Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik, Sabtu 7 November 2020: Berhala vs Ber-Allah

Hampir seluruh kebutuhan hidup di dunia ini diperoleh melalui jasa alat tukar yang mendunia ini. Uang berguna untuk memenuhi kebutuhan manusia

Editor: Agustinus Sape
Dok Pribadi
Fr. Giovanni A. L Arum 

Oleh: Fr. Giovanni A. L Arum

Calon Imam Keuskupan Agung Kupang

Berdomisili di Centrum Keuskupan Agung Kupang

POS-KUPANG.COM - “Nemo servus potest duobus dominis servire: aut enim unum odiet, et alterum diligent: aut uni adhaerebit, et alterum contemnet: non potestis Deo servire, et mammonae; seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Luk. 16:13)

Siapa dapat menyangkal bahwa dalam hidup ini kita membutuhkan uang? Hampir seluruh kebutuhan hidup di dunia ini diperoleh melalui jasa alat tukar yang mendunia ini. Uang berguna untuk memenuhi kebutuhan manusia demi menyejahterakan hidupnya.

Namun, apa sebenarnya fungsi uang bagi manusia dalam hubungannya dengan iman? Bagaimana orang beriman memposisikan uang dan harta miliknya dalam menghayati imannya di dunia ini?

Perikop Injil yang akan kita renungkan hari ini memberikan tuntunan yang jelas perihal sikap kritis orang beriman dalam menggunakan uang dan harta kekayaannya.

Yesus membuka perikop Injil hari ini dengan kalimat tegas dan penuh kuasa: “Aku berkata kepadamu…” (Yun. egō hümin legō). Dalam Injil, ungkapan ini menunjukkan dimensi kekuasaan Yesus sebagai Allah Putera yang bersabda. Jika dalam Perjanjian Lama, para nabi menjadi perantara yang menyampaikan Sabda Allah (“Allah berfirman…”), maka Yesus melampaui figur para nabi dengan menyampaikan Sabda dari mulut-Nya sendiri.

Selain menunjukkan otoritas Ilahi Yesus, ungkapan ini juga menunjukkan pentingnya bunyi sabda yang akan mengikutinya. Dalam konteks perikop Injil hari ini, bunyi sabdanya adalah perintah untuk “mengikat persahabatan dengan Mamon yang tidak jujur, supaya jika ia tidak lagi sanggup menolong, orang dapat diterima dalam kemah abadi.” (Bdk. Ay. 9).

“Mamon” adalah ungkapan Aramea yang sering disebut dalam tulisan-tulisan kuno Yahudi. Kata ini dalam Perjanjian Baru diartikan sebagai uang, harta kekayaan, dan hal lain yang serupa. Dalam kenyataan, “Mamon” sangat menggoda manusia. Bahkan ia mampu memperbudak kesadaran umat manusia. Tidak pernah ada orang rakus yang merasa cukup di hadapan uang dan kekayaan.

Maksud dari ungkapan sabda Yesus bukan berarti setiap manusia harus mengikatkan dirinya dengan “Mamon” yang memperbudak, tapi secara cerdik menggunakannya dengan baik agar mampu diterima dalam kemah abadi di surga.

Kita bisa membaca dengan jelas bahwa tujuan dari “ikatan persahabatan dengan Mamon” adalah bersifat sementara. Ia hanyalah sarana untuk mencapai tujuan utama, yakni: berdiam dalam kemah Allah di surga.

Yesus menambahkan tentang pentingnya kesetiaan dan tanggung jawab dalam perkara-perkara yang kecil. Karena kesetiaan dalam perkara yang kecil akan menjadi ukuran bagi kesetiaan dan tanggung jawab seseorang dalam perkara-perkara yang lebih besar.

Ada ungkapan Latin yang berbunyi: “cura minimorum; rawatlah hal-hal yang kecil”. Dalam konteks uang dan kekayaan duniawi, nasihat ini penting bagi kita untuk bertanggung jawab mengelola kekayaan yang Tuhan anugerahkan kepada kita demi Kerajaan Allah.

Mengenai daya tarik uang dan kekayaan, Yesus dengan tegas memberikan nasehat bahwa manusia dapat menjadikan “Mamon” sebagai “berhala”, yakni suatu tindakan dosa yang menjadikan uang dan kekayaan sebagai “tuhan atau dewa”.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved