Yuk Simak ! Kisah Pemuda Nagekeo Racik Cabe Hingga Miliki Nama Brand Koyo Toto
Membuka usaha dengan modal nekat menjadi tantangan sendiri ketika harus memulai. Tapi pasti akan mendapatkan hasil yang diharapkan.
Penulis: Gordi Donofan | Editor: Rosalina Woso
Yuk Simak ! Kisah Pemuda Nagekeo Racik Cabe Hingga Miliki Nama Brand Koyo Toto
POS-KUPANG.COM | MBAY -- Pandemi Covid-19 secara perlahan mulai merubah pola hidup masyarakat.
Di media sosial, trend ber-selfie dan diresto, kini langsung berubah kegiatan pertanian serta menggunggah kalangan anak muda untuk melirik ke sektor untuk membuka lapangan kerja sendiri.
Hal itulah yang dilakukan oleh seorang pemuda asal Kampung Watuapi, Desa Totomala, Kecamatan Wolowae, Kabupaten Nagekeo.
Pria itu bernama lengkap Kim Seke. Kim begitu ia akrab disapa pandemi Covid-19 bukan berarti tidak produktif.
Membuka usaha dengan modal nekat menjadi tantangan sendiri ketika harus memulai. Tapi pasti akan mendapatkan hasil yang diharapkan.
"Kini menjadi saat yang tepat bagi kaum milenial untuk kembali bergelut di dunia usaha, pertanian, pemasaran serta distribusinya,"ungkap Kim kepada POS-KUPANG.COM Minggu (22/11/2020).
Ia mengaku, menjadi kaum milenial memang banyak tantangan, namun tidak berarti kita tidak bisa menghasilkan uang.
Dengan membuat suatu komoditi yang memiki nilai jual sekaligus membuka lapangan kerja. Hal inilah yang dilakukan pemilik bisnis cabai bubuk organik kemasan berlabel Koyo Toto.
Nama Koyo Toto sendiri ini kalau diartikan dalam bahasa Indonesia yang artinya Koyo artinya Lombok dan Toto merupakan nama suku dan juga nama desanya sehingga disingkatnya Koyo Toto.
"Saya ingin membuktikan bahwa sebagai kaum milenial pun bisa menghasilkan sesuatu yang bernilai jual, tidak hanya menghabiskan waktu untuk duduk diam dirumah dan dimedsos yang tanpa menghasilkan apa-apa,"jelasnya.
Ia mengaku memulai usahanya pada bulan Juni 2020, dengan bermodalkan uang sekitar Rp. 500.000 sekedar untuk membeli cabai 1 kg dan bahan baku lainnya. Sambil mengurus izin produksi, dia terus bereksperimen meracik resep cabai bubuk organik Koyo Toto.
Alumni Universitas Flores, yang saat ini menyandang gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) ini mengaku pendapatan yang didapat dari usaha yang sedang digelutinya awal memulainya tersebut hanya cukup untuk membayar pekerjaannya.
Namun karena semakin lama semakin banyak yang menyukai cabai bubuk organik Koyo Toto dan kini usahanya terus berkembang dan pendapatannya bukan saja cukup untuk menggaji 10 orang pekerjanya, tetapi dia bisa membeli mesin produksi serta hasilnya dapat dinikmati sendiri.
"Dari awal produksi hanya 1kg kemudian bertambah menjadi 10 kg dan terus bertambah. Saya juga sudah mampu membeli mesin produksi sendiri, memang awalnya saya menggunakan secara manual saja," ujar mantan Sekretaris Jendral PMKRI Cabang Ende periode 2014 ini.
Untuk kebutuhan bahan utama seperti cabai, ia memasoknya dari Nagekeo dan Ngada.
Setidaknya membutuhkan 100 kg cabai untuk bisa memproduksi 100 kg atau sekitar 509 botol perharinya dan omset per bulan mencapai belasan juta rupiah.
Ia menambahkan, untuk harganya sendiri terbilang cukup murah yaitu Rp. 30.000 per botol.
Meski begitu produknya mampu bertahan hingga kapanpun karena ini cabai bubuk kering yang organik disegel dan belum terbuka.
Mantan Korda PMKRI sedaratan Flores tahun 2016 ini menambahkan, untuk segi pemasaran selain mempunyai toko sederhana dirumah, selain itu dirinya menjual melalui pra re-saler yang ada diberbagai daerah.
Saat ini dia juga bekerjasama dengan berbagai toko dan juga supermarket yang ada di Nagekeo. Dengan strategi pemasaran seperti ini menurutnya, cabai bubuk organik Koyo Toto bisa didistribusikan ke seluruh Indonesia.
Ia berharap kedepan usaha bisnis yang digelutinya ini terus berkembang. Selain itu, dia juga berkeinginan suatu saat nanti cabai bubuk organik Koyo Toto bisa diekspor ke luar negeri.
Dimusim wabah covid-19 ini, dirinya memang mengalami kesulitan, yang paling berat dihadapinya ketika cabai yang sempat melambung tinggi hingga mencapai Rp. 120.000 per kg dan mengalami fluktuasi.
"Namun kondisi tersebut tidak membuat saya harus putus asah, akhirnya saya memanfaatkan lahan yang kosong seluas 2,5 ha untuk saya olah pengembangan tanaman hortikultura jenis cabai dan sekarang ini untuk cabai saya tidak membeli lagi, sudah kali yang ketiga saya panen cabai diatas lahan seluas 2,5 ha," ujarnya.
"Oleh karena itu saya mengajak kaum milenial yang ada di Nagekeo jangan hanya untuk sebuah generasi seorang sarjana harus kerja kantoran. Yang penting pakai seragam, mentereng tetapi penghasilan pas-pasan Ini yang salah, saya sudah buktikan, satu bulan saya bisa dapat penghasilan dari ini satu bulan kita dapat Rp 10 juta rupiah,"sambung dia.
Apresiasi Generasi Muda
Terpisah Manajer CV Sao Agro, Kasianus Sebho, mengapresiasi generasi muda yang mampu membuka lapangan kerja sendiri dengan mengolah produk lokal yang ada di daerahnya sendiri.
Kanisius mengatakan, di dua sektor yang digutinya ini memang terbilang sangat sukses. Untuk disektor pertanian dirinya membuka tanaman hortikultura jenis cabai rawit dan cabai merah selain itu pula diolah menjadi cabai bubuk organik dan diberi nama khas lokalnya Koyo Toto.
"Generasi muda itu sebagai agen perubahan maka apa yang dilakukan oleh anak muda dari Desa Totomala, Kecamatan Wolowae ini menjadi contoh bagi generasi muda yang ada di masing-masing desa di Nagekeo,"ujarnya.
Ia berharap orang muda yang ada di Nagekeo harus mampu menciptakan inovasi baru yang berkualitas dan berkelanjutan.
Pemuda lainnya, Carlos Geri menyampaikan apa yang dilakukan oleh anak muda Nagekeo patut diapresiasi.
Baca juga: Kapolda NTT Sambangi Nagekeo, Makan Pangan Lokal Hingga Bagikan Masker untuk Warga, Simak !
Baca juga: Kodim 1618 TTU Salurkan 5000 Liter Air Bersih untuk 25 Keluarga di Desa Sunsea, Info
Baca juga: Pilkada Sumba Timur, KPU Terima Bilik Suara, Info
Hal ini memicu anak muda lainnya untuk berwirausaha serta tetap semangat berkerja di tengah pandemi Covid-19 dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gordi Donofan).