Opini Pos Kupang
Kontroversi Pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah, PHP atau Urgensi? (2/Selesai)
Kontroversi Pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah, PHP atau Urgensi? (2/Selesai)
Kontroversi Pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah, PHP atau Urgensi? (2/Selesai)
Oleh : Andre Koreh, Kadis PUPR NTT 2009-2019 dan Saat Ini Staf Khusus Gubernur NTT
POS-KUPANG.COM - SETELAH mengkaji hasil pra FS dan FS yang dibuat Pemda NTT dan Kementerian PUPR, Tidal BV melakukan FS yang lebih detail dan mendalam, akhirnya Tidal BV bersedia dan berminat menjadi investor untuk mengekploitasi potensi arus laut ini.
Sehingga pada tanggal 22 April 2016, Head of Agreement ( HoA ) antara Pemprov NTT ( Gubernur Frans Lebu Raya ) dengan Tidal BV ( Mr. Erick van Denajden) ditandatangani di DenHag - Belanda, dengan nilai investasi $300 juta, disaksikan oleh seluruh delegasi Pemerintah Indonesia saat mendampingi Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja perdananya di Belanda.
Baca juga: Ibu Muda yang Gorok Bayi Kandung Hingga Tewas Ditangani Psikiater RS Aeramo
Beberapa point penting dalam HoA antara lain, selain kesepakatan nilai investasi , tapi juga ada kewajiban investor untuk melakukan transfer of knowledge selama proses konstruksi ,maupun saat operasional kepada warga NTT dan adanya profit sharing dengan Pemda NTT dan Flotim. Sedangkan kesiapan lahan dan sosial menjadi tanggung jawab Pemda NTT.

Pemda NTT memberikan kepercayaan pada perusahaan multinasional dari Belanda ini untuk mengeksploitasi energi arus laut di Larantuka menjadi tenaga listrik adalah keputusan tepat karena selain Belanda memiliki teknologinya, hingga disebut negara kincir angin, karena sangat berpengalaman dalam teknologi Turbin.
Tapi lebih dari itu Belanda juga menyiapkan pendanaannya yang dibiayai oleh FMO( Financierings Maatschaapaij voor Ontwikelinglanden atau Bank Pembangunan Belanda untuk negara berkembang ) atau Nederland Intrepreneurial Bank ( NIB)
Mengapa Harus Membangun Jembatan?
Pertanyaan ini menjadi salah satu sumber polemik, karena walaupun sudah tertera di Perda RTRW Kabupaten Flores Timur, bahwa dibutuhkan sebuah jembatan penyebarangan yang menghubungkan Pulau Flores dan Pulau Adonara, tetap saja memicu perdebatan karena awam masih menganggap jembatan hanya berfungsi sebagai sarana yang menghubungkan dua titik yang terpisah oleh sungai, legongan, jurang dan lekukan .( KBBI / Kamus Besar Bahasa Indonesia ).

Apalagi kondisi jalan provinsi NTT masih -/+ 1000 km yang belum mantap. Sehingga lebih baik bangun jalan dari pada membangun jembatan.
Yang perlu diketahui adalah, jembatan ini memiliki keunikan tersendiri, karena selain berfungsi menghubungkan dua titik tapi juga bisa menjadi sarana digantungkannya utilitas publik ( pipa air, gas, kabel dan turbin penghasil listrik. ).
Menggantungkan pipa gas. pipa air, kabel dll di badan jembatan adalah hal yang lumrah dan jamak terjadi hampir di semua jembatan di Indonesia.
Demikian juga Turbin yang dipasang tunggal di lautan ataupun di sungai sebagai mikro hidro hingga menghasilkan tenaga listrik , juga banyak ditemui.
Tapi jembatan antar pulau yang badan jembatannya digantungkan Turbin yang diputar oleh kekuatan arus laut, dan energi kinetiknya menghasilkan energi listrik dengan potensi bisa mencapai hingga 300 MW, belum pernah ada dimanapun di dunia ini.
Jikapun ada satu- satunya di dunia yaitu di jembatan Oosterscheldekiering - Belanda , tapi turbinnya hanya dipasang sebagai uji coba di salah satu span jembatan dengan bentang 100 meter , Itupun hanya menghasilkan arus listrik sebesar 1 MW.
Sehingga jembatan ini nantinya akan menjadi jembatan pertama di dunia dengan multiguna yang berpotensi menghasilkan energi listrik sebesar 300 MW dengan bentang jembatan sepanjang 800 meter.
Tentunya ini memberi keunikan tersendiri dan memberi nilai lebih dibandingkan jembatan konvensional lainnya. Itulah mengapa membangun jembatan adalah pilihan terbaik karena akan menjadi ikon tersendiri, unik dan sekaligus menjadi pilot project dalam pemanfaatan potensi arus laut menjadi energi listrik yang belum dieksploitasi maksimal .
Hal ini sejalan dengan PP No.79/ 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional, Pasal 12 ayat 1, huruf I sebagai berikut : "pemanfaatan sumber energi gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut didorong dengan membangun percontohan sebagai langkah awal yang tersambung dengan jaringan listrik "
Oleh karena itu, untuk merespon pendapat bahwa lebih baik membangun jalan yang masih ribuan kilometer belum mantap dari pada membangun satu jembatan yang " hanya " di satu kabupaten , maka pertanyaannya adalah , bila jembatan ini tidak dibangun, apakah dengan sendirinya jalan provinsi akan menjadi mantap?
Tentunya akan berbeda nilai manfaat dan spektrum dampak yang dihasilkan. Atau apakah investor jembatan mau membangun jalan provinsi dengan revenew dari traffick lalu lintas ?
Sementara regulasi di Indonesia untuk mendapatkan revenew dari pembangunan jalan adalah dengan membangun jalan bebas hambatan ( high way ) dan investor memungut toll dari pengguna jalan saat melintasinya. Tentunya tidak mungkin semua jalan di NTT dibuat seperti high way agar bisa dipungut biaya.
Yang sudah pasti karena sudah melalui study dan kajian yang detail dan mendalam, adalah membangun jembatan yang biaya pembangunannya "ditanggung" oleh jembatan itu sendiri, karena menghasilkan revenew dalam bentuk energi listrik yang bisa dijual oleh investor ke pihak lain serta benefit lainnya yang akan didapat sebagai dampak ikutan.
Apalagi sebagai Project percontohan maka teknologi serupa bisa digunakan untuk mengeksploitasi potensi listrik arus laut di seluruh dunia yang menurut Internasional Maritim Organisation ( IMO) saat ini berjumlah sekitar 7800 TWh/ Year (tera watt hour/Year ) dan belum dieksploitasi maksimal.
Tentunya mata dunia akan mengarah ke jembatan ini sebagai kiblat energi baru terbarukan dari energi arus laut.
Mengapa di Flores Timur ?
Kontroversi yang tidak kalah ramai dipolemikan adalah mengapa jembatan ini dibangun di Flores timur? Padahal ada banyak pulau di NTT yang juga berdekatan . Kenapa tidak membangun jembatan Tablolong - Papela, Kupang - Semau, Kupang - Sulamu ? Berbagai spekulasi mencuat.
Yang paling gencar adalah karena gubernurnya waktu itu berasal dari Flores Timur , dan Penulis sebagai Kadis berupaya " mencari muka " untuk menyenangkan Gubernur.
Jawabannya adalah, diantara 1.192 buah pulau di NTT, banyak pulau yang berdekatan bahkan ada yang jarak antar pulau lebih pendek dari Pulau Flores - Pulau Adonara, tapi yang memiliki banyak potensi terutama arus lautnya yang sangat kencang dan konstan sepanjang tahun, hanyalah antara pulau Flores dan Adonara .
Bahwa pada saat itu Gubernur berasal dari Flores Timur, tentunya tidak ada larangan bila seorang kepala daerah membangun kampung halamannya sendiri sepanjang memiliki potensi yang layak dikembangkan.
Bahkan adalah kewajibannya sebagai kepala daerah membangun kampung halamannya walau dengan potensi yang minimal sekalipun, karena dengan demikian dia memberikan legacy dan kebanggaan bagi kampung halamannya.
Mengapa Diberi Nama Pancasila Palmerah ?
Jembatan ini diberi nama Pancasila untuk memberi kesan monumental sekaligus mengimbangi nama besar Jembatan Soekarno di Sulut dan Jembatan Merah Putih di Papua. Selain itu untuk mengenang lahirnya Panca Sila di Ende - Flores sehingga memiliki nilai historis .
Sedangkan Palmerah adalah akronim yang diambil dari nama Desa Palo di Pulau Flores dan Desa Tanah Merah di Pulau Adonara, dimana kedua desa ini adalah desa pertama yang dihubungkan oleh jembatan tersebut. Sehingga nama Jembatannya adalah Pancasila dan Palmerah adalah lokasi jembatannya.
Mengapa Perlu Didukung Semua Pihak ?
Masyarakat, Pemerintah dan dunia usaha perlu mendukung kerja besar ini. Karena dengan dibangunnya jembatan ini akan membuka lapangan kerja baru, menambah ilmu pengetahuan dan teknologi , menciptakan titik tumbuh baru dan destinasi wisata baru, serta menciptakan energi baru terbarukan dari arus laut yang saat ini sangat dibutuhkan oleh peradaban manusia di saat cadangan energi fosil terus menipis .
Dan yang tidak kalah pentingnya adalah menimbulkan kebanggaan tersendiri bagi warga NTT sebagai intangible benefit ( keuntungan yang tidak dilihat namun dapat dirasakan) karena ada jembatan di NTT sebagai yang pertama dan satu satunya jembatan di dunia yang menghubungkan antar pulau tapi menghasilkan energi baru terbarukan karena arus lautnya dapat diubah menjadi energi listrik.
Kapan Mulai Pelaksanaanya dan Berapa Lama Waktu yang Dibutuhkan ?
Sebagai warga NTT penulis berharap jembatan ini segera dibangun , lebih cepat lebih baik. Namun Proses administrasi dan teknis, membutuhkan waktu yang tidak sedikit, belum lagi sebagai jembatan yang memadukan teknologi civil bridge ( jembatan sipil ) dan tidal bridge ( jembatan arus laut) yang dibangun secara bersamaan adalah yang pertama kali di Indonesia bahkan di dunia, sehingga terbentur soal kewenangan dan regulasi di Pemerintah Indonesia.
Mulai dari kewenangan koordinasi . Apakah jembatan yang menghasilkan arus listrik dan listriknya akan digunakan oleh PLN akan berada dibawah koordinasi kementrian PUPR ataukah di bawah kementrian ESDM ?
Soal ini saja membutuhkan koordinasi lintas kementrian dengan waktu pembahasann yang panjang dan lama karena harus disesuaikan dengan regulasi yang ada. Jika regulasinya belum ada , maka dibuatkan regulasi baru agar semua proses sesuai dengan standar kepatuhan dan kepatutan sehingga mengakomodir semua kepentingan.
Belum lagi Tarif listrik yang dihasilkan oleh arus laut belum pernah ditetapkan oleh pemerintah. Maka dibuatlah daftar harga jual listrik arus laut yang membutuhkan waktu untuk kajian dan analisa yang komprehensip.
Setelah tarifnya ditentukan dan ditetapkan oleh Pemerintah , masih perlu dimasukkan ke dalam RUPTL ( Rencana Umum Penggunaan Tenaga Listrik) sebagai acuan bagi PLN untuk boleh membeli listrik tersebut. Itupun masih dibutuhkan study konektivitas untuk meyakinkan PLN bahwa listrik yang dihasilkan dari arus laut bisa terkoneksi dengan sistem jaringan yang dimiliki oleh PLN saat ini.
Demikian juga dibutuhkan waktu untuk membahas Skema pembiayaan dan sistem pembayaran yang akan dilakukan oleh PLN kepada Tidal BV.
Karena teknologi yang digunakan masih tergolong baru bagi Pemerintah Indonesia maka diperlukan studi pembuktian lagi dari para ahli kelautan di ITS Surabaya apakah teknologi tidal bridge memiliki daya tahan yang lama ?
Walau oleh tidal bridge jembatan ini di desain dengan umur rencana mencapai 50 tahun, namun semua itu perlu pembuktian secara ilmiah.
Dan pada bagian akhir yang wajib dilakukan adalah study mengenai AMDAL ( Analisa Mengenai Dampak Lingkungan ) sejauh mana pembangunan jembatan ini memberi dampak kepada warga , baik sosial, ekonomi , budaya dan lingkungan.
Semua tahapan proses ini membutuhkan waktu yang panjang dan berliku, sehingga dibutuhkan kesabaran dan ketekunan yang luar biasa dengan biaya yang tidak sedikit yang sudah dikeluarkan oleh investor.
Setelah semua proses admintrasi selesai dilakukan, maka pelaksanaan pembangunan bisa dimulai. Dan berdasarkan kajian teknis dan pengalaman para Engeneer dari Tidal BV, mereka membutuhkan waktu antara 18 s/d 24 bulan.
Saat tulisan ini dibuat, seluruh tahapan proses adminitrasi dan teknis sudah selesai dilakukan termasuk AMDAL, tinggal satu lagi langkah administrasi yang dibutuhkan yakni Perijinan dari Pemda NTT dan Flotim.
Jika Perijinan sudah didapat, maka penandatangan kontrak dengan PLN sebagai pembeli energi listrik ini bisa dilakukan, pembiayaan dari FMO tinggal menunggu kelengkapan semua persyaratan admintrasi dipenuhi, maka proses ground breaking ( GB ) bisa segera dilakukan.
Kesimpulan
Untuk menjawab apakah ide pembangunan jembatan Pancasila Palmerah adalah PHP ( pemberi harapan palsu) ataukah ini sebuah urgensi? Jawabannya adalah pembangunan jembatan ini adalah sebuah urgensi, namun karena baru pertama kali direncanakan untuk dibangun di Indonesia bahkan di dunia, prosesnya butuh waktu lama dengan jalan panjang yang berliku sehingga kesannya seperti sebuah PHP.
Untuk itu dibutuhkan kesabaran agar bisa melihat hasil, karena NTT sedang mencatat sejarah dalam dunia teknologi jasa konstruksi, energi arus laut dan energi baru terbarukan.
Pembaca, bayangkan jika jembatan ini selesai dibangun, dengan bentuk dua ikan paus saling berhadapan yang membelah selat sempit Larantuka, saat malam tiba, kelap kelap lampu memancar dari badan jembatan dengan indahnya .
Patung Bunda Maria dan Patung Yesus Kristus berdiri dengan anggun di kedua sisi jembatan . Saat yang sama di kejauhan peserta prosesi ziarah Samana Santa yang sudah ratusan tahun dirayakan menjelang pesta Paskah, dihadiri peziarah dari seluruh dunia, sayup-sayup terdengar lagu " Jangan Lupa Ya Maria".
Semua mata memandang ke arah jembatan, yang dengan kokoh berdiri karena membiayai dirinya sendiri, siap menebar kebaikan bagi umat manusia . Sementara didasar laut, arus Gonzalo tetap dengan "keganasannya".
Saat itu, dunia melihat cahaya dari timur Indonesia . Rasa bangga dan haru memenuhi relung hati anak NTT.
Ada pertanyaan reflektif buat kita, "JIKA KITA PUNYA KEBUTUHAN NAMUN KITA HANYA MEMILIKI POTENSI, SEMENTARA ADA PIHAK YANG MENAWARKAN TEKNOLOGI YANG BISA MENGEKSPLOITASI POTENSI YANG KITA MILIKI, DEMI KEUNTUNGAN BERSAMA, SEKALIGUS MENYIAPKAN PEMBIAYAANNYA DENGAN KONSEP BAGI HASIL, APAKAH KITA MENOLAK ATAU MENDUKUNGNYA ?" (*)