Adios Diego Maradona

Di balik kejeniusannya di lapangan bola, kesehatan Diego Maradona memang menyedihkan sejak usianya masih belia.

Penulis: Dion DB Putra | Editor: Bebet I Hidayat
Twitter
Bintang Argentina Diego Armando Maradona 

Kala itu Argentina bertemu Inggris di babak perempatfinal Piala Dunia Meksiko 1996. Tensi pertandingan panas. Di luar lapangan juga membara. Maklum secara politik, kedua negara sedang berseteru memperebutkan Pulau Malvinas.

Paruh pertama berjalan skor imbang tanpa gol. Kedua tim sama-sama menyajika permainan memikat. Maradona mengubah semuanya pada babak kedua.

Menit ke-51, Maradona penetrasi apik dari sisi kiri. Ia mengirim umpan ungkit ke arah Jorge Valdano dan kemudian bergerak maju memasuki kotak penalti.

Valdano gagal mendapat bola karena Steve Hodge sukses memotong aliran bola itu. Namun upaya Hodge membuang bola justru membuat bola mengarah ke mulut gawang.

Maradona ada di tempat yang tepat. Kiper Peter Shilton berpostur hampir 20 cm lebih tinggi dari Maradona punya keunggulan, termasuk pakai tangannya. Eh tapi dalam momen genting itu, justru Maradona cerdik menyundul bola dengan tangan kidalnya. Gol! Maradona bersorak dan lari ke pinggir lapangan diikuti rekan-rekannya.

Para pemain Inggris langsung berlarian memprotes keras gol tersebut, namun wasit Ali Bin Naser teguh pada keputusannya mengesahkan gol Maradona. Dia tidak melihat Maradona menggunakan tangan. Masa itu belum ada VAR.

Ketika tayangan ulang video memperlihatkan Diego menyundul pakai tangan, dia enteng berkata, "Sebagian karena kepala Maradona dan sisanya dibantu tangan Tuhan.” Diksi Gol Tangan Tuhan identik Diego sampai kapanpun.

Gol kontroversial tersebut menjadi tajuk utama koran-koran dunia saat itu bahkan popularitasnya awet hingga kini. Gol tersebut paling ikonik yang dikenang dari Piala Dunia 1986.

Publik Inggris memang kecewa berat. Namun, mereka pun mengakui indahnya gol kedua Maradona ke gawang Peter Shilton untuk menentukan keunggulan Argentina 2-1. Maradona ukir gol menawan, melewati lima pemain sekaligus.

Dari lapangan tengah, Diego memperdayai Peter Beardsley, Peter Reid dan Terry Butcher. Terry Fenwick berusaha mentekel di kotak penalti, tapi Diego lebih cepat sepersepuluh detik untuk menaklukkan Shilton.

Di babak semifinal Piala Dunia 1996, Maradona kembali memborong dua gol ke gawang Belgia. Pada babak final, dalam tatapan mata 110.000 penonton Stadion Azteca Mexico City serta jutaan pemirsa di seluruh dunia, Maradona mengalahkan Karl Heinz Rummenigge dkk 3-2. Jerman menangis, Argentina larut dalam pesta.

Nama Maradona yang cuma memiliki tinggi badan 165 cm dan agak gemuk itu melambung jauh. Lebih dari 100 orangtua bayi yang lahir bulan Mei-Agustus 1986 merasa perlu memberi nama anak mereka Maradona. Demam Diego di mana-mana. Maradonamania menghipnotis dunia.

Seorang gadis dari Benfleet Inggris, Jeniece Harris rela membayar 3 ribu poundsterling kepada seorang ahli hukum guna mengubah namanya menjadi Janiece Jennifer Dorothy Arsenal Maradona.

Para pakar membuat penelitian khusus tentang Maradona. Hasilnya, anatomi tubuh Diego Armando Maradona yang paling berperan adalah pinggul. Kesimpulan lain, Maradona adalah jenius bola, skill-nya merupakan gabungan lima seniman bola terbesar dalam sejarah.

Ia mampu mengutak-atik bola seperti Pele (Brasil), menguasai lapangan tengah selevel Johan Cruyff (Belanda), berkelit bagaikan George Best (Irlandia Utara), gerakan kakinya laksana Roberto Baggio (Italia) dan umpan-umpannya amat matang seperti Franz Beckenbauer (Jerman) pada masa puncaknya.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved