Pasal Kontroversial Omnibus Law RUU Cipta Kerja

Ini beberapa pasal kontroversial Omnibus Law RUU Cipta Kerja, simak info lengkapnya

Editor: Kanis Jehola
TRIBUNNEWS/CHAERUL UMAM
Buruh dari berbagai daerah yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), melakukan aksi demonstrasi menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja, di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/8/2020). 

POS-KUPANG.COM - Ini beberapa pasal kontroversial Omnibus Law RUU Cipta Kerja, simak info lengkapnya

1. Kontrak Seumur Hidup
Kontrak Seumur Hidup dijelaskan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, melalui Pasal 61 yang mengatur bahwa perjanjian kerja berakhir pada saat pekerjaan selesai. Padahal sebelumnya tidak dimuat dalam UU Ketenagakerjaan.

Dalam pasal 61A menambahkan, ketentuan pengusaha wajib memberikan kompensasi kepada pekerja yang memiliki hubungan kerjanya berakhir karena sudah jangka waktu perjanjian kerja dan selesainya pekerjaan. Aturan tentang perjanjian ini dinilai akan merugikan pekerja karena relasi kuasa yang timpang dalam pembuatan kesepakatan. Jangka waktu kontrak berada di tangan pengusaha, yang lebih parah bisa membuat status kontrak menjadi abadi.

Nathalie Holscher: Capek Bandel

Pengusaha juga dapat sewaktu-waktu mem-PHK pekerja kontrak asalkan memberi kompensasi sesuai ketentuan tambahan dalam pasal 61A, yang tidak ada dalam UU Ketenagakerjaan.

2. Pemotongan Waktu Istirahat
RUU Cipta Kerja menghapus libur mingguan selama dua hari untuk lima hari kerja. Di Pasal 79 Ayat (2) poin b RUU menyebutkan, istirahat mingguan hanya satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu. Selain itu, dalam Pasal 79 ayat (5) juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun. Cuti panjang nantinya akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, ataupun perjanjian kerja bersama.

3. Sistem Upah
Sistem upah diatur dalam Pasal 88 B RUU Cipta Kerja yang mengatur mengenai standar pengupahan berdasarkan waktu. Banyak yang menganggap bahwa skema pengupahan ini akan menjadi dasar untuk perusahaan memberlakukan perhitungan upah per jam. Kemudian, Pasal 88 C, (1) Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman. (2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upah minimum provinsi.

Christofel Liyanto: Christa Jaya Bonafit, Tumbuh Bersama UMKM

Tak sedikit pihak yang khawatir akan poin ini, pemerintah tengah berupaya menghilangkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), termasuk upah minimum sektoral.

4. Rentan Kena PHK
Pasal 56 Ayat (3), RUU Cipta Kerja mengatur jika jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak. RUU Cipta Kerja juga menghapuskan ketentuan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan mengenai aturan pembatasan jenis pekerjaan dan jangka waktu yang bisa diikat dalam kontrak kerja. Ketentuan tentang perjanjian kerja PKWT dapat berakhir saat pekerjaan selesai juga membuat pekerja rentan di-PHK karena perusahaan dapat menentukan sepihak pekerjaan berakhir.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved