Breaking News

Berita TTS Terkini

FPR NTT Kecam Tindakan yang Dilakukan Pihak Kepolisian,TNI, POL PP dan Premandi Pubabu- Besipae TTS

Front Perjuangan Rakyat (FPR) Nusa Tenggara Timur, mengecam tindakan anti rakyat yang dilakukan oleh aparat Kepolisian, TNI, Pol PP d

Editor: Ferry Ndoen
ISTIMEWA
ilustrasi:Kondisi warga adat Pubabu - Besipae 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon

POS-KUPANG.COM | KUPANG-- Front Perjuangan Rakyat (FPR) Nusa Tenggara Timur, mengecam tindakan anti rakyat yang dilakukan oleh aparat Kepolisian, TNI, Pol PP dan Preman di Pubabu Besipae TTS, Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Berdasarkan rilis yang diterima POS-KUPANG.COM, Jumat (16/10), Koordinator Umum FPR NTT, Fadly Anetong mengungkapkan, bukan saja pihak mereka mengecam pihak Kepolisian, TNI, Pol PP dan Preman. Tetapi mereka juga mengecam tindakan Pemprof NTT yang melakukan penggusuran terhadap masyarakat Pubabu-Besiapae TTS, tanpa adanya upaya penyelesaian yang baik.

Ia juga menyampaikan, agar segera bebaskan Bapak Kornelius Nomleni. Serta menarik seluruh aparat keamanan dan preman yang terus melakukan intimidasi terhadap masyarakat Pubabu Besipae, hentikan pembangunan sebelum ada penyelesaian konflik, dan jalankan reforma agrarian sejati dan bangun industry Nasional.

Ia menjelaskan, Kondisi hutan pubabu kecamatan Amanuban Selatan dari tahun 2008, ketika masyarakat melakukan penolakan sampai detik ini belum ada penyelesaian jelas oleh pemprov NTT, justru semakin diperparah oleh rezim boneka Jokowi/Amin melalui kaki tangannya Gubernur NTT Viktor Laiskodat.

Diakatan Fadly, Klaim status tanah yang dilakukan negara melalui dinas peternakan dan kehutanan atas tanah besipae, telah menunjukan karakter negara sebagai tuan tanah gaya baru.

"Klaim atas tanah tersebut mengancam keberadaan masyarakat yang berjumlah 37 kepala keluarga yang mayoritas berprofesi sebagai petani," jelasnya

Menurut Koordinator FPR NTT ini, berdasarkan data BPS tahun 2018 sebanyak 54% masyarakat NTT yang berprofesi sebagai petani. Namun ditengah situasi pandemi Covid-19 dan curah hujan yang tidak menentu, justru membawa dampak yang sangat besar terhadap kemerosotan ekonomi masyarakat.

Terkait dengan hal itu, kata Fadly, bukannya pemerintah melihat keadaan masyarakat sebagai bentuk kepedulianya terhadap masyarakat, tetapi sebaliknya menunjukan watak anti rakyatnya.

"Watak anti rakyat ini kemudian menimbulkan konflik yang belum terselesikan," katanya

Ia menjelaskan, konflik lahan yang terjadi di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) ini, adalah konflik yang paling panjang. Antara masyarakat pubabu dan pemerintah Provinsi NTT.

Konflik ini cukup menggambarkan situasi negara yang reaksi terhadap masyarakat. Dari sini bisa digambarkan bahwa negara dan petani punya perspektif ekonomi dalam pengelolaan hak atas tanah.

Reforma agraria Presiden Jokowi sebatas membagi-bagikan sertifikat tanah yang sudah digarap oleh rakyat, dan di saat yang sama terus memperluas investasi di sektor pertambangan, perluasan perkebunan, pariwisata, maupun pembangunan infrastruktur yang pada akhirnya merampas tanah rakyat. Maka dengan menggunakan kekuatan aparat negara yaitu, tentara, aparat kepolisian, Polisi Pamong Praja dan kini preman pun dijadikan sebagai garda paling depan untuk berhadapan dengan masyarakat dan saat ini terjadi di Besipae.

"Rakyat diintimidasi, rakyat dikriminalisasi. Rakyat tak pernah dianggap seperti masyarakatnya sendiri," tegasnya

Konflik yang terjadi di Pubabu Besipae adalah cerminan dari konflik agraria yang terjadi di Propinsi NTT yang tak kunjung usai.

"Masyarakat adat Pubabu dihadapkan dengan persoalan perampasan atas tanah dalam skala luas untuk kepentingan perluasan perkebunan, pertanian dan peternakan. Kondisi ketimpangan kepemilikan tanah berimbas pada terjadinya diskriminasi dan represifitas terhadap kaum tani," tuturnya

Kasus penembakan peringatan dan gas air mata ditembakan ke rakyatnya sendiri. Anak-anak, ibu-ibu menangis histeris, diambil secara paksa, dibuang, dilempar, bahkan ini jadi tontonan kala film sinetron. Terhadap petani yang mempertahankan hak atas tanah merupakan ciri khas negara yang anti terhadap petani. Justru peristiwa ini di tengah situasi pandemic Covid 19.

Masyarakat adat Pubabu-besipae menangis memikirkan masa depan anaknya kelak, apakah bisa terus melanjutkan pendidikan di tengah situasi konflik.

Tindakan represif yang terjadi pada tanggal 18 agustus 2020 itu, mulai dari penembakan berubah menjadi kekerasan fisik. Pada tanggal 14 oktober 2020 terhadap masyarakat Pubabu. Kejadian tersebut berawal dari kedatangan rombongan Dinas Peternakan, Pemerintah Provinsi NTT, TNI, POLRI, Pol PP, Preman dan warga dari luar yang dipekerjakan di lahan yang berkonflik dalam hal ini Pubabu-Besipae.

Menurut Fadly, tujuan kedatangan rombongan tersebut untuk menanam jenis tanaman Lamtoro serta akan membangun Pos Jaga di kawasan tersebut. Karena konflik Hutan Pubabu yang belum mendapatkan titik terang atau belum adanya penyelesaian konflik, maka masyarakat melakukan penolakan atas kehadiraan rombongan yang ingin membangun pos jaga dan akan beraktivitas sampai beberapa hari kedepan.

Ia mengungkapkan, alasan masyarakat melakaukan penolakan, karena belum adanya penyelesaian konflik dan situasi Covid-19 yang semakin parah. Tetapi kemudian direspon dengan tindakan tak manusiawi yang anti rakyat sehingga segala cara dilakukan demi memuluskan kepentingan Tuannya (Imperialisme) untuk mengeruk sumber daya alam di setiap pelosok Negeri tak terkecuali di Besipae.

"Front Perjuangan Rakyat (FPR) NTT menilai bahwa Intimidasi dan perampasan tanah yang terjadi dibesipae-pubabu selalu saja dibarengi dengan tindakan yang anti demokrasi, tindakan kekerasan yang dapat mengganggu psikologi anak-anak. Melainkan bukan saja hanya pada psikologi, tetapi situasi ini dapat memicu timbulnya penyakit karena sejak tanggal 4 agustus hingga saat ini masyarakat tidur beralaskan tikar dan beratap tenda," tambahnya

Kemudian secara ekonomi tentu ini menjadi perhatian FPR NTT terhadap masyarakat yang ada dibesipae, karena sejak bulan Februari 2020 masyarakat tidak fokus dalam pekerjaan karena mendapatkan intimidasi hingga saat ini, belum lagi ditambah dengan situasi Covid-19 yang menjadikan kemerosotan ekonomi Global tak terkecuali juga masyarakat yang ada dibesipae.

"Sehingga hal seharusnya menjadi perhatian positif oleh pemerintah terhadap masyarakat bukan malah menjadikan masyarakat besipae sebagai hewan tak bertuan ditanahnya sendiri," tutupnya (CR6)

Baca juga: Pelatih Persib Bandung HENGKANG? Mendapat Tawaran dari Klub Luar Indonesia, Jadwal Liga 1 Mendua?

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved