HUT ke 56 Tahun Golkar
Kaki Saya Gemetar di Atas Panggung Kampanye Golkar
SEJAK kecil, pria kelahiran Jakarta 8 Desember 1963 ingin menjadi Politisi. Rumah orangtuanya tak sepi dikunjungi politisi yang membahas perpolitikan
Penulis: OMDSMY Novemy Leo | Editor: OMDSMY Novemy Leo
POS-KUPANG.COM - SEJAK kecil, pria kelahiran Jakarta 8 Desember 1963 ingin menjadi Politisi. Rumah orangtuanya tak sepi dikunjungi politisi yang membahas trik intrik perpolitikan. Proses politik itu ampuh ‘menulari’ alumni Regina Pacis Jakarta ini.
Terbukti, dia dan sejumlah keluarga kini jadi politisi handal di berbagai partai politik (parpol) di Kabupaten Sikka dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga pusat.
Alumni De La Salle University, Philippines maju dan sukses di Senayan sejak tahun 1999. Satu periode di kursi MPR RI dan empat periode di kursi DPR RI.
Sekilas, wajah pria berkulit terang ini terkesan serius dan garang. Tapi sebenarnya dia ramah, terlihat dari senyum tulusnya ketika disapa. Kumis tipis, sorot mata syadu dan bersuara berat. Usianya sudah separuh baya, terlihat dari rambutnya yang menipis di bagian atas tapi tubuhnya masih tegap saat berjalan.
Dia Melchias Markus Mekeng (56) atau Melky, putra Josef Blasius Bapa dan Alreda Da Silva (almh). Karir politik dirintis tahun 1996 tak berjalan mulus. Diwawancarai Pos Kupang.com dari Kupang ke Jakarta, Kamis (15/10/2020), Melky mengungkapkan kisahnya.
Usai pendidikan di Philipina tahun 1995, dia membuka usaha di bidang keuangan di Jakarta. Setahun kemudian naluri politik memanggil suami dari Maria Laurentia Widyana terjun ke dunia politik. Melky masuk Golkar tahun 1996.
“Saya pilih Golkar karena Golkar parpol terbaik, saya merasa jiwa saya lebih cocok disana,” akunya.
Mendaftar dan mendapat kartu anggota Partai Golkar Jakarta Selatan, Melky memberitahu ayahnya seorang politisi Partai Demokrasi Perjuangan (PDI).

“Papa bilang jika itu pilihan saya dan cocok, jalankan. Papa dukung dan pesan saya harus serius, terus berkarya bagi rakyat, bangsa,” katanya.
Meski tak belajar politik secara formil, Melky mendaftar menjadi juru kampanye (jurkam) Golkar Pemilu 1997 dan DPP Golkar menunjuknya jadi jurkam di Sikka. Disitulah kali pertama alumni universitas Padjajaran ini naik panggung kampanye.
“Kaki saya gemetar di atas panggung kampanye Golkar, ada ribuan masyarakat di lapangan umum Kota Maumere. Itu pertama kali berkampanye, saya belum punya konten baik, modal hanya semangat, ini awal karir saya,” kata Melky.
Mandi keringat, suara terbata-batas, waktu 10 menit terasa sangat lama. Melky bagai anak ‘bau kencur’ diantara tokoh Golkar yang hadir, Ketua DPD II Golkar Sikka, Alex Idong; Ketua DPRD NTT sekaligus Ketua DPD I Golkar NTT, Dan Woda Palle.
Melky memperkenalkan diri dan mengajak masyarakat memenangkan Golkar. Tepukan tangan massa membangkitkan rasa percaya dirinya.
Awalnya Melky ditempatkan di kelompok kerja atau pokja, kelas paling bawah di kepengurusan parpol. Lalu Melky jadi calon DPR RI nomor urut satu mewakili Sikka tahun 1999, disaat Golkar mengalami masa sulit dihantam Reformasi. Golkar kalah pemilu nasional dan kabupaten, kursi diambilalih PDI.
Lalu Melky diusulkan dan dipilih DPRD Provinsi NT menjadi anggota MPR-RI utusan daerah bersama Marzuki Darusman, Herman Wutun, Mech Saba (alm), Vincent Radja (alm) dan Makarim. Golkar buka pintu regenerasi partai, mengantar Melky yang masih muda melangkah mulus ke Senayan.
“Wah, itu benar-benar dunia baru, belajar politik, prosesnya, strukturnya. Saya belajar dari tokoh Golkar, Jusuf Kalla, Agung Laksono, Marzuki Darusman, Fredy Latumahina dan mentor politik saya adalah Blasius Bapa, Akbar Tanjung dan Baramuli (alm),” akunya.
Tak ada yang sia-sia jika ada kesungguhan dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab. Puluhan tahun jadi wakil rakyat, Melky cukup paripurna dalam karir politiknya. Mulai wakil ketua komisi, ketua komisi XI, ketua badan anggaran, ketua pansus perpajakan dan ketua fraksi.
“Karir politik saya banyak dinamikanya. Saya yakin jika tak bikin salah, dicari pun takkan ditemukan. Hukum itu fakta dan bukti, yang salah tetap salah, yang benar tetap benar. Dalam politik, kawan dan lawan itu bedanya tipis, laki-laki maupun perempuan, kawan bisa jadi lawan,” katanya.
Melky belajar soal kepemimpinan Golkar. Akbar Tandjung memimpin tahun 1998 hingga 2004 sangat fokus di partai.
“Akbar politisi tulen, punya jabatan politik organisasi lengkap, Golkar bisa diposisi dua tahun 1999. Ada tantangan, dicaci maki, kantor dibakar, kampanye dihadang tapi Akbar berjalan terus dari ujung barat hingga timur Indonesia dan tahun 2004 Golkar menang,” katanya.

Ditangan Jusuf Kalla 2004, perolehan suara Golkar menurun. Sebagai Wapres, Jusuf Kalla tak fokus ke partai karena banyak bisnis. Begitupun Aburizal Bakrie menjabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia juga tak fokus kelola partai.
Kepemimpinan Setya Novanto alias Setnov tahun 2016, Golkar terguncang karena Setnov terjerat kasus korupsi.
“Setnov digantikan Airlangga Hartarto tahun 2017 juga tak fokus kelola partai hingga Golkar tak menang pemilu,” jelas Melky.
Kesimpulannya, kata Melky, Golkar bisa terus sukses jika dipimpin orang yang benar-benar fokus di partai, tidak nyambi.
“Golkar mesti memahami isu di masyarakat, segera bahas posisi politik partai lalu bikin steatmen politik agar posisi politik partai jelas dan masyarakat melihat parpol berpihak pada mereka,” pesannya.
Golkar jaman dulu, orang berproses, politik itu representasi suara masyarakat, pembagian kursi, penempatan orang berbasis gender, representasi wilayah, memperhatikan ormas.
“Sekarang, siapa saja jadi politisi, tak berproses, yang disukai, jalannya mulus. Ini mesti dibenahi Golkar. Tapi hal positif, Sekarang Golkar memberi kesempatan orang muda untuk berkarya. Ayo rajin ke masyarakat, berkarya, perjuangkan infrastruktur, air, jalan dan listrik,” yakinnya.
Meski kini Golkar agak terpuruk tapi jangan pesimis. DPD I Golkar NTT dibawah kepemimpinan Emanuel Melkiades Laka Lena akan bisa memenangkan Golkar.
“Laka Lena pernah lewati banyak tantangan, tiga kali gagal jadi gubernur, dia sudah setengah matang. Tinggal dipoles lagi kepemimpinan, perilaku, stetament politik, keberpihakan. Dia orang muda yang egaliter, terbuka, tegas. Jangan tunggu dekat pemilu baru konsolidasi, harus lakukan sekarang di tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan propinsi," katanya.
Masih 4 tahun, siapkan siapa yang maju, bikin peta jelas dan logistik yang baik. Uang dibutuhkan mendukung pekerjaan dan politik, mengunjungi masyarakat harus ada ongkos.
“Mau jadi DPR, harus cerdas, loyal, bersih dan berduit. Mau beli tiket pesawat minta kiri kanan, ya hancur sudah. Ga punya duit, jangan jadi DPR, jangan jadi politisi. Tahun 70-an, DPR datang masyarakat siapkan makanan. Sekarang, DPR yang layani masyarakat. Tidak sombong, jika saya maju lagi di Senayan, sudah pasti saya menang karena saya rajin berkarya,” katanya.
Dua periode ini, Golkar di NTT hanya jadi penonton, kini ada Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi. Periode berikut Golkar mesti pimpin NTT. Melky berharap di ulang tahun ke-56, Golkar mesti berbenah diri, menambah karya nyata di masyarakat. (poskupang.com, novemy leo)