Berita NTT Terkini
Webinar BI, Dampak PEN Terhadap Perekonomian Nasional dan NTT
Walau kita ingin investasi masuk sebesar-besarnya, pemerintah NTT mempunyai beberapa batasan. Pendekatan pembangunan di NTT itu hadus bersifat inklus
Penulis: F Mariana Nuka | Editor: Ferry Ndoen
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Intan Nuka
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Bank Indonesia Kantor Perwakilan Nusa Tenggara Timur (BI KPw NTT) menyelenggarakan Webinar Dampak PEN Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan NTT. Kegiatan digelar secara virtual melalui Zoom pada Kamis (5/11/2020) dan dimoderatori oleh Frits Fanggidae. Dalam sambutannya, Kepala BI KPw NTT I Nyoman Ariawan Atmaja menjelaskan NTT mengalami inflasi di bulan Oktober 2020 sebesar 0,26 persen m-o-m yang mana meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,15 persen. Secara tahunan, inflasi NTT di bulan Oktober 2020 mencapai 1,04 persen yoy dan berada di bawah inflasi nasional sebesar 1,44 persen yoy.
Pemerintah telah mengalokasikan APBN untuk PEN yang terbagi untuk kesehatan, perlindungan sosial, insentif dunia usaha, stimulus UMKM, alokasi K/L, dan pembiayaan korporasi. Dalam upaya mempercepat implementasi program PEN itu, BI pun terus bersinergi dari sisi ekspansi moneter dengan akselerasi stimulus fiskal pemerintah. BI melakukan pelonggaran likuiditas, juga ekspansi moneter dan realisasi percepatan anggaran dengan restrukturisasi kredit perbankan untuk mendorong penyaluran kredit pembiayaan bagi pemulihan ekonomi nasional.
Di awal materinya, Anggota DPR RI Komisi XI Ahmad Yonan menjelaskan secara singkat bahwa DPR mendukung penuh pengesahan Perppu No 1/2020 menjadi UU No 2/2020. Ada tiga alasan dibalik penerbitan perppu tersebut, yakni sebaran Covid-19 sebagai pandemi yang berdampak pada akses sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, serta peningkatan belanja negara dan pembiayaan. Ada juga memburuknya sistem keuangan yang ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik, sehingga diperlukan mitigasi bersama untuk antisipasi bersama stabilitas sektor keuangan.
Komisi XI DPR juga memberikan dukungan penuh yang berkaitan dengan refocusing anggaran tahun 2020 untuk PEN. Langkah kebijakan yang diambil antara lain restrukturisasi dan relaksasi kredit, penguatan likuiditas, program pemulihan ekonomi, serta pemberdayaan pelaku ekonomi khususnya UMKM dan ultra mikro.
Berkaitan dengan pendanaan (budgeting), DPR menyetujui postur anggaran yang diajukan pemerintah dalam rangka PEN. Dukungan anggaran untuk 2021 nanti sebesar Rp356,5 triliun. Angka tersebut terdiri dari penanganan kesehatan sebesar Rp25,4 triliun, perlindungan sosial masyarakat menengah ke bawah sebesar Rp110,2 triliun, dukungan sektoral kementerian/lembaga sebesar Rp136,7 triliun, dukungan bagi UMKM sebesar 48,8 triliun, pembiayaan korporasi sebesar Rp14,9 triliun, dan anggaran insentif usaha sebesar Rp20,4 triliun.
"Selain itu, DPR juga memberikan dukungan penambahan cadangan belanja PEN sebanyak Rp15,8 triliun dalam postur RAPBN 2021," kata Ahmad.
Ia menambahkan, Komisi XI DPR RI terus mendesak pemerintah mempercepat penyerapan anggaran PEN yang masih rendah. "Intinya kami terus mengingatkan pemerintah agar sungguh-sungguh di tahun 2021 ini jangan sampai kita mengulangi realisasi anggaran PEN hanya 38,6 persen atau setara dengan Rp258,3 triliun dari pagu yang dianggarkan sebesar Rp695,2 triliun di tahun 2020," harap Ahmad. Politisi dari Partai Amanat Nasional ini menilai, realisasi anggaran yang rendah ini menyebabkan tujuan utama adanya PEN belum dapat dinikmati oleh masyarakat. Hal itu terlihat dari pertumbuhan negatif di kuartal kedua.
Sementara itu, pemateri kedua yakni Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro-Keuangan Kemenko RI Iskandar Simorangkir menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III tahun 2020 mengalami kontraksi minus 3,49 persen (yoy), membaik dibanding triwulan II tahun 2029. Konsumsi pemerintah masih tumbuh 9,76 oersen dan sektor pertanian serta infokom pun masih tumbuh positif. "Benar mengalami kontraksi tapi kontraksinya mengalami perbaikan," jelasnya.
Ia melanjutkan, daerah yang mengalmi pertumbuhan terdalam kontraksi berada pada Bali dan Nusa Tenggara, terkhususnya Bali. Hal itu dikarenakan sumber utama pertumbuhannya adalah sektor pariwisata. Sedangkan aktivitas pariwisata dibatasi untuk mencegah penyebaran Covid-19. Namun, laju pertumbuhan ekonomi di NTT kata Iskandar semakin membaik. Ia melihat laju pertumbuhan triwulan y-on-y sebesar minus 1,68 persen dengan q-to-q sebesar 3,06 persen. Menurutnya tren itu mengalami perbaikan.
Ekonomi Indonesia pun memasuki tahap pemulihan. Meskipun produksi dan daya beli masyarakat masih belum kembali ke level pra pandemi, namun sejumlah indikator ekonomi menunjukkan perbaikan perlahan seiring dengan aktivitas ekonomi yang mulai dilonggarkan. Adapun neraca perdagangan Indonesia menunjukkan adanya perbaikan, yang mana pada September 2020 mengalami surplus USD2,44 miliar atau surplus 5 bulan berturut-turut sejak Mei 2029. Ekspor komoditas secara bulanan pada September pun mulai rebound seiring permintaan global.
Selain itu, ia memaparkan bahwa inflasi Indonesia relatif terkendali untuk keseluruhan tahun. Menariknya, inflasi inti lebih banyak disumbangkan oleh emas dan perhiasan. Jika dilihat di bulan terakhir, harga emas turun tapi inflasi inti tetap positif. "Artinya, memang real demand itu mulai bergerak dalam perekonomian nasional," ungkapnya.
Pemerintah pun telah melakukan berbagai strategi untuk penanganan Covid-19 bagi PEN yang terbagi juga dari sisi kesehatan dan sisi ekonomi. Biaya penanganan Covid-19 sendiri sebesar Rp695,20 triliun dibagi untuk menangani kesehatan, perlindungan sosial, dukungan UMKM, dunia usaha, dan Pemda. Realisasi anggaran per 26 Oktober 2020 pun telah mencapai 51,1 persen. "Ke depan untuk anggaran yang sulit dieksekusi akan dialihkan untuk program PEN yang meningkatkan daya beli masyarakat, misalkan menambah Banpres Tunai, memperpanjang Subsidi Gaji, juga BLT," tambahnya.
Pemateri terakhir, Guru Besar Universitas Kristen Satya Wacana dan Staf Ahli Gubernur NTT Prof Daniel Kameo menyampaikan bagaimana peluang investasi dan proyeksi pertumbuhan ekonomi di NTT. Ia menjelaskan bahwa sektor pariwisata merupakan penggerak utama ekonomi di NTT. Namun, ada sektor andalan yang juga menjadi unggulan yakni pertanian, peternakan, dan perikanan. Ada pula sektor ekonomi strategis dalam sistem rantai pasok, yakni industri pembenihan, industri pakan ternak, industri pengolahan produk pertanian, dan farmasi-biofarmaka.
Kondisi lingkungan sangat berpengaruh sebagai dukungan terhadap perkembangan sektor pariwisata di NTT. Hal itu terlihat dari penetapan Labuan Bajo sebagai Super Prioritas Tourist Destination dan NTT yang terpilih sebagai salah satu lumbung pangan nasional (Sumba Tengah sebagai Food Estate). Keunikan sekaligus keunggulan posisi geo-politik dan geo-ekonomi yakni NTT berada sebagai beranda depan Selatan Indonesia, lalu memiliki peluang kerja sama ekonomi perbatasan, dan memiliki empat bandara internasional, yakni satu di NTT dan tiga di Timor Leste.