Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Minggu 1 November 2020: Meretas Jalan Menuju Kekudusan
Para orang kudus dalam ziarah hidup dinyatakan telah selesai hidupnya dengan diri sendiri dan memfokuskan hidup kepada upaya memuliakan Allah
Renungan Harian Katolik, Minggu 1 November 2020
Meretas Jalan Menuju Kekudusan
Oleh: RD. Maxi Un Bria
POS-KUPANG.COM - No one’s perfect. Sesungguhnya tidak ada seorang pun yang sempurna di kolong langit ini. Setiap manusia memiliki keunggulan dan keterbatasan. Namun agama-agama dan aliran keprcayaan melalui ajarannya memberikan pencerahan, motivasi dan optimisme bahwa manusia yang tidak sempurna dan terbatas memiliki potensi untuk berubah menuju pencapaian yang maksimal sebagai orang baik, orang benar, orang cerdas, orang yang terampil, orang jujur dan orang yang kudus.
Pencapaian menuju kesempurnaan itu melewati proses dan dinamika yang panjang. Membutuhkan perjuangan, pengosongan diri, ketekunan, refleksi dan terutama dengan mengandalkan rahmat dari Allah.
St. Agustinus mengatakan bahwa “Aku percaya untuk mengerti dan aku mengerti untuk percaya lebih baik.” Pernyataan St. Agustinus membantu kita untuk berefleksi tentang Hari Raya Semua orang Kudus yang dirayakan gereja Katolik hari ini. Bahwasannya semua orang kudus di surga dipercayai telah mengalami kebahagiaan sejati. Mereka hidup di hadapan Allah dan mengisi seluruh waktu untuk memuji dan memuliakan Allah dalam roh dan kebenaran.
Setiap tanggal 1 November dalam liturgi Gereja Katolik didedikasikan untuk menghormati semua orang kudus. Yang dimaksud dengan semua orang kudus adalah semua manusia beriman yang telah melawati ziarah iman di bumi dan selama peziarahan tersebut tekun mengabdikan hidup untuk kepentingan kemuliaan Allah dan kebaikan manusia.
Para orang kudus dalam ziarah hidup dinyatakan telah selesai hidupnya dengan diri sendiri dan memfokuskan hidup kepada upaya memuliakan Allah dan melakukan amal bagi sesama manusia.
Meski demikian gelar kudus diberikan Gereja kepada setiap orang beriman Katolik yang selama hidup di dunia dikenal telah menjadi contoh hidup iman, harap dan kasih. Mereka dinilai dan dipercayai sebagai orang kudus yang dapat yang menginspirasi khalayak dalam sikap takwa kepada Allah dan kasih kepada sesama.
Gereja meyakini bahwa setiap orang yang diyakini sebagai orang kudus di surga selalu memandang wajah Allah dan memuliakan Allah sepanjang waktu. Hal ini dapat ditemukan dalam narasi berikut.
Para orang kudus berasal dari segala suku dan bangsa yang telah keluar dari kesusahan yang besar tersunggkur di hadapan tahta Allah sambil berseru “ Amin ! Puji-pujian dan kemuliaan, hikmat dan syukur, hormat dan kekuasaan bagi Allah kita sampai selama-lamanya ! Amin “ ( Wahyu 7 : 12 ).
Orang-orang kudus, suci hatinya dan menaruh pengharapan kepada Allah seraya menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci ( Bdk 1 Yohanes 3 :3 ).
Dengan merayakan Hari Raya Semua Orang Kudus kita diingatkan bahwa sesungguhnya kita dipanggil untuk menjadi orang kudus. Gelar kekudusan biasanya diberikan setelah seseorang mengakhiri ziarah hidup di dunia. Tetapi jalan menuju kekudusan mesti mulai dihidupi dan diperjuangkan semenjak berada di bumi.
Momentum Perayaan Hari Raya Semua Orang Kudus mengajarkan kepada manusia bagaimana mesti berjuang menata hidup agar menjadi kudus di hadapan Allah dan di tengah dunia. Panggilan kepada kekudusan adalah sebuah ajakan mulia bagi segenap umat manusia untuk menata dan mengolah hidup menjadi lebih kudus dan berkenan bagi Allah dalam setiap pikiran, ucapan dan perilaku hidup sebagaimana yang diamanatkan dalam Kitab Suci.
Manusia diundang untuk mengusahakan kekudusan hidup dengan mengembangkan sikap rendah hati dan pengosongan diri dari waktu ke waktu. Di tengah kesibukan memperjuangakan pencapaian kesejahteraan dan damai sejahtera di bumi, mereka diajak untuk mengarahkan hidup dan menaruh pengharapan kepada Allah karena kebahagiaan sejati dan keselamatan bersumber dari Allah.
Manusia memang sepantasnya berharap dan bergantung kepada Allah bukan kepada hal-hal material. Semua hal material sifatnya hanya sebagai sarana dan bukan tujuan. Sebab tujuan ziarah hidup kita adalah mengalami damai sejahtera di bumi dan keselamatan di akhirat karena mengimani Allah dan hidup sesuai kehendak-Nya.
Dalam upaya mengarahkan hidup menjadi kudus, kita diminta untuk memiliki perspektif dan sikap belarasa terhadap sesama yang miskin, sakit, kaum yatim piatu, orang asing dan semua mereka berada dalam kesusahan dan dukacita.