulangan UAS/PAS Kelas 7 SMP Semester Ganjil IPS Pilihan Ganda dan Uraian
Baca juga: 4 Jenis Bunga Ini Bakal Membuat Anda Nyenyak Saat Menaruhnya Dalam Kamar Tidur, Apa Saja ?
Baca juga: Minuman Herbal Ini Moms Bisa Menjaga Imun Tubuh Selama Pandemi Covid-19, Kepoin !
Oleh karena itu, beberapa rekomendasi diberikan dalam lokakarya tersebut, yaitu pertama, pemerintah provinsi dan nasional perlu mencari solusi bagi anak-anak yang lahir dari orangtua yang berbeda kewarganegaraan, agar- anak-anak bisa mengakses pelayanan dasar dalam pendidikan dan kesehatan.
Kedua, pemerintah Provinsi NTT dan DPRD NTT agar mendorong praktik baik ini direplikasi di wilayah NTT dalam rangka mewujudkan tekad Pemerintah NTT agar semua anak NTT memilki akta kelahiran di tahun 2023 melalui kebijakan dan anggaran.
Baca juga: Kunci Jawaban IPS Lengkap Pilihan Ganda dan Uraian, Soal Ulangan UAS/PAS Kelas 7 SMP Semester Ganjil
Baca juga: KEPOIN Ramalan Zodiak Cinta Kamis 3 Desember, Gemini Tulus Pada Kekasih, Bahaya Intai Cinta Aries!
Baca juga: SOAL TVRI Kelas 4-6 3 Desember 2020 JAWABAN Tugas TVRI Pentingnya Menjaga Kebersihan Alat Reproduksi
Ketiga, Dukcapil dapat berkolaborasi dengan pemerintah desa, kelembagaan sosial, dan kelembagaan agama di desa agar mendekatkan pelayanan pencatatan kelahiran. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Intan Nuka)