2 Hal Ini Masih Jadi Pertanyaan dari Penjelasan Presiden Jokowi Soal UU Cipta Kerja

2 Hal Ini Masih Jadi Pertanyaan dari Penjelasan Presiden Jokowi Soal UU Cipta Kerja. Simak dua hal ini yang akan jadi polemik selanjutnya

Editor: Hermina Pello
ANTARA FOTO/HO/KEMENLU
Presiden Joko Widodo bersiap menyampaikan pidato untuk ditayangkan dalam Sidang Majelis Umum ke-75 PBB secara virtual di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (23/9/2020). 

POS-KUPANG.COM | JAKARTA - Presiden Joko Widodo ( Jokowi) telah memberikan tanggapan dan penjelasan seputar polemik terhadap Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan dalam paripurna DPR RI pada Senin (5/10/2020) lalu yang mendapat penolakan dari berbagai kalangan.

Presiden Jokowi memaparkan beberapa alasan perlunya UU Cipta Kerja untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dengan menggairahkan iklim investasi yang masuk ke Indonesia serta sejumlah informasi yang dianggap tidak benar terkait UU Cipta Kerja melalui Siaran pers yang dilakukan secara online dari Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (9/10/2020).

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini lalu menyinggung soal disinformasi atau hoaks terkait polemik UU Cipta Kerja.

Penyebaran informasi yang keliru itu jadi salah satu pemicu demostrasi besar-besaran.

Namun demikian, pernyataan resmi Jokowi masih simpang siur karena belum menjawab tuntutan buruh selama demostrasi terkait beberapa revisi UU Ketenagakerjaan di omnibus law.

Berikut dua penjelasan Jokowi yang masih simpang siur di UU Cipta Kerja.

LENGKAP, Penjelasan Jokowi tentang UU Cipta Kerja, Klarifikasi Soal UMR, Hak Cuti, hingga Izin Usaha

1. PHK dan pesangon

Jokowi menyinggung soal kabar yang beredar bahwa UU Cipta Kerja mengizinkan perusahaan untuk melakukan pemecatan sepihak tanpa alasan jelas.

Menurut dia, UU Cipta Kerja tetap mengatur apa saja batasan perusahaan ketika melakukan PHK.

"Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak? Ini juga tidak benar, yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak," kata Jokowi dalam keterangan resminya seperti dikutip pada Minggu (11/10/2020).

Serikat buruh sendiri memprotes perubahan aturan terkait PHK di Pasal 154A di mana pemerintah membolehkan perusahaan untuk melakukan PHK kepada karyawan dengan 14 alasan.

Serikat buruh mengkhawatirkan, aturan PHK dalam Omnibus Law Cipta Kerja ini akan membuat posisi pekerja semakin lemah.

Ada perubahan dalam aturan PHK jika dibandingkan dengan UU Ketenagakerjaan dan bisa berimplikasi pada jumlah pesangon yang akan diterima karyawan yang terkena PHK.

Jokowi Bantah 7 Hoaks UU Omnibus Law Cipta Kerja, Presiden: Jika Keberatan Silakan Gugat ke MK

Gatot Nurmantyo Tuding Presiden Jokowi dan DPR Abai hingga Picu Ricuh Omnibus Law UU Cipta Kerja

Dikutip dari draf RUU Cipta Kerja, perusahaan bisa melakukan PHK dengan alasan efisiensi.

Lalu perusahaan juga bisa melakukan PHK dengan alasan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan.

Dua alasan tersebut sebelumnya tak tercantum di UU Ketenagakerjaan.

Dengan perubahan aturan PHK tersebut, menurut serikat pekerja, perusahaan bisa dengan mudah memecat pekerja dengan alasan efisiensi atau strategi bisnis sehingga pekerja tak lagi memiliki daya tawar jika keberatan PHK diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Selain itu di omnibus law, perusahaan tak lagi wajib memberikan tambahan pesangon jika PHK dilakukan atas dasar efisiensi, jumlah tambahan pesangon tersebut yakni sebesar dua kali ketentuan di pasal 156 UU Ketenagakerjaan.

Dengan asumsi tersebut, jumlah pesangon yang diterima pekerja akan lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan aturan terbaru.

Pesangon sendiri wajib diberikan bagi pekerja yang sudah berstatus karyawan tetap.

2. Aturan cuti dan upah penuh

Jokowi menegaskan UU Cipta Kerja sama sekali tak menghapus hak cuti karyawan di perusahaan.

Cuti seperti cuti hamil, cuti haid, dan cuti reguler masih didapatkan karyawan sesuai dengan UU Ketengakerjaan.

Jokowi Tak Batalkan UU Cipta Kerja Silahkan Uji Materi di MK

SIMAK Isinya, Gubernur Jabar Ridwan Kamil Kirim Surat untuk Jokowi dan Puan Tolak UU Cipta Kerja

"Kemudian ada kabar yang menyebut semua cuti, cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan dihapuskan dan tidak ada kompensasinya. Saya tegaskan ini juga tidak benar, hak cuti tetap ada dan dijamin," ujar dia.

Namun yang dituntut buruh yakni soal kejelasan apakah pekerja bisa tetap mendapatkan hak cuti dengan dibayar.

Karena dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja, serikat buruh mengkhawatirkan diberlakukannya skema no work no pay atau yang lebih dikenal unpaid leave.

Dalam penjelasannya, Jokowi memang menyebutkan kalau cuti tak dihapus.

Namun Jokowi tak menjelaskan apakah perusahaan tidak diwajibkan membayar upah penuh selama cuti atau tetap menggunakan aturan lama di UU Ketenagakerjaan.

Sementara di UU Ketenagakerjaan, perusahaan diwajibkan tetap membayar upah penuh selama pekerja mengambil hak cuti seperti cuti hamil, cuti haid, dan cuti lainnya yang diatur pemerintah.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini 2 Penjelasan Jokowi yang Masih Simpang Siur di UU Cipta Kerja", Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2020/10/11/080519326/ini-2-penjelasan-jokowi-yang-masih-simpang-siur-di-uu-cipta-kerja?page=all#page2

Editor : Muhammad Idris

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved