Wabah ASF Belum Juga Meredam, drh. Maxs Sanam : Tingkatkan Bio-Security
ternak bisa diuji dengan menempatkan ternak yang tidak divaksin pada kandang tertentu untuk mengetahui
Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Rosalina Woso
Wabah ASF Belum Juga Meredam, drh. Maxs Sanam : Tingkatkan Bio-Security
POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Wabah African Swine Fever (ASF) yang merebak sejak awal tahun 2020 hingga kini masih terus menyerang ternak babi di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Menanggapi hal ini, Pelaksana tugas (Plt) Dekan Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Nusa Cendana (Undana), Kupang, Dr. drh. Maxs U. E. Sanam, M.Sc mengatakan, meskipun virus ini sudah menyerang sejak awal tahun, hampir berbarengan dengan serangan virus Covid-19, hingga saat ini belum ada vaksin yang berhasil dikembangkan.
"Kalau hanya riset, ada, tapi vaksin yang beredar secara potensial, kita tidak ada, sehingga langkah strategis yang harus dilakukan adalah dengan yang namanya Bio Security" kata Maxs pada Rabu (18/11/2020).
Bio Security, lanjut Maxs, adalah salah satu upaya atau langkah yang dilakukan untuk menghindari masuknya virus dari luar kedalam lingkungan peternakan.
"Antara lain itu, tidak boleh sembarangan orang masuk bahkan tidak boleh orang masuk. Kalaupun dia masuk juga harus seperti penanganan Covid-19, harus pakai disinfektan, pakaian dan sepatunya harus diganti" jelas Maxs.
Meski demikian, kata Maxs, dalam situasi peternakan tradisional hal ini sulit untuk diterapkan, bahkan peternakan - peternakan besar saja kita lihat, jebol.
Menurut Maxs hal tersebut terjadi karena ada indikasi juga berasal dari bahan pakan yang sudah terlanjur terkontaminasi.
"Diduga seperti itu karena mereka (peternak) menyatakan bahwa mereka sudah menetapkan segala daya dan upaya peternakan dalam jumlah ratusan ekor dan tertutup sama sekali. Tidak Ada yang masuk tapi kemudian jebol juga. Mati semua (ternaknya) kerugiannya bisa sampai milyaran" ungkap Maxs.
"Tapi ada kasus - kasus misalnya di Sumatera yang mereka ekspor ke Singapura itu tidak ada kasus karena merena benar - benar menetapkan Bio Security yang sangat ketat" lanjutnya.
Selain itu, tambah Maxs, pakan juga harus diperhatikan.
"Misalnya ada orang yang punya ternak babi yang sudah tertular virus ASF pergi ke toko, sementara virus ada di sepatunya, kemudian saat orang mengambil pakan dia menggeser karung dan sebagainya dan menyentuh virusnya, kemudian virus itu dibawa didistribusi ke peternak yang lain. Rantainya seperti itu" jelas Maxs.
"Kementerian Pertanian sendiri masih mengembangkan riset untuk vaksin, tapi saya belum tahu sudah sampai mana riset itu karena dana untuk pengembangan vaksin itu sangat besar" tambahnya.
Oleh karena itu, langkah paling aman saat ini adalah dengan menetapkan Bio Security.
Selain itu, kalau bisa jangan mengambil babi dari luar dan gunakanlah babi dari peternakan itu sendiri karena walaupun terlihat sehat, ternak tersebut bisa jadi career atau pembawa virus seperti orang tanpa gejala (OTG) pada Covid-19.
Maxs juga menambahkan, pihak Badan Karantina pun harus memperketat pengawasan transportasi ternak babi hidup maupun olahannya ke luar daerah.
"Nah itu harus diperketat apalagi orang bawa daging Se'i atau daging mentah dari daerah terpapar ke daerah yang masih steril. Itu yang harus diperhatikan" ucap Maxs.
Disamping itu, kata Maxs, sosialisasi dan edukasi juga harus terus dilakukan kepada masyarakat agar bisa aware terhadap persoalan ASF, bahwa tidak ada cara lain selain meningkatkan Bio-Security.
Masyarakat tradisional yang masih memelihara ternak babi dengan jenis pakan makanan sisa juga harus diperhatikan dengan baik.
"Makanan sisa itu harus dimasak betul baru dikasih ke hewannya karena itu juga salah satu potensi untuk menularkan virus" kata Maxs.
"Itu yang bisa dilakukan sekarang. Kalau Saya peternak sekarang, saya mengurangi populasi dan caya ambil contoh melakukan diversifikasi ke usaha lain, ayam misalnya, sambil menunggu ketika ASF ini sudah benar - benar pergi" lanjutnya.
Sebagai tenaga medis, Maxs mengatakan, ternak bisa diuji dengan menempatkan ternak yang tidak divaksin pada kandang tertentu untuk mengetahui apakah virus ASF masih ada di tempat ini atau tidak.
"Yang kedua unsur pemerintah bisa bergerak melakukan survailens untuk mendeteksi kemungkinan masih adanya virus melalui uji - uji DNA di setiap peternakan yang ada, sehingga orang bisa memulai pelihara dalam jumlah yang banyak" jelas Maxs.
"Kalau tidak, kita seperti berjudi ini. Kalau Judi kita piara babi terus tiba - tiba ada wabah di satu tempat, kita punya juga kena mati semua. Penyakitnya sangat patogen sangat menular" kata Maxs.
Baca juga: Jika Pemerintah Biarkan Kerumunan Pilkada, FPI Ancam Tetap Gelar Reuni 212
"Hanya itu yang bisa kita lakukan. Bio-Security. Lakukan pendampingan lalu pemerintah bisa melakukan pengawasan terhadap lalu lintas ternak babi dan produk - produk terutama dari daerah - daerah wabah" pungkasnya.((Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi))