Sumpah Pemuda
Sejarah Sumpah Pemuda dan Peran Mohammad Yamin di Kongres Pemuda I
Sejarah Sumpah Pemuda dan Peran Mohammad Yamin di Kongres Pemuda I, Sosoknya dikenal sebagai pemersatu pemuda
Namun, tokoh pemuda itu kemudian malah dikenal sebagai sosok yang merumuskan Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda II yang berlangsung pada 1928. Tokoh itu adalah Ketua Jong Sumatranen Bond, Mohammad Yamin.
Baca juga: Dikepung Kemiskinan Sampai Jatuh Sakit, Profil WR Supratman, Tokoh Sumpah Pemuda yang Terlupakan
Bahasa persatuan
Dari kiri : mr. Sujono Hadinoto, LN Palar, mr. M. Yamin dan mr. Joesoef Wibisono (.(Dok. Kompas))
Sebagai pemimpin kelompok pemuda Sumatera, Mohammad Yamin memang memiliki darah Sumatera Barat kental. Yamin lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat pada 23 Agustus 1903.
Anak dari pasangan Usman Baginda Khatib dan Siti Saadah ini memang dibesarkan di keluarga terpelajar. Dilansir dari dokumentasi Harian Kompas, ayahnya yang mantri kopi membuat Yamin kecil dibekali pendidikan mumpuni.
Menurut Elizabeth E Graves dalam buku Asal-Usul Elite Minangkabau Modern, para mantri kopi masuk ke dalam golongan terpelajar dengan kemampuan baca tulis dan berhitung yang baik. Kelompok lainnya ialah jaksa dan pangreh praja.
Setelah mendapatkan pendidikan dasar di kampung halaman, Yamin melanjutkan pendidikan ke Pulau Jawa, tepatnya ke Algemene Middelbare School (AMS) di Surakarta. Selanjutnya, Yamin menuju ke Jakarta dan masuk Sekolah Tinggi Hukum (Rechts Hooge School) di Jakarta.
Setelah aktif dan memimpin Jong Sumatranen Bond, Yamin mulai aktif mengemukakan gagasan tentang persatuan Indonesia. Sebagai seorang sastrawan dan penyair, salah satu cara yang diyakini Yamin dapat menjadi "alat" persatuan adalah bahasa.
Gagasan ini pun diucapkan lantang dalam Kongres Pemuda I. Melalui pidatonya, "Kemungkinan Bahasa-bahasa dan Kesusastraan di Masa Mendatang", Yamin "menyodorkan" bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
"Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa bahasa Melayu lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan dan bahasa persatuan yang ditentukan untuk orang Indonesia. Dan kebudayaan Indonesia masa depan akan mendapatkan pengungkapannya dalam bahasa itu," demikian pidato Yamin, dikutip dari buku Cendekiawan dan kekuasaan dalam negara Orde Baru (2003)
Pidato itu mendapatkan respons baik dari para pemuda yang hadir dalam kongres. Mereka tertarik terhadap pemaparan Mohammad Yamin, terutama mengenai persatuan.
Banyak yang meyakini bahwa pemakaian bahasa Melayu yang memang sudah banyak digunakan sebagai bahasa pengantar selain bahasa Belanda dan bahasa Arab, akan digunakan sebagai bahasa pengantar di Indonesia.
Jong Sumatranen Bond sendiri pernah mendiskusikan bahasa persatuan ini sejak 1923. Kelak, penggunaan "bahasa Indonesia" ini diharapkan mendesak penggunaan bahasa Belanda.
Kongres Pemuda I memang belum berhasil menyatukan kelompok pemuda dalam satu organisasi. Namun, konsep mengenai persatuan Indonesia semakin benderang.
Menuju Sumpah Pemuda
Kongres Pemuda I belum bisa menghasilkan kesepakatan yang berarti. Akan tetapi, pidato Mohammad Yamin menimbulkan gejolak semangat yang baru.
Sebelum melakukan pertemuan akbar kedua, para pemuda kembali berupaya menyatukan sejumlah organisasi untuk fusi dalam satu wadah.
Perhimpunan Indonesia dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPKI) menyepakati hal itu. Kemudian, banyak organisasi pemuda yang memilih untuk fusi dalam satu wadah.