Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Sabtu 7 November 2020: Berhala vs Ber-Allah
Hampir seluruh kebutuhan hidup di dunia ini diperoleh melalui jasa alat tukar yang mendunia ini. Uang berguna untuk memenuhi kebutuhan manusia
Yesus bersabda: “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Ay. 13). Dengan demikian, jelas bahwa ada manusia yang jatuh dalam dosa berhala. Naluri gelap ketamakan dan egoisme telah menjadikan manusia diperhamba oleh uang dan kekayaan.
Sabda Yesus ini “dicemooh” (Yun. ekmuktērizό) orang Farisi. Mereka mencemooh Yesus karena sikap-Nya yang tegas dan kritis terhadap bahaya laten kuasa uang dan kekayaan yang memperhamba kesadaran manusia. Mereka mencemooh Yesus karena mereka sendiri adalah “hamba-hamba uang” (Yun. philargüroi). Kata “philargüroi” berarti “pecinta dan pemuja uang”.
Sungguh kenyataan yang ironis, figur yang dianggap sebagai pemuka agama yang harusnya “dekat dengan Tuhan” malah menjadi “hamba uang”. Yesus jelas tidak ingin para murid-Nya jatuh dalam dosa berhala jenis ini.
Oleh karena itu, Yesus membongkar kemunafikan mereka (Yesus sering menyebut mereka sebagai kaum hipokrit yang hidup palsu dan munafik) dengan menyampaikan sabda yang keras dan menantang: “Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah.” (Ay. 15). Mereka mungkin bisa munafik di hadapan manusia, namun pandangan mata Allah menembusi ruang tersembunyi dalam hati mereka yang busuk itu.
Pelajaran berharga yang dapat kita petik dari Sabda Tuhan hari ini adalah sebagai berikut: Pertama, kita memang membutuhkan uang dan harta milik untuk menunjang kehidupan kita di dunia. Tapi, uang dan harta adalah “sarana” bukan “tujuan” hidup kita. Tujuan hidup kita tetap pada kebahagiaan abadi bersama Allah. Inilah harta yang kita kejar di dunia. Dalam ungkapan Paulus, inilah mahkota abadi yang kita perjuangkan dalam gelanggang pertandingan hidup kita di dunia.
Kedua, kita perlu berbagi kepada orang lain, terutama mereka yang membutuhkan. Mengapa? Karena dengan berbagi, hati kita tidak dikuasai naluri untuk memperkaya diri. Kita menjadi “tuan” atas harta kita. Banyak orang jatuh dalam kuasa berhala kekayaan karena tangan mereka enggan terbuka untuk berbagi.
Ketiga, kita perlu setia dalam hal-hal yang kecil dan sederhana. Kejujuran, khususnya dalam pengelolaan keuangan dan harta milik menjadi keutamaan Kristiani. Kita dipercayai karena kesetiaan dan kejujuran kita.
Keempat, kita tidak boleh menjadi kaum hipokrit (munafik) seperti kaum Farisi, yang kelihatannya berwibawa dan saleh di hadapan orang, tetapi hati kita penuh dengan ketamakan dan egoisme. Banyak koruptor yang nampaknya dermawan kepada orang lain. Artinya, kita perlu sadar bahwa sepandai apapun kita menutup kesalahan kita, pandangan mata Tuhan menembus sampai pada ruang-ruang tergelap dalam diri kita.
Mari terus berbenah dalam hidup kita. Tuhan memberkati kita sekalian. Salve!