Walau Dicap Tukang Tipu Tapi Rakyat Timor Leste Mengaku Lebih Maju di Bawah China Daripada Indonesia

Mereka enggan merilis berapa banyak warganya yang tinggal di Timor Leste, karena mereka juga tidak mendaftarkan kehadiran mereka melalui visa.

Editor: Frans Krowin
Serambi Indonesia
Bendera dan Peta Timor Leste 

"Ada ketegangan sosial dalam banyak kasus, terutama di sektor ritel dan kontruksi di mana pengusaha lokal merasa dikesampingkan oleh pendatang China," kata Graeme Smith, dari Universitas Nasional Australia.

"Sisi negatif paling jelas adalah ketegangan sosial antara pemilik toko, dan meningkatnya hubungan klientelis pengusaha Tiongkok yang lebih besar," tambahnya.

Sementara Soares menyoroti pertikaian penduduk Dili dengan migran China yang dikaitkan dengan kecemburuan sosial.

"Mungkin terlalu dini mengklaim bahwa terjadi peningkatan sentimen Anti-China di Timor Leste, tetapi insiden ini mengarah pada sentimen dan motivasi rasial terhadap pendatang baru China," katanya.

Akan tetapi, berlawanan dengan pendapat para peneliti, penduduk asli Timor Leste justru mengatakan hal berbeda.

Maria Carmen Alianca Xiamens Pereira (37) yang bekerja di Hotel di Dili, mengatakan investasi China di negara itu justru bagus, karena memberikan penduduk lokal pekerjaan.

"Sejujurnya, ketika kita di bawah pemerintah Indonesia, hanya separuh orang Timor Leste yang bisa bekerja sebagai karyawan, atau di toko," kata Pereira.

"Sekarang kami sudah sangat mandiri, semua orang bekerja dan menerima gaji," katanya.

Petugas keamanan Adelino Soares, mengatakan bahwa ekonomi Timor Leste semakin bergantung pada uang China, negara tersebut telah berubah sedikit demi sedikit.

Namun, orang China yang berada di Timor Leste, Ma yang membuka toko di Timor Leste justru ungkap borok asli orang China.

"Tidak peduli negara Asia Tenggara mana, ada banyak orang China yang menjadi penipu," katanya.

Dia mengatakan, bersama suaminya awalnya tidak memiliki prospek ekonomi baik di Fujian China, tetapi menghasilkan banyak uang di Timor Leste.

"Kami sebenarnya ingin pulang, saat ini banyak yang bisa kami lakukan," katanya.

"Kembali ke China untuk mengembangkan diri kami sendiri, tetapi itu tidak mungkin karena kami sekarang sudah berusia 40-50 tahunan," jelasnya.

Biaya Hidup Sangat Mencekik

Halaman
1234
Sumber: Grid.ID
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved