Papua Bergolak Lagi, Benny Wenda Mengaku Jadi Presiden Lalu Sebut Ini: Sudah Saatnya Indonesia Pergi
Benny Wenda mendeklarasikan diri sebagai presiden sementara Papua Barat pada Selasa 1 Desember 2020 bertepatan dengan momen hari
Papua Bergolak Lagi, Benny Wenda Mengaku Jadi Presiden Lalu Sebut Ini: Sudah Saatnya Indonesia Pergi
POS-KUPANG.COM - Papua kembali bergolak. Kali ini, Benny Wenda memproklamirkan diri sebagai Presiden Papua. Deklarasi itu pun sontak menimbulkan gejolak di tanah timur Indonesia.
Deklarasi pemerintahan sementara Papua Barat itu mencakup Papua dan Papua Barat. Deklarasi itu ioleh Gerakan Pembebasan, ULMWP.
Meski telah ada deklrasi namun itu dianggap 'tidak memiliki legimitasi' oleh kelompok bersenjata pro-kemerdekaan Papua, TPNPB-OPM.
Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TNPPB-OPM) - sayap militer OPM yang berulang kali melakukan kontak senjata dengan militer Indonesia - tidak mengakui klaim Ketua Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (United Liberation Movement for West Papua - ULMWP) Benny Wenda sebagai presiden sementara Papua Barat.
Langkah Benny Wenda dianggap justru "tidak akan menguntungkan keinginan rakyat Papua untuk merdeka secara penuh" dari Indonesia.

Dia menegaskan pihaknya "tak akan lagi tunduk pada aturan militer ilegal Jakarta" dan "mulai menerapkan konstitusi dan mengklaim tanah kedaulatan" Papua Barat.
Namun, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri mempertanyakan dasar legimitasi ULMWP membentuk pemerintah sementara.
"Sudah saatnya negara Indonesia pergi"
ULMWP, gerakan prokemerdekaan Papua yang mengkoordinir langkah-langkah politik di luar negeri, mendeklarasikan pemerintahan sementara Papua Barat, yang bertujuan untuk memobilisasi rakyat Papua Barat untuk mencapai referendum kemerdekaan.
Ketua ULMWP Benny Wenda menyebut pembentukan pemerintahan sementara ini adalah "satu-satunya jalan menuju kebebasan".
"Kami siap untuk mengambil alih wilayah kami, dan kami tidak akan lagi tunduk pada aturan militer ilegal Jakarta. Mulai hari ini, 1 Desember 2020, kami mulai menerapkan konstitusi kami sendiri dan mengklaim kembali tanah kedaulatan kami," ujar Benny Wenda dalam keterangan tertulis yang diterima BBC News Indonesia.
Benny Wenda, yang dalam pengasingan di Inggris, akan berperan sebagai presiden pemerintahan sementara Papua Barat.
Sementara kabinet akan diumumkan dalam beberapa bulan mendatang.
"Kami memiliki konstitusi kami sendiri, hukum kami sendiri, dan pemerintahan kami sendiri sekarang. Sudah saatnya negara Indonesia pergi," tegas Benny Wenda, seraya menegaskan pihaknya menolak perpanjangan otonomi khusus di Papua.
ULMWP mengklaim pemerintahan sementara tersebut didukung oleh semua kelompok pro-kemerdekaan yang mewakili mayoritas rakyat.
Akan tetapi, sayap militer organisasi Papua merdeka, TPNPB-OPM, menolak klaim Benny Wenda atas pemerintahan sementara Papua Barat.
Mosi tidak percaya kepada Benny Wenda
"TPNPB tidak akui klaim Benny Wenda, karena Benny Wenda lakukan deklarasi dan umumkan pemerintahannya di negara asing yang tidak mempunyai legitimasi mayoritas rakyat bangsa Papua, dan juga di luar dari wilayah hukum revolusi," ujar juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom.
"TPNPB-OPM juga tidak bisa akui klaim Benny Wenda, karena Benny Wenda adalah warga negara Inggris dan menurut hukum international bahwa warga negara asing tidak bisa menjadi presiden republik Papua Barat," tegasnya.
Ia justru beranggapan klaim Benny Wenda tidak akan menguntungkan keinginan warga Papua untuk merdeka penuh dari apa yang disebutnya sebagai "pemerintah kolonial Indonesia".
Maka dari itu, pihaknya mengumumkan mosi tidak percaya kepada Benny Wenda.
"Jelas-jelas Benny Wenda merusak persatuan dalam perjuangan bangsa Papua," ujar Sebby, seraya menambahkan "hal ini pertentangan dengan prinsip-prinsip revolusi untuk kemerdekaan bagi bangsa Papua."
Ketika dikonfrontir terkait penolakan TPNPB-OPM atas klaim Benny Wenda, ULMWP enggan berkomentar.
"Tidak mendapat dukungan penuh"
Peneliti Tim Kajian Papua pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rosita Dewi menjelaskan bahwa pemerintahan sementara Papua Barat ini merupakan kampanye ULMWP di luar negeri, namun dia memandang itu tak akan berdampak banyak dengan apa yang terjadi di Papua.
"Keberadapan ULMWP, Benny Wenda sebagai ketua ULMWP tidak diakui secara penuh juga di Papua, tidak mendapat dukungan penuh. Apalagi gerakan bersenjata seperti OPM jelas tidak mendukung keberadaan gerakan ini."
"Ini juga tidak akan berdampak besar pernyataannya Benny Wenda terkait dengan dia mendeklarasikan diri sebagai presiden," ujar Rosita Dewi .
Lebih jauh Rosita Dewi menegaskan bahwa kendati banyak organisasi di Papua yang sama-sama mendukung kemerdekaan Papua, namun memiliki jalan yang berbeda-beda.
"Banyak sekali faksi-faksi, organisasi-organsiasi pro-merdeka. Itu juga yang kemudian belum tentu sejalan dengan apa yang dilakukan oleh Benny Wenda," cetusnya.
OPM mengklaim sebagai kelompok pro-kemerdakaan Papua tertua, yang didirikan pada 1965 untuk memisahkan diri dari Indonesia yang menguasai Papua sejak 1963.
Sementara itu, ULMWP dibentuk pada 2014 untuk menyatukan tiga gerakan pro-kemerdekaan Papua, yakni Republik Federal Papua Barat (NRFPB), Koalisi Pembebasan Nasional Papua Barat (WPNCL) dan Parlemen Nasional Papua Barat melalui Deklarasi Saralana.

Apa Sikap Pemerintah Indonesia?
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah, membantah legitimasi Wenda dan langkah ULMWP untuk membentuk pemerintahan sementara.
Sementara, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Kedeputian V bidang Politik, Hukum dan Pertahanan Keamanan, dan HAM, Laus Deo Calvin Rumayom, menegaskan bahwa otonomi khusus (otsus) sebagai 'jalan tengah' penyelesaian masalah Papua.
"Kami di KSP fokus pada persoalan pembangunan yang mandek," kata Laus.
"Isu utama di Papua adalah isu pembangunan dan bagaimana kita bisa melakukan percepatan sehingga kita keluar dari ketertinggalan yang selama ini dikeluhkan oleh sejumlah masyarakat kita di Papua dan Papua Barat, terkait dengan prioritas-prioritas pembangunan yang ada di otsus, yaitu pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, ekonomi, infrastruktur dan lain-lain," jelas Laus kemudian.
Lebih lanjut, Laus menjelaskan selama dua puluh tahun penerapan otsus sejak 2001 silam "masih ada banyak kekurangan yang dibenahi" dengan "pendekatan antropologis dan kesejahteraan".
"Tentu otsus harus dievaluasi dari sisi keuangan dan kewenangan, yang belum secara maksimal terakomodir dalam undang-undang Otsus. Perbaikan itu akan dilakukan secara bertahap," kata dia.
Sejak tahun 2002 hingga 2020 ini, Papua dan Papua Barat telah memperoleh dana otonomi khusus (otsus) yang jumlahnya mencapai sekitar Rp94 triliun.
Tiap tahunnya, dana yang diperoleh kedua provinsi itu pun meningkat. Pada 2021, pemerintah menganggarkan Rp7,8 triliun untuk dua provinsi itu, meningkat 3,3% dari tahun 2020.
Di sisi lain, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib, mengatakan evaluasi otsus secara keseluruhan diperlukan, tak hanya soal dana.
Pasalnya, kata Timotius, banyak hal yang diatur dalam otsus yang hingga saat ini belum terlaksana.
Beberapa di antaranya adalah mengenai pembentukan perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Pengadilan Hak Asasi Manusia, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Provinsi Papua, hingga Komisi Hukum Ad Hoc.
Akan tetapi, gelombang penolakan otsus hingga kini masih terjadi.
Meski berbeda pandangan terkait pemerintahan sementara Papua Barat, kedua organisasi pro-kemerdekaan Papua, ULMWP dan TPNPB-OPM sepakat menentang otsus.
"Kami menolak perpanjangan 'Otonomi Khusus' dari Jakarta bersama dengan para pemimpin gereja Protestan dan Katolik, kelompok masyarakat, dan 102 organisasi yang mendukung petisi massa menentang pembaruannya," ujar ketua ULMWP Benny Wenda dalam keterangan tertulis.
Sementara juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom menegaskan ada atau tidak ada otonomi khusus, "tidak ada pengaruh sama sekali pada perjuangan" demi kemerdekaan Papua.
"Itu kan program pemerintah Indonesia, tidak ada pengaruh sama sekali," kata dia.
"Itu Indonesia yang kasih, itu gula-gula manis," cetusnya.
Sementara, pegiat HAM Papua, Yan Christian Warinussy memandang apapun kebijakan dan langkah politik yang dilakukan terkait Papua, semestinya "membawa dampak yang positif bagi pemenuhan hak asasi rakyat Papua"
"Karena mereka selalu menjadi korban dari kepentingan dua kelompok ini, kelompok pemerintah Indonesia dan kelompok perlawanan, termasuk yang diwadahi oleh ULMWP itu sendiri," ujarnya.
Sementara Kantor Staf Presiden menegaskan kembali bahwa pemerintah Indonesia menggunakan pendekatan kesejahteraan untuk menyelesaikan masalah-masalah di Papua, melalui otonomi khusus yang dianggap sebagai "jalan tengah" penyelesaian masalah Papua.
Akan tetapi, kelanjutan otonomi khusus yang sudah berlangsung selama dua dekade itu ditentang oleh gerakan pro-kemerdekaan dan sejumlah warga Papua. (bbc news indonesia)
Artikel ini tayang di tribunmedan.com dengan judul " MEMALUKAN, Mengaku Presiden Papua Barat, Benny Wenda Dapat Mosi Tidak Percaya dari Sayap Militer OPM"
* Beredar Kabar Papua Barat Deklarasikan Kemerdekaan, Fadli Zon Sindir Jokowi, Bawa Nama Habib Rizieq
Beredar kabar bahwa Papua Barat mendeklarasikan kemerdekaan.
Hal tersebut membuat heboh hingga mendapat sorotan.
Salah satunya pengamat politik Fadli Zon hingga menyinggung Jokowi dan Mahfud MD.
Kabar Papua Barat mendeklarasikan kemerdekaannya membuat heboh masyarakat Indonesia.
Dikutip TribunJakarta.com dari Wartakota pendeklarasian itu terjadi saat peringatan HUT OPM 1 Desember.
Melalui siaran pers berbahasa Ingris di laman resmi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda mengumumkan,
sejak hari ini pihaknya menyatakan pembentukan Pemerintah Sementara West Papua (menyangkut Papua dan Papua Barat).
"Mulai hari ini, 1 Desember 2020, kami mulai menerapkan konstitusi kami sendiri dan mengklaim kembali tanah kedaulatan kami,” kata Wenda dilansir TribunJakarta, Rabu (2/12/2020).
ULMWP telah menyusun konstitusi baru dan menominasikan Benny Wenda sebagai presiden sementara.
Benny juga menegaskan, sejak saat dideklarasikan, pihaknya tidak akan tunduk kepada pemerintahan Indonesia.
Dalam keterangan pers disebutkan, pengumuman tersebut menandai intensifikasi perjuangan melawan pemerintahan Indonesia di wilayah tersebut, yang berlangsung sejak 1963.
"Pemerintahan baru yang sedang menunggu bertujuan untuk memobilisasi rakyat Papua Barat untuk mencapai referendum kemerdekaan, setelah itu akan mengambil kendali wilayah dan menyelenggarakan pemilihan umum yang demokratis,"
"Represi Indonesia saat ini membuat pemilu menjadi tidak mungkin," demikian bunyi keterangan yang tertulis.
Terkait pendeklarasian sepihak itu, politikus Partai Gerindra Fadli Zon menyentil Presiden Jokowi hingga Menko Polhukam Mahfud MD.
Hal tersebut disampaikan Fadli Zon melalui media sosil Twitternya yang telah terverifikasi.
Menurut Fadli Zon, Benny Wenda sudah menantang pemerintah Indonesia secara terang-terangan.
Namun di mata Fadli Zon, pemerintah saat ini malah terlalu sibuk mengurusin Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab atau yang kerap disapa HRS.
"Pak Jokowi dan Pak Mahfud MD Panglima TNI, Kapolri,
Benny Wenda jelas-jelas sudah nantang RI.
Kok masih sibuk urus HRS?" tulis Fadli Zon.
Sementara itu kembali dilansir dari Warta Kota, Benny menambahkan, konstitusi Sementara yang baru memusatkan perlindungan lingkungan,
keadilan sosial, kesetaraan gender dan kebebasan beragama, serta melindungi hak-hak para migran Indonesia yang tinggal di Papua Barat.
"Konstitusi menetapkan struktur pemerintahan, termasuk pembentukan Kongres, Senat, dan lembaga yudisial," ujarnya
Ia mengklaim, pemerintah yang dibentuknya didukung oleh semua kelompok pembebasan di Papua Barat, mewakili mayoritas rakyat.
ULMWP menyampaikan Petisi Rakyat Papua Barat, yang ditandatangani oleh 70% Rakyat Papua, kepada Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB pada 2019.
Sementara itu, Benny Wenda yang saat ini berada di Inggris didapuk menjadi presiden sementara.
Baca juga: Suasana Saat Masyarakat Desa Golo Nderu yang Demo Berdialog Dengan Pemda Manggarai Timur
Baca juga: 8 Link Situs Streaming dan Download Gratis Drama Korea 2020 dengan Subtitle Bahasa Indonesia
Baca juga: Terima Pendemo, Ini Yang Disampaikan Asisten II Manggarai Timur Mikael Jaur, Simak INFO
Sedangkan sisa kabinet akan diumumkan dalam beberapa bulan mendatang.
Pemerintah Sementara menegaskan haknya untuk membuat Deklarasi Kemerdekaan Sepihak (UDI) pada waktu yang tepat, atas nama rakyat Papua Barat.
"Hari ini, kami menghormati dan mengakui semua nenek moyang kami yang berjuang dan mati untuk kami dengan akhirnya membentuk pemerintahan yang ditunggu,"
Benny Wenda ()
"Mewujudkan semangat rakyat Papua Barat, kami siap menjalankan negara kami,"
"Sebagaimana tercantum dalam Konstitusi sementara kami, Republik Papua Barat di masa depan akan menjadi Negara Hijau pertama di dunia, dan suar hak asasi manusia," jelas Benny Wenda.
MER-C menilai sikap Wali Kota Bogor Bima Arya terhadap permasalahan tes swab Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab tak beretika.
Sebelumnya Bima Arya Sugiarto menegur keras RS Ummi yang tidak mengetahui adanya kegiatan tes swab terhadap Habib Rizieq Shihab.
Seperti diketahui, Habib Rizieq Shihab menjalani perawatan di RS Ummi Kota Bogor sejak Rabu malam.
Habib Rizieq melakukan swab test dengan dokter pribadi tanpa diketahui pihak rumah sakit dan Satgas Covid-19 Kota Bogor.
Bima Arya mengatakan, pihak rumah sakit seharusnya mengetahui siapa saja orang yang datang atau berkunjung.
"Kami tegur. Rumah sakit ini kan punya sistem, masa nggak tahu ada orang yang datang. Bisa di-swab tapi tidak diketahui," ucap Bima Arya, Sabtu (28/11/2020).
"Saya, Kapolres, Dandim, masuk dicek, masa tim medis dari luar masuk untuk swab tidak ketahuan," imbuhnya.
Ia juga menyatakan kesangsiannya atas tes swab yang dilakukan tim kesehatan dari MER-C terhadap Habib Rizieq Shihab.
Berdasarkan informasi yang diterima, sampel swab Habib Rizieq Shihab telah dibawa ke laboratorium MER-C di Jakarta yang rupaya tidak terdaftar sebagai tempat rujukan Covid-19.
Sementara itu, MER-C menilai Habib Rizieq Shihab mendapat perlakuan kurang beretika dari Bima Arya setibanya di Rumah Sakit Ummi Bogor.
Ketua Presidium MER-C Sarbini Abdul Murad mengatakan, hal ini mengganggu pasien lain di rumah sakit tersebut.
"Selain itu, Wali Kota Bogor (Bima Arya) juga tidak beretika dalam mempublikasi kondisi pasien kepada publik, sehingga menimbulkan kesimpangsiuran dan keresahan bagi masyarakat," kata Sarbini dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/11/2020).
Sarbini menyebut, Bima Arya perlu belajar etika kedokteran tentang independensi tenaga medis dalam bekerja.
Tak cuma itu menurut Sarbini Bima Arya juga seharusnya mengetahui hak pasien untuk menerima atau menolak atas semua upaya pemeriksaan dan pengobatan yang akan diberikan tanpa adanya intervensi atau tekanan dari pihak mana pun.
"Jangankan dalam situasi normal, di daerah bencana dan peperangan saja, kita selaku tenaga medis wajib menjaga profesionalitas dan menghormati hak-hak pasien," ucap Sarbini.
Habib Rizieq Shihab, kata Sarbini, telah memercayakan MER-C untuk melakukan pemeriksaan dan pengawalan kesehatan.
"MER-C mengirim Rizieq Shihab untuk beristirahat di RS Ummi," kata Sarbini.
Politikus Partai Gerindra Fadli Zon mengomentari permasalahan tersebut di media sosial, Twitternya, pada Minggu (29/11/2020).
Senada dengan MER-C, Fadli Zon ikut mengkritik sikap Bima Arya.
Menurut Fadli Zon, Bima Arya hanya sedang mencari perhatian saja.
"Walkot Bogor @BimaAryaS
mungkin sedang cari perhatian mencari peluang politik" tulis Fadli Zon.
(Kompas.com/ TribunJakarta.com)
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul https://jakarta.tribunnews.com/2020/12/02/heboh-papua-barat-deklarasikan-merdeka-fadli-zon-sentil-jokowi-mahfud-md-sibuk-ngurusin-rizieq?page=all&_ga=2.112250887.2017141047.1606178074-857069526.1598522647
Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Ngaku Presiden Papua Barat, Benny Wenda Malah Dapat Mosi Tidak Percaya dari Sayap Militer OPM, https://bangka.tribunnews.com/2020/12/03/ngaku-presiden-papua-barat-benny-wenda-malah-dapat-mosi-tidak-percaya-dari-sayap-militer-opm?page=all