Siapa Salah Sampah Tercecer di Pesisir Pantai Lewoleba?

Pantai Lewoleba menjadi nada dasar dialog interaktif dalam rangka Festival Sampah di Pantai Wangatoa,

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/RICARDUS WAWO
Persoalan sampah yang tercecer di pesisir Pantai Lewoleba menjadi nada dasar dialog interaktif dalam rangka Festival Sampah di Pantai Wangatoa, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata, Selasa (27/10/2020). 

Siapa Salah Sampah Tercecer di Pesisir Pantai Lewoleba?

POS-KUPANG.COM|LEWOLEBA--Persoalan sampah yang tercecer di pesisir Pantai Lewoleba menjadi nada dasar dialog interaktif dalam rangka Festival Sampah di Pantai Wangatoa, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata, Selasa (27/10/2020).

Festival yang diselenggarakan oleh sejumlah komunitas anak muda di Kota Lewoleba ini menguak pertanyaan klasik, yakni darimana sampah yang tercecer di sepanjang pesisir pantai Lewoleba itu berasal?

Abdul Gafur Sarabiti, salah satu penduduk pesisir berujar sampah yang mencemari pantai dan laut merupakan akumulasi dari sampah di sejumlah kawasan pemukiman kota Lewoleba. Dia menolak jika warga pesisir yang disalahkan atas pencemaran di pantai dan laut di Teluk Lewoleba.

"Ini bukan salah masyarakat pesisir saja," tandasnya.

Gafur harap pemerintah daerah bisa mengambil langkah taktis untuk mengatasi masalah sampah terutama di wilayah pesisir.

"Kalau bisa ada perbup (peraturan bupati) untuk tekan penggunaan sampah plastik. Kalau ada tentu kita bisa saling kolaborasi," imbuh Gafur yang juga salah satu panitia Festival Sampah dari Komunitas Sekolah Gembira.
Sampah ternyata tak hanya merusak pantai. Kepala MAS Nursalam Lewoleba

Ahmad Tuan Agil, menerangkan, sampah plastik juga punya andil atas kerusakan terumbu karang dan biota laut di Teluk Lewoleba. Saking akutnya, sampah plastik pun sampai mencemari ikan yang dikonsumsi masyarakat kota Lewoleba.

Dialog interaktif Festival Sampah menghadirkan sejumlah pemangku kebijakan sebagai narasumber dari pemerintah daerah seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, dan Dinas Lingkungan Hidup.

Hampir semua narasumber bernostalgia kembali dengan kenangan masa kecil mereka bermain-main di pesisir pantai Teluk Lewoleba.

Laut biru yang jernih, ikan-ikan yang berenang bebas di lautan, terumbu karang yang tersusun rapi dan pasir pantai yang putih bersih tanpa ada sampah plastik. Semua keindahan itu tinggal kenangan seakan tak ada yang tersisa untuk anak cucu.

"Semua yang terjadi ini karena ulah kita, ulah manusia. Semua komponen harus bersama sama urus sampah. Tidak bisa satu pihak saja," ujar Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lembata Lambertus Lengari.

Langkah konkret pun rupanya perlu digagas. Oleh sebab itu, Kepala Bidang Pengembangan Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lembata Antonius Buda Lianurat siap membantu anak muda dan para relawan untuk membersihkan kawasan pesisir pantai Wangatoa.

"Kita harap tempat ini bisa jadi lokasi yang bisa dikunjungi," harapnya.

Pemda Kekurangan Tenaga dan Fasilitas Untuk Atasi Masalah Sampah

Gusti Lasar, Kepala Bidang Pengendalian dan Pencemaran Kerusakan Lingkungan Hidup pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lembata mengakui kalau intervensi anggaran dari pemerintah daerah untuk penanganan sampah masih sangat terbatas. Masalah keterbatasan fasilitas pendukung dan tenaga kerja di lapangan juga jadi kendala tersendiri.

"Sistem pengolahan sampah kita masih memakai paradigma lama, yakni kumpul, angkut dan buang," paparnya.
Gusti pun membeberkan data riil pelanggan sampah, fasilitas dan tenaga kebersihan di Kota Lewoleba.

Pelanggan sampah untuk 7 kelurahan di kota Lewoleba sebanyak total 7654 kepala keluarga. Namun sampai hari ini petugas kebersihan pemerintah baru melayani 751 kepala keluarga, 146 kios, 2 sekolah, 4 rumah sakit, 27 toko, dan 7 rumah makan.

"Ini data riil yang tenaga kebersihan layani. Kita sangat kekurangan sarana dan prasarana," imbuhnya.

Menurutnya, Kabupaten Lembata sudah mempunyai 1 TPA di Waijarang. Sayangnya, TPA ini tidak bisa digunakan karena akses jalan yang belum baik. Armada kebersihan pun tak bisa menjangkau pelayanan di Kota Lewoleba. Hanya ada 7 bentor dan 2 truk pengangkut sampah.

Masing-masing pengelola bentor melayani 100 kepala keluarga (KK).

"Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri, saya ajak semua aktivis, pegiat, LSM untuk atasi masalah sampah ini.
Kami sangat berharap kerja sama kita untuk atasi ini," tandasnya.

Praktisi hukum Jupri Lamabelawa, menambahkan produk pemerintah yang mengatur masalah sampah tetap perlu dikawal, dan tentu harus ada keterlibatan masyarakat.

"Partisipasi masyarakat belum kelihatan. Masyarakat masih lihat sampah itu masalah pemerintah. Perlu peran aktif dari semua lapisan masyarakat yang harus banyak dilibatkan," pungkasnya.

Hari terakhir Festival Sampah pada Kamis (28/10/2020) akan diisi dengan kegiatan pembersihan sampah (clean up) di Pantai Wangatoa atau di lokasi kegiatan ini berlangsung.

Baca juga: Gubernur NTT Apresiasi PLN dan Undana Dalam Pengembangan Energi Baru Terbarukan

Baca juga: KUNCI JAWABAN TEMA 3 Kelas 5 SD Halaman 74 75 76 77 78 Subtema 2 Penyebab Gangguan Pencernaan

Baca juga: Bawaslu Temukan Pelanggaran Pilkada di 9 Kabupaten

Baca juga: Update Covid-19 NTT : Tambah 1 kasus Positif, Total Covid-19 NTT Tembus 669 Kasus

Sekelompok anak muda Kota Lewoleba yang menginisiasi Festival Sampah ini berasal dari Sekolah Gembira, Trash Hero Chapter Lembata, Himpunan Pemuda Muslim Nubatukan, Perempuan Fenomenal, Pondok Ombay, OSIM MTS 2 Lembata, OSIM MAS Nursallam Lewoleba, Rumah Guru Bumi, Period Project Id, dan Sahabat Alam NTT.

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved